Titik Pisah Fikih Salafi-Muhammadiyah
Kelakuan kelompok salafi ini ditulis dengan sangat baik oleh Dr Ali Trigiyatno, dalam bukunya Titik Pisah Fikih Salafi-Muhammadiyah, pada Maret 2022 dan diterbitkan oleh Gramasurya Yogyakarta. Menurut Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Batang, Jawa Tengah, ini, masuknya salafi ke Muhammadiyah menurutnya melalui dua cara: dari luar dan dari dalam.
Dari luar maksudnya kelompok salafi ini biasanya rajin beribadah di masjid, kemudian menemui takmir untuk mengadakan kajian. Biasanya berdalih sama-sama Islam, sama-sama berdakwah, sama-sama bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah, dan mengesankan bahwa ajarannya adalah sama.
Bujuk rayu dengan tutur kata yang baik membuat para takmir cenderung mempersilakan mereka menggunakan masjid untuk mengadakan kajian.
Setelah mendapatkan lampu hijau maka mereka langsung mengadakan kajian dengan mendatangkan ustadz-ustadz yang fasih menyampaikan agama, bisa membaca kitab, berpenampilan ala Timur Tengah dengan jenggot dan jidat hitam, plus dengan bacaan al-Qur’an yang fasih dan indah.
Hal lain yang dilakukan—dan hal ini harus diakui cukup positif— adalah jiwa sedekah yang membuat jamaah senang. Tiba-tiba mengirim nasi bungkus ke masjid dan dibagikan kepada para jamaah. Ketika masjid ada kegiatan mereka dengan cepat menawarkan diri membantu sound system, terop, dan kebutuhan lainnya.
Bahkan dalam hal keagamaan mereka selalu datang ke masjid lebih awal, mengumandangkan adzan, dan segera ikamat ketika sudah ada beberapa jamaah, maju ke depan untuk menjadi imam.
Di beberapa masjid ketika hari Jumat para salafi ini membawa teks khutbah di saku mereka. Jika takmir kelihatan bingung karena keterlambatan khatib maka mereka akan menawarkan diri, bahkan beberapa langsung maju saja ke mimbar dan memulai khutbah dengan mengucapkan salam.
Baca sambungan di halaman 3: Kudeta Masjid