PWMU.CO – Gagasan sertifikasi khatib Jum’at yang dilontarkan oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, terus menuai pro dan kontra di masyarakat. Dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR (30/1), Menag menyatakan rencana program ini dilandasi keinginan agar para dai mengampanyekan moderasi agama.
Dalam rapat kerja itu pula, Menag mengatakan jika program sertifikasi khatib nantinya Kemenag hanya mengurusi penetapan kualifikasi dan kompetensi. Sementara lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikat khatib, yang sampai saat ini belum ditetapkan.
(Baca berita terkait: Daripada Urus Sertifikasi Khatib, Ada Masalah Penting Lain yang Perlu Ditangani Kemenag dan Tanggapan Muhammadiyah untuk Sertifikasi Khatib Jum’at Gagasan Menteri Agama)
Menanggapi polemik itu, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Dr M Saad Ibrahim, apa yang diusulkan dan disarankan oleh Kemenag adalah sesuatu yang tidak elok dalam konteks berbangsa dan bernegara.
“Wilayah yang seperti ini, menurut hemat saya, supaya tetap ditempatkan dalam kontaks wilayah publik, yang kemudian masing-masing da’i atau mubaligh itu kan sudah ada wadahnya dan atau organisasi keagamaan,” jelas Saad Ibrahim kepada PWMU.CO, Senin(7/2) pagi. Apalagi tambah Saad, di republik ini sudah begitu banyak ormas keagamaan maupun lembaga non-pemerintah sebagai perkumpulan para mubaligh.
(Baca juga: Pendataan Ulama oleh Aparat Bisa Ditafsirkan sebagai Bentuk Intimidasi)
Dalam konteks inilah, tambah dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini, sertifikasi khatib Jum’at sesungguhnya bisa dimaknai sebagai campur tangan negara dalam masalah keagamaan secara rigid. “Itu tidak elok, tidak baik. Setidak-tidaknya, andai tidak ada maksud apa-apa, tetap saja dilihat itu sebagai bagian mencampuri bagian dalam organisasi,” tegas Saad.
Saad lantas merujuk pada pandangan almarhum Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menyatakan masalah seperti itu seharusnya diserahkan saja pada organisasi keagamaan. “Itu dimaksudkan misalnya untuk menentukan awal Ramadhan atau menentukan 1 Syawal atau Idul Fitri. Serahkan saja itu kepada lembaga-lembaga keagamaan yang sudah ada. Itu lebih baik,” kata Saad.
(Baca juga: Ketua PWM Saad Ibrahim: Gus Ipul Pantas Jadi Ketua Muhammadiyah Jatim)
Merujuk pada berbagai negara yang sudah melakukan adanya “campur tangan negara dalam wilayah keagamaan” itu, tambah Saad, ternyata keadaannya juga tidak begitu menggembirakan. “Saya kira mengacu pada banyak contoh Negara yang menerapkan itu, akhirnya tidak banyak berkembang. Sebab, sedikit-sedikit dianggap menyimpang dan lainnya.”
Artinya, meski Kemenag berulangkali menyatakan gagasan sertifikasi khatib tidak punya maksud apa-apa, ia bukanlah hal yang elok dilakukan. Sebab, negara akan mencampuri masalah yang bukan wilayah negara untuk mengurusnya. (kholid)