Besan Lampaui Batas
Sang pemilik domba bertanya, seperti apa ciri-ciri domba itu. “Putih, lebat bulunya, ada kalung dengan lonceng kecil berwarna merah muda,” jawab besannya.
Seketika itulah huru-hara dimulai. Sang pemilik domba tidak terima, ternyata dombanya disembelih hanya gara-gara makan rumput besannya. Begitupula sebaliknya.
Huru-hara semakin memuncak melibatkan perbesanan itu. Sang besan pihak lelaki meminta anaknya menceraikan istrinya. Sang besan pihak perempuan karena sudah naik pitam juga menerima tantangan cerai. Yang bingung adalah kedua pasangan suami istri, anak-anak dari besan-besan tersebut.
Semakin dahsyatlah huru-hara itu sampai menjadi dendam kesumat. Sang besan pemilik domba berencana membunuh sang besan pemilik rumput. Pembunuhan itu dia lakukan usai shalat Subuh.
Sang besan pemilik domba menyelinap dan menikam sang besan pemilik taman rumput. Akhirnya, setelah diketahui bahwa pembunuh besan pemilik taman rumput adalah besan pemilik domba, sang keluarga memaksa anak-anaknya bercerai.
“Begitulah setan dan iblis hanya menggerakkan pemicunya. Yang melakukan perbuatan dosa karena tidak mampu mengendalikan dirinya adalah manusia,” ungkap Lulusan S2 School of Theology and Philosophy University of Leeds, West Yorkshire, England itu.
Derajat Takwa dan Rasa
Di sepuluh menit terkahir, Piet mengimbau jamaah untuk menggapai derajat takwa. Penulis buku Nalar Kemanusiaan, Nalar Perubahan Sosial terbitan Mizan itu menerangkan gambaran orang bertakwa dalam Ali Imran ayat 133-134.
“Yaitu mereka yang telah berhasil menundukkan dirinya untuk selalu peduli kepada sesama. Mereka tidak egois. Mereka selalu menginfakkan harta yang dititipkan Allah kepada mereka baik mereka sendiri dalam keadaan lapang rezeki ataupun sempit rezeki,” terangnya.
Di akhir khutbahnya, Piet menjelaskan, derajat takwa hanya dapat digapai dengan ilmu rasa. “Ilmu yang menggabungkan mujahadah diri dan dzikir spiritual. Diri yang selalu berpikir untuk kemaslahatan dan kebermanfataan. Yang menjadi renungan untuknya (dzikr) dalam melakukan kebaikan,” ujarnya.
Renungan itulah yang kemudian menjadi amaliah yang nyata bermanfaat untuk semuanya. “Ilmu rasa ini digerakkan oleh ruh yang telah ramadhan, diri yang telah kembali ke fitrah. Diri yang berpikir dan berdzikir. Selalu mengingat Allah dalam segala suasana dan keadaan,” imbuhnya. (*)
Kisah Besan dan sang Domba, Ibrah Pentingnya Pengendalian Diri; Editor Mohammad Nurfatoni/SN
Discussion about this post