Puasa Arafah Bukan Berdasarkan Wukuf Haji; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah.
PWMU.CO – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd menegaskan, kalau paham Muhammadiyah banyak diekspos keluar dengan argumentasi ilmiah ternyata bisa menjadi salah satu pintu mendapat dukungan publik,
Di hadapan para peserta Halalbihalal Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Selasa (10/5/22), Prof Mu’ti mengungkap, para kelompok netral sebenarnya tidak tahu Muhammadiyah apa. “Begitu Muhammadiyah menjelaskan posisinya, manhaj-nya, ternyata kelompok netral itu bisa menjadi bagian dari Muhammadiyin,” terangnya.
Menurutnya, itu karena mereka melihat argumen Muhammadiyah logis. Di samping itu, peran kemanusiaan Muhammadiyah juga luar biasa. Muhammadiyah juga telah diakui dan terbukti sebagai organisasi paling dermawan.
Sejarah Hari Arafah
Prof Mu’ti lantas menerangkan paham Muhammadiyah tentang Puasa Arafah yang masih sering disalahpahami. “Hari Arafah bukan hari ketika jamaah haji wukuf di Arafah, tapi Hari Arafah itu tanggal 9 Dzulhijjah,” ujarnya.
Ketidakpahaman itu termasuk terjadi di kalangan internal Muhammadiyah. “Karena di ranting kecil saya di Kudus, pernah terjadi Idul Adhanya dua kali. Sebagian warga Muhammadiyah ikut Saudi, sebagian ikut PP Muhammadiyah. Saya tidak bisa melakukan apa-apa karena sudah menyangkut keyakinan,” imbuhnya di Aula Mas Mansur Kantor PWM Jatim Surabaya.
Maka, dalam kesempatan itu, Prof Mu’ti membahas asal mula mengaitkan 9 Dzulhijjah Hari Arafah dengan hajinya Nabi. “Nabi menerima wahyu haji tahun keenam hijrah. Sementara beliau baru haji tahun ke-9 setelah hijrah. Berarti tiga tahun setelah menerima wahyu itu baru haji,” jelasnya.
Sementara pada saat itu, sambungnya, sudah ada ajaran tentang Puasa Arafah. Sehingga sebelum ada haji itu sudah ada puasa Arafah, sudah ada hari Arafah.
Penjelasan historis seperti ini menurutnya bisa menjadi argumen untuk menegaskan pandangan Muhammadiyah mengenai Hari Arafah dan berbagai hal lain. “Sebelum nanti mepet sehingga kita tergopoh-gopoh, sebaiknya kita siapkan (sosialaisasi itu),” tutur guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Baca sambungan di halaman 2: Narasikan di Ruang Publik