Bagaimana dengan Qurban?
Meski sering dipakai dalam penulisan sehari-hari, lema qurban tidak kita temukan dalam KBBI. Bahasa Indonesia memang agak ‘anti’ dengan huruf ‘q’ sebagai alih aksara atau transliterasi huruf qof dari bahasa Arab—seperti banyak dipakai oleh umat Islam dalam penulisan untuk membedakan alih aksara huruf kaf seperti dalam penulisan kitab.
Menurut KBBI, penulisan istiqamah yang baku adalah istikamah atau aqiqah harus ditulis akikah. Karena itu kata kurban tidak ditulis dengan qurban. Jika Anda memaksa mencari kata qurban di KBBI, maka akan dijawab dengan: ‘Entri tidak ditemukan’ yang tertulis dengan tinta merah.
Tapi anehnya penggunaan huruf qof dalam penulisan kitab suci umat Islam Quran tidak dialihaksarakan menjadi Kuran. KBBI membuat entri Al-Qur’an dan menganggap penulisan Kuran, Al-Quran, Alquran, Qur’an, dan Alqur’an tidak baku.
Ketidakkonsistenan ini pernah membuat KBBI ‘bertobat’. Dulu, untuk merujuk pada bangunan suci berbentuk kotak yang berada di Masjid al-Haram, KBBI menggunakan kata Kabah.
Seperti huruf qof, Bahasa Indonesia juga agak anti pada tanda curek atau apostrof. Padahal tanda itu sangat populer dalam ‘kamus’ penulisan umat Islam. Misalnya untuk mengganti ‘dampak’ tanda sukun dalam kata bid’ah dan Jum’at. Atau menunjukkan ‘a’ sebagai alih aksara ain, sehingga ditulis do’a, jama’ah, dan sebagainya.
Kini, KBBI menulis Kabah dengan Ka’bah. Penggunaan apostrof juga diberlakukan KBBI pada Al-Qur’an. Sebelumnya KBBI hanya menggunakan apostrof untuk menyingkat kata seperti dalam kalimat: Kamu sudah mengerjakan tugasnya, ‘kan? Konteks kata ‘kan di sini berarti bukan.
Perubahan dua penulisan kata itu dilakukan KBBI dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesai (PUEBI) pada Tahun 2019 sebagai respons Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud atas surat dari Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Kementerian Agama tentang pengajuan pembakuan istilah dalam Al-Qur’an ke KBBI.
Selain Al-Qur’an dan Ka’bah, perubahan juga dilakukan pada kata:
Baitulmakdis menjadi Baitulmaqdis
Lailatulkadar menjadi Lailatulqadar
Masjidilaksa menjadi Masjidilaqsa
Rohulkudus menjadi Ruhulkudus
Masih banyak kata baku dalam bahasa Indonesia yang terdengar aneh bagi telinga dan mata umat Islam. Misalnya salat untuk menyebut ibadah yang dimulai dari takbiratul ikram dan diakhiri dengan salam.
Beberapa media Islam, termasuk PWMU.CO, masih suka menggunakan shalat, meski tidak baku. Ini menjadi bagian ragam bahasa redaksi sendiri. Kami beralasan, penulisan kata itu bisa dikonotasikan dengan salad (kadang ditulis salat)—nama makanan campuran buah-buahan yang diberi mayones.
Dan kami sering mendapat protes jika ada kata-kata yang aneh secara ekstrem bagi psikologi bahasa pembaca kami, yang sebagian besar umat Islam. Oleh karena itu beberapa kata tidak baku masih kami pakai seperti jamaah yang harusnya menurut KBBI jemaah. Sebab bunyi jemaah lebih dekat ke jemaat—kata yang sering dipakai umat Kristiani.
Sebagai catatan, penggunaan kata baku tetap lebih kami pilih sepanjang tidak secara ekstrem mengguncang psikologi bahasa pembaca. Karena itu PWMU.CO menggunakan kurban daripada qurban. Dan kata korban, saya mesih suka menggunakannya untuk kalimat seperti ini: “Rakyat kecil sering jadi korban pembangunan.” (*)