
Pakaian Gamis Sunnah Nabi? Oleh oleh Dr Zainuddin MZ Lc MA; Direktur Turats Nabawi Pusat Studi Hadits, Sidoarjo.
PWMU.CO – Setiap bulan Ramadhan, perusahaan migas LNJ Bontang mengundang mubalig nasional untuk safari dakwah. Pada hari Ahad diadakan acara talk show. Yakni, para mubaligh dipajang di depan untuk dialog interaktif.
Seorang dai salafi dengan memegang gamisnya mengatakan, saya heran kenapa berpakaian ala Yahudi tidak malu, tetapi berpakaian ala gamis seperti ini–sambil memegang gamisnya–merasa malu? Setelah acara selesai kami pun berdiskusi di ruang utama gues house.
Pengertian Gamis
Menurut teman salafi, pakaian gamis adalah pakaian seperti long-dres yang berlengan panjang sebagaimana yang dapat disaksikan dewasa ini. Oleh sebab itu mereka dengan bangga memakainya, bahkan dengan memakai gamis itu mereka ittiba’ terhadap sunah Rasul.
Sebagian teman saya beranggapan orang yang tidak mengenakan gamis itu dinilai tidak mengerti syariat. Padahal hakikat gamis tidaklah seperti yang mereka fahami yang akan saya paparkan pada analisis dalil.
Dalil Bergamis
Teman-teman salafi yang bergamis berdasarkan hadits yang diriwayatkan Umu Salamah RA
وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى النَّبِيِّ صَلًّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقَمِيصُ
Umu Salamah ra. berkata: Pakaian yang paling disukai oleh Nabi saw. adalah gamis. (HR Abu Dawud: 4025; Tirmidzi: 1762; Ibnu Majah: 3575)
Hakekat Gamis Nabi SAW
Gamis Nabi SAW tidaklah berbeda dengan gamis-gamis yang dipergunakan oleh para sahabat.
Gamis, bahasa fasihnya adalah qamis atau tsaub, yang berarti pakaian keseharian. Berbeda dengan jubah, adalah pakaian khusus yang biasa dipergunakan Nabi SAW untuk berhari raya atau menemui para delegasi kaum yang menghadap kepada beliau. Hal ini dipergunakan Nabi SAW sebagaimana usul cerdas dari Umar bin Khattab. Awalnya keinginan Umar agar Nabi SAW mengenakan jubah yang terbuat dari sutra, namun Nabi SAW menolak dan melarangnya.
Wujud gamis adalah lembaran kain. Jika kainnya sempit, maka solusi Rasulullah SAW agar dibebetkan, namun jika kainnya lebar supaya ujung-ujungnya diikatkan pada pundaknya.
Berangkat dari informasi hadits itu maka ulama sepakat, bahwa aurat laki-laki adalah pusar sampai lutut. Oleh sebab itu tidak diperkenankan duduk dengan mengangkat kedua lututnya. Dalam hadits dijelaskan karena kemaluannya rawan terlihat.
Seperti itu pala dalam etika shalat berjamaah, para wanita diperintah untuk bangkit dari sujud ketika diprediksikan para lelaki sudah berdiri tegak. Hal ini dapat dipahami, jika laki-laki dan wanita bangkit secara bersama-sama, tentu rawan juga kemaluan mereka terlihat.
Seorang sahabat yang hendak menikah ditanya oleh Rasulullah SAW, ‘Apakah Aanda memiliki mahar?”
Ia menjawab: ‘Ya, yakni selembar kain.’
Maka Rasulullah SAW bersabda: ‘Jika kain itu Anda belah dua, maka Anda dan istri Anda tidak akan dapat menggunakannya, carilah mahar lainnya.’
Mus’ab bin Umair adalah gelegasi pernama untuk menyelidiki situasi dan kondisi kota Madinah sebagai tempat yang layak untuk tujuan hijrah. Saat wafat di waktu perang Uhud, ia tidak memiliki kafan kecuali selembar kain yang sempit.
Apabila dipergunakan untuk menutupi bagian kepala, maka kakinya masih kelihatan. Apabila dipergunakan menutup kakinya, maka kepalanya masih kelihatan. Solusi Rasulullah SAW agar dipergunakan menutup kepalanya, dan kakinya ditutupi dengan pelepah kurma.
Itulah kondisi gamis Nabi SAW dan para sahabat tempo dulu. Sampai-sampai ada yang komentar, siapa di antara kami, para sahabat, yang memeliki dua lembar kain? Sungguh sekiranya untuk ibadah haji, barulah mereka berupaya untuk menggunakan dua lembar kain. Selembar untuk sarung dan selembar lagi untuk selendangnya. Itulah wujud gamis yang paling formal waktu itu.
Berbeda jika wujud gamis Nabi berupa lembaran kain yang lebar, maka solusi Rasulullah SAW agar ujung-ujungnya diikatkan pada pundaknya. Dalam hadits diterangkan, jika Rasulullah SAW berdoa sambil mengangkat tangan, maka tampak putih ketiak beliau. Dalam dalam hadits pula dijelaskan, jika Rasulullah SAW sujud dengan mengesampingkan lengan kanan dan kirinya, maka tampaklah putih ketiak beliau.
Berikut ini beberapa hadits yang menjelaskan sikap sujud dan berdoa Nabi SAW dengan mengangkat tangannya.
1. Hadits Maimunah
وَعَنْ مَيْمُونَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: (كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ جَافَى يَدَيْهِ) (حَتَّى يَرَى مَنْ خَلْفَهُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ)
Maimunah, istri Nabi SAW, berkata: (Sewaktu Rasulullah SAW sujud, beliau mengesampingkan lengannya) (sehingga orang yang berada di belakangnya dapat melihat putih ketiaknya).
HR Muslim: 497; Abu Dawud: 898; Nasai: 1109, 1147; Ahmad: 26861.
2. Hadits Ibnu Abbas
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ خَلْفِهِ, فَرَأَيْتُ بَيَاضَ إِبِطَيْهِ وَهُوَ مُجَخٍّ قَدْ فَرَّجَ بَيْنَ يَدَيْهِ
Ibnu Abbas RA berkata: Aku menghadap Nabi SAW dari arah belakangnya, dan aku saksikan putih ketiaknya saat beliau sujud dengan membonggarkan tangannya.
HR Abu Dawud: 899; Ahmad: 14171.
3. Hadits Abdullah bin Buhainah
وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُحَيْنَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى فَرَّجَ بَيْنَ يَدَيْهِ حَتَّى يَبْدُوَ بَيَاضُ إِبْطَيْهِ
Abdullah bin Buhainah RA berkata: Jika Rasulullah saw. shalat -sujud- beliau bonggarkan kedua tangannya sehinggat tampak putih ketiaknya.
HR Bukhari: 390; Muslim: 495; Nasai: 1106; Ahmad: 22417.
4. Hadits Aisyah
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: شَكَا النَّاسُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُحُوطَ الْمَطَرِ, … أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ، وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلَاغًا إِلَى حِينٍ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ، فَلَمْ يَزَلْ فِي الرَّفْعِ حَتَّى بَدَا بَيَاضُ إِبِطَيْهِ
Aisyah RA berkata: Umat mengadu kepada Rasulullah saw. akibat lama tidak turun hujan … Nabi berdoa: Ya Allah turunkan hujan pada kami, jadikan hujan itu membuat kami kuat sampai batas tertentu. Lalu Nabi SAW terus mengangkat tangannya sehingga tampak putih ketiaknya.
HR Hakim: 1225; Ibnu Hibban: 1225; Abu Dawud: 1173; Baihaqi: 6202.
5. Hadits Anas
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: (أَصَابَ أَهْلَ الْمَدِينَةِ قَحْطٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَيْنَا هُوَ يَخْطُبُ يَوْمَ جُمُعَةٍ , إِذْ قَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ) (قَحَطَ الْمَطَرُ) (وَاحْمَرَّتْ الشَّجَرُ، وَهَلَكَتْ الْبَهَائِمُ) (وَتَقَطَّعَتْ السُّبُلُ) (فَادْعُ اللهَ أَنْ يَسْقِيَنَا) (قَالَ: فَرَفَعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْتُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ) (يَسْتَسْقِي اللهَ عَزَّ وَجَلَّ)
Anas bin Malik RA berkata: (Penduduk Madinah terkena musim kemarau panjang di masa Nabi. Ketika beliau sedang khotbah Jum’at, tiba-tiba seorang berdiri seraya berkata: Wahai Rasulullah) (Hujan tidak pernah turun) (pepohonan mengering, binatang musnah) (pengairan terputus) (maka berdoalah kepada Allah agar menurunkan hujan bagi kami) (Lalu Nabi SAW mengangkat tangannya sehingga tampak putih ketiaknya) (saat memohon hujan kepada Allah swt.).
HR Bukhari: 967, 969, 970, 975, 3389; Nasai: 1527; Ahmad: 12038, 13718, 13894.
6. Hadits Anas
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَسْتَسْقِي هَكَذَا يَعْنِي: وَمَدَّ يَدَيْهِ وَجَعَلَ بُطُونَهُمَا مِمَّا يَلِي الْأَرْضَ حَتَّى رَأَيْتُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ
Anas bin Malik berkata: Rasulullah SAW berdoa minta hujan, beliau luruskan jari-jari tangannya dan bagian punggung jarinya ke arah bumi, sehingga aku menyaksikan putih ketiaknya.
HR Abu Dawud: 1171; Baihaqi: 6240. Periksa Irwa’: 674.
7. Hadits Abu Humaid al-Sa’idi
وَعَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: (اسْتَعْمَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ الْأَزْدِ يُقَالُ لَهُ: ابْنُ اللُّتْبِيَّةِ عَلَى الصَّدَقَةِ) (فَلَمَّا جَاءَ) (بِالْمَالِ) (حَاسَبَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) … فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ) (لَا يَأخُذُ أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ) (إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ, إِنْ كَانَ بَعِيرًا, جَاءَ بِهِ لَهُ رُغَاءٌ, وَإِنْ كَانَتْ بَقَرَةً, جَاءَ بِهَا لَهَا خُوَارٌ, وَإِنْ كَانَتْ شَاةً جَاءَ بِهَا تَيْعَرُ) (ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا) (بَيَاضَ إِبْطَيْهِ) (فَقَالَ: اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟, اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟)
Abu Humaid al-Sa’idi RA berkata: (Nabi mempekerjakan seorang suku Azdi yang bernama Ibnu Latbiyah untuk memungut zakat) (ketika kembali( (dari kerjanya) (besaran zakatnya dihitung Nabi) … Sabdanya: Demi yang jiwa Muhammad di tangan-Nya) (Jangan sampai ada seseorang mengambil yang bukan haknya) (karena kelak akan membawa curiannya di hari kiamat) … (Kemudian beliau sambil mengaangkat tangannya sehingga kami menyaksikan putih ketiaknya) seraya bersabda: Bukankah aku telah mentablikannya -diucapkan 3x-.
HR Bukhari: 2597, 6260, 6578, 6772; Muslim: 1832; Abu Dawud: 2946; Ahmad: 23646.
8. Hadits Abu Musa al-Asy’ari
وَعَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: لَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُنَيْنٍ … ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ، فَرَأَيْتُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ, فَقَالَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعُبَيْدٍ أَبِي عَامِرٍ, اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَوْقَ كَثِيرٍ مِنْ خَلْقِكَ مِنْ النَّاسِ … فَقُلْتُ: وَلِي يَا رَسُولَ اللهِ فَاسْتَغْفِرْ, فَقَالَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِ اللهِ بْنِ قَيْسٍ ذَنْبَهُ, وَأَدْخِلْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُدْخَلًا كَرِيمًا
Abu Musa al-Asy’ari RA berkata: Ketika Rasulullah saw. selesai dari perang Hunain … Kemudian beliau mengangkat tangannnya sehingga aku dapat menyaksikan putih ketiaknya. Beliau berdoa: Ya Allah ampunlah dosa Ubaid Abu Amir, dan jadikan dia di hari kiamat posisinya di atas semua umat … Lalu aku berkata: Bagaimana dengan nasibku wahai Rasuullah, mohonkan ampunan buat aku. Maka Nabi saw. berdoa: Ya Allah, ampunilah dosa Abdullah bin Qais, dan berilah tempat masuk yang mulia di hari kiamat.
HR Bukhari: 4068; Muslim: 2498.
9. Hadits Abu Hurairah
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ حَتَّى أَرَى بَيَاضَ إِبْطَيْهِ
Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah saw. mengangkat tangannya sewaktu berdoa sehingga aku dapat menyaksikan putih ketiaknya.
HR Ibnu Majah: 1271; Ahmad: 8816.
Dari informasi hadits-hadits di atas, jika seseorang mengaku memakai gamis ala Rasulullah SAW, namun tidak tampak ketiaknya–karena lengannya panjang–saat mengangkat tangan dan saat sujudnya, maka ketahuilah klaim bergamis ala Rasulullah SAW seperti itu perlu dipertanyakan?
Berbeda dengan ihwal jubah Nabi, wujudnya adalah lembaran kain yang sangat lebar, kemudian dilubangi pada bagian tengahnya untuk dimasukkan kepala padanya. Lalu disekat pada kedua lengannya. Sehingga ketika Rasulullah SAW hendak membasuh lengan sewaktu wudhu, beliau tidak dapat membasuhnya dari arah atas, melainkan dari arah bawah jubanya. Orang Indonesia mengistilahkan seperti jas hujan kelelawar.
Baca sambungan di halaman 2: Bahan Pakaian Nabi SAW