Disapa Dokter Lagi
Singkat kisah, saya alhamdulillah sembuh. Saya pun mulai beraktivitas di luar rumah.
Kembali musibah datang. Sekira 27 Oktober 2000 saya kecelakaan lalu-lintas. Itu artinya, sekitar tiga bulan setelah operasi tumor hipofisis di kepala.
Kecelakaan terjadi di salah sebuah perempatan jalan di Surabaya. Kala itu, saya yang bersepeda motor berhenti menunggu lampu hijau menyala. Saya ada di barisan terdepan.
Begitu lampu hijau menyala, saya bergerak. Malang, dari arah kiri saya, sebuah truk niaga menerobos lampu merah. Kecelakaan tak terhindarkan.
Di rumah sakit, diketahui bahwa tulang selangka saya patah. Tak hanya itu, saya mengalami gegar otak ringan.
Untuk patah tulang, dilakukan operasi pemasangan pen (setahun berikutnya, operasi lagi untuk mengambil pen tersebut). Sementara, untuk gegar otak ringan tak perlu operasi dan hanya butuh pengobatan biasa.
Saat di rumah sakit, hal yang oleh keluarga besar saya dirasakan paling berat adalah kemampuan memori saya yang jauh berkurang. Untuk semua informasi yang pernah masuk di memori saya sebelum kecelakaan, saya lancar mengingatnya dan fasih mengungkapkannya. Contoh, di saat teman-teman SMP atau SMA besuk, saya bisa merespons dengan baik topik-topik pembicaraan kisah-kisah kami di waktu dulu di SMP atau SMA.
Hal itu berbeda jika terkait dengan materi atau informasi yang baru. Misalnya, saya bertanya ke salah seorang yang besuk: “Dari siapa Anda mendengar bahwa saya kecelakaan?” Lalu, yang ditanya menjawab. Sekitar lima menit berikutnya, pertanyaan yang persis saya ajukan lagi ke orang yang sama.
Berikut ini contoh lain. Saya sudah shalat maghrib. Beberapa waktu kemudian, mungkin 10 menit, saya (akan) melakukan shalat maghrib lagi.
Intinya, saya tak mampu menyimpan dengan baik materi atau informasi yang baru. Dalam kalimat lain, informasi-informasi baru tak terekam dengan baik di memori saya.
Ke Pamekasan
Keadaan seperti di atas terus berlanjut meski saya telah keluar dari rumah sakit. Atas hal itu, orangtua saya khawatir. Lalu beliau berdua, ayah dan ibu, meminta saya pulang ke Pamekasan kota asal saya.
Saya pun pulang. Kala itu, sekitar sehari sebelum Ramadhan 1421 H (mungkin, bertepatan dengan 26 November 2000).
Di Pamekasan, ada keluhan yang mengganggu. Di kepala, seperti ada semacam urat yang berubah posisi jika saya melakukan gerakan yaitu dari duduk ke berdiri. Keluhan yang sama juga terjadi jika saya berdiri atau bangun dari posisi tidur/tiduran.
Saat saya melakukan dua macam gerakan di atas, sekali lagi, ada semacam urat di dalam kepala yang berubah posisi, “thegh”. Demikian, sejauh yang bisa saya diskripsikan. Memang tidak sakit, tapi perasaan menjadi tidak nyaman karena khawatir terjadi apa-apa.
Baca sambungan di halaman 3: Kekuatan Doa Itu