PWMU.CO– Idul Fitri di Aussie oleh warga muslim termasuk dari Indonesia juga berkumandang takbir, tahlil, dan tahmid. Di tiap kota mengadakan shalat Id bersama komunitas muslim.
ABCNews melaporkan, di Adelaide, Australia Selatan, Senin (2/5/2022) pukul 08:15 pagi ratusan warga berkumpul di gedung Cosgrove Hall untuk shalat Idul Fitri.
Masyarakat Islam Indonesia Australia Selatan (MIIAS) menyebut sekitar 350 warga hadir dan duduk saling berdekatan. Pemerintah sudah melonggarkan protokol kesehatan Covid-19 dan mengizin shalat berjamaah.
”Sekarang bebas banget, istilahnya udah enggak wajib masker,” kata Siti R Fitriani, pengurus MIIAS.
”Tahun lalu Idul Fitri ada restriksi maksimal 200 orang. Tahun lalu pakai sistem booking, tahun ini sudah enggak, siapa saja boleh datang,” tambahnya.
Setelah shalat dijalankan dan khotbah disampaikan, warga disuguhkan hidangan bakso dengan lontong, juga beberapa snack dan buah-buahan.
”Kita menciptakan suasana kayak di Indonesia walaupun banyak juga yang mengadakan shalat Idul Fitri di lapangan dan ada banyak masjid, tapi kita terus mencoba kayak di Indonesia,” katanya.
”Habis shalat kita makan-makan kayak di Indonesia sambil ngobrol, jadi tidak terasa sepi,” ujarnya menceritakan Lebaran di Australia.
Selepas acara tersebut, Siti langsung menjamu para tamu di rumahnya sendiri, sebelum pergi mengunjungi rumah warga Indonesia lainnya di Adelaide.
”Tahun ini lebih terasa Lebarannya dibandingkan tahun lalu,” ujarnya gembira.
Open House
Sudah menjadi tradisi keluarga Nia Basyaruddin menerima tamu di rumah mereka di Darwin, Australia Utara, sejak usianya masih belia. Tahun ini, rumah Nia (29) sudah dipadati pengunjung sejak pukul 10 pagi waktu setempat.
Nia yang lahir dan besar di Darwin bersyukur bisa merayakan Idul Fitri bersama ibunya yang keluar dari rumah sakit sejak tiga bulan terakhir.
”Mama saya kena Covid dan punya underlying condition sakit ginjal … pas Idul Fitri alhamdulillah bisa keluar RS,” katanya.
Di rumah, masakan tradisional Lebaran seperti opor, kare ayam, rendang, siomay, lontong dan kue-kue kering sudah tersedia.
Idul Fitri tahun lalu, Nia tidak merayakan hari tersebut bersama ketiga saudara kandungnya di Melbourne karena lockdown. Namun suasana Ramadan tetap terasa dengan adanya kunjungan dari warga Indonesia lain maupun teman kuliah dan kantornya di sana.
Dibanding tahun lalu, Nia juga merasa kondisi pandemi tahun ini memungkinkan lebih banyak orang untuk datang.
”Berhubung di sini juga public holiday Hari Buruh, jadi ekspektasinya akan banyak yang datang karena banyak yang enggak kerja,” katanya.
”Karena open house, acaranya bisa sampai sore atau mungkin juga ada yang datang malam.”
Perayaan Budaya
Beda lagi Idul Fitri di Aussie dengan Erna Sukardi dan keluarga sudah bermukim di Melbourne sejak tahun 2008. Itu berarti sudah 15 Lebaran ia lalui selama ia tinggal di ibu kota negara bagian Victoria.
Dari tiga tempat shalat Id komunitas Indonesia di Melbourne tahun ini, Erna dan keluarganya mendatangi Brunswick Sport Hall.
”Tahun lalu kami masih takut dan memilih shalat Id di taman dan enggak ketemu dengan orang-orang Indonesia, tapi sekarang kami bisa ketemu, ngobrol, silaturahmi, dan panitia juga menyediakan snack, jadi kita bisa makan di situ.”
Rasa kangen dengan keluarga saat Lebaran, sambung dia, bisa terobati kalau kita shalat dengan sesama orang Indonesia, kemudian salaman.
”Rasanya tadi itu seneng banget, sebenarnya senangnya sudah saat mulai Tarawih dan bisa ngumpul buka bersama, yang baru bisa tahun ini, … alhamdulillah tadi bisa shalat, duduk sama-sama tanpa ketakutan lagi, aduh enaknya,” ujarnya.
Selain salat Id, Erna dan keluarga juga mendatangi beberapa kerabat yang sudah dianggapnya sebagai orangtua, sebelum pulang dan berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia.
Lebaran bagi Erna bukan hanya perayaan keagamaan, tapi juga perayaan budaya. ”Saya dan suami, serta komunitas Indonesia lain di sini berusaha juga mempertahankan budaya Indonesia saat Ramadhan dan Lebaran supaya anak-anak kami yang besar dan tumbuh di Australia dan enggak kenal Indonesia, tetap punya memori tentang Lebaran, jadi kami making memories tentang Lebaran untuk mereka,” tuturnya.
Tradisi budaya Idul Fitri di Aussie yang masih dilakukan dan diteruskan Erna kepada kedua anaknya antara lain adalah kumpul keluarga dan membuat lantern (lentera)di malam takbiran.
Meski mengaku sudah menemukan banyak kawan di Melbourne yang sudah dianggapnya sebagai keluarga, Erna tetap rindu pada keluarganya di Indonesia. Dia berharap bisa merayakan Lebaran bersama mereka.
”Kami bisa merayakan Lebaran di sini, tapi keluarga di Indonesia tidak tergantikan … selamat merayakan untuk semua di Indonesia, take care dan jangan lupa, Covid masih ada,” tutur Erna.
Editor Sugeng Purwanto