Kronologi sebelum Ajal
Agung berkisah, saat kejadian sebelum diputuskan bahwa ia harus melahirkan secara caesar, Santi punya mimpi ingin melahirkan secara normal. Namun karena sudah lewat dari hari perkiraan lahir (HPL)-nya hasilnya ia memutuskan untuk caesar karena jika tidak dilakukan, akan berbahaya sehingga dokter mengecek semuanya mulai dari Hemoglobin, saturasi dan syukurlah semuanya normal.
“Sebelum operasi pun ia masih menyempatkan untuk shalat tahajud bersama saya, hingga mengajak saya untuk khataman al-Quran. Sampai pukul 07.00 pagi kita masuk ruang operasi. Alhamdulillah proses persalinannya berjalan lancar,” ujar Agung sambil terisak.
Setelah itu, Santi sudah bisa menyusui bayinya. Namun, tak lama perutnya terasa sakit yang luar biasa. Setelah dicek oleh dokter, ada perembesan darah di perut bagian dalam. Darah itu tidak bisa berhenti sama sekali akhirnya ditransfusi darah sampai 10 kantong.
“Itu pun ditransfusi langsung keluar dari alat yang dilubangi di perutnya itu tadi jadi kelihatan darah tuh cuman ngalir lewat dan juga masih dalam keadaan nifas sehingga pendarahannya luar biasa,” papar Agung.
Kemudian salah satu dokter menyarankan ke Agung pendarahan mungkin bisa berhenti dengan cara disuntikkan satu obat yang bisa membekukan darah. Namun obat itu harus diambil dari RSUD Dr Soetomo Surabaya sedang perjalanan ke Sumenep pun memakan waktu.
“Estimasi obat itu sampai di Sumenep Jam 02.00 malam namun jam 01.00 Santi sudah pendarahan yang hebat sampai kejang. Akhirnya semuanya drop. Saturasi turun, hemoglobin turun, detak jantung turun, nadi turun semuanya. Akhirnya Santi mengembuskan nafas terakhirnya, meninggalkan saya, keluarga, dan putri kami tercinta,” terang Agung.
“Mohon doanya. Semoga Almarhumah husnul khotimah,” tutup Agung.
Baca sambungan di halaman 3: Santi di Mata Rekan Kerja