Ijtihad dan Tajdid
Ketiga, selalu mengedepankan ijtihad dan tajdid. Prof Syafiq menjelaskan ijtihad yaitu berusaha terus menggali pemikiran kita untuk memahami Islam.
Dia memberi contoh ijtihad Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah yang masih bisa berubah-ubah sesuai dengan zaman. “Dulu Muhammadiyah pernah mengajarkan melihat bulan dengan mata kepala. Kemudian setelah memanfaatkan ilmu pengetahuan boleh dengan hisab atau ilmu falaq. Ijtihad dan tajdid Muhammadiyah tidak pasif, selalu dinamis,” terangnya.
Sedangkan tajdid, terang Prof Syafiq, adalah memperbarui. Jadi harus ada pembaharuan.
“Tajdid dalam tauhid yaitu memurnikan tidak ada syirik. Dalam ibadah, tidak ada bi’dah dan dalam urusan muamalah, harus terus berkembang, harus ada buatan-buatan baru sehingga hidup kita lebih maju,” jelas Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo tahun 2001-2006 itu.
Menurutnya, prinsip tajdid Muhammadiyah tidak gampang memusyrikan, membid’ahkan. “Wajar-wajar saja dan proposional,” ujarnya.
Moderat
Keempat, al-wasatiah yang artinya menumbuhkan, mengembangkan, atau moderat. “Agak susah diartikan,” candanya.
Dia menjelaskan, wasatiah diambil dari kata ummatan wasatan, yang baik, yang seimbang, yang toleran, dan yang tidak ekstrim.
“Dengan kata lain Islam sesungguhnya agama wasatiah. Dengan wasatiah kita menolak ektrim. Jagan engkau bersikap ekstrim berlebihan dalam urusan agama,” pesannya.
Prof Syafiq memberikan contoh tentang shalat, puasa, dan infak atau sedekah. Kesemuanya ini jika dilakukan terus-menerus tanpa henti, Nabi SAW melarangnya. Ada hak mata dan perut yang perlu ditunaikan.
Dia menyimpulkan, ada dua sikap ekstrim yang dilarang Allah SWT yaitu melebih-lebihkan dan tafrid (ngampangno).
Prof Syafiq lantas mengimbau kepada semua lembaga pendidikan Muhammadiyah agar membentengi diri dari paham-paham lain untuk menjaga agar Islam yang berkemajuan yang diperjuangkan Muhammadiyah bisa kita wujudkan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni