PWMU.CO – Bersamaan dengan gagasan sertifikasi khatib Jum’at yang digagas oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, terdapat kebijakan dari institusi negara yang cukup tidak elok. Yaitu pendataan para tokoh agama oleh pihak aparat.
(Baca berita terkait: Klarifikasi Pendataan Ulama, Pimpinan Muhammadiyah Kota Surabaya Datangi Mapolrestabes) dan Kapolres Jamin Tak Ada Intimidasi terhadap Ulama dan Tokoh Islam di Malang)
Meski argumentasinya adalah untuk silaturrahmi, tapi dalam pandangan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr M Saad Ibrahim, pendataan ulama oleh aparat ini bukanlah sesuatu yang elok jika merujuk pada kondisi umat Islam kekinian. “Saat polisi mendata ulama itu adalah sesuatu yang tidak elok,” jelas Saad Ibrahim kepada PWMU.CO (7/2).
(Berita terkait: Soal Sertifikasi Khatib Jumat, Muhammadiyah Anggap Bukan Urusan Negara)
Sertifikasi khatib maupun pendataan ulama oleh aparatur negara, meski yang bersangkutan berulangkali menyatakan tidak ada niat apa-apa, kata Saad, merupakan kebijakan yang abai terhadap kondisi sosial kebangsaan dan umat Islam sekarang.
“Apalagi konteksnya sekarang ini, ketika civil society menunjukkan kesatuanya untuk melawan tirani dan macam-macam itu, maka sertifikasi khatib maupun pendataan ulama itu sebenarnya tidak perlu, dan perlu dibatalkan,” tegas dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang itu.
(Baca juga: Tanggapan Muhammadiyah untuk Sertifikasi Khatib Jum’at Gagasan Menteri Agama)
Dalam pandangan Saad, melihat kondisi umat Islam sekarang yang merasa diberlakukan tidak adil oleh aparat terkait penanganan kasus hukum di Republik ini, sertifikasi khatib dan pendataan ulama bisa ditafsirkan oleh umat Islam sebagai bentuk intimidasi.
“Kalau kemudian negara dalam kontek ini melakukan pendataan itu, maka hampir kita pastikan, ini bisa kita tafsirkan sebagai bagian melawan arus,” pungkas Saad. (kholid)