Binar Ikhtiar
Hidup adalah perjungan tanpa kenal menyerah. Hidup adalah usaha tanpa putus. Hidup adalah sikap tawakkal.
Ditinggal Ibrahim AS, Siti Hajar hidup berdua dengan Ismail sang putra yang masih bayi. Di sebuah kesempatan, Ismail menangis karena perlu minum.
Hajar berusaha keras, mencari air. Dia berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwa.
Lama telah berusaha, air tak kunjung didapat. Tangis Ismail makin keras dan diiringi kaki yang dihentak-hentakannya.
Melihat keadaan sang anak, Hajar makin bertekad untuk tetap berusaha agar segara mendapat air. Dalam usahanya itu, Hajar sampai tujuh kali bolak-balik berlari antara kedua bukit itu, Shafa dan Marwa.
Akhirnya, Allah mengeluarkan air zamzam yang keluar dari hentakan kaki Ismail. Alhamdulillah!
Kala itu, tidak ada satu pun manusia yang mengetahui, bahwa zam-zam itu bukan hanya menghilangkan dahaga Ismail, sang bayi. Tak seorangpun!
Pada masa selanjutnya, air zam-zam itu menjadi mata penghidupan bagi Siti Hajar dan Ismail. Itu, terjadi seiring dengan kehadiran para pendatang yang meminta air dan memberi imbalan.
Berikutnya, datang suku Jurhum yang kemudian ikut tinggal di sekitar sumur zam-zam. Bersama, mereka membangun peradaban berbasis tauhid, hingga sekarang.
Anak; Mata Uji
Hidup Ibrahim AS, bergerak dari satu ujian ke ujian berikutnya. Sebagai pribadi, banyak jumlah dan macam ujiannya.
Diuji dari sisi pribadi, sudah sering. Diuji dari arah istri, sudah pernah. Selanjutnya, ujian kali ini dari arah anak.
Bahwa, sebelum-sebelumnya, tradisi Ibrahim As selalu berkurban. Bahkan sampai ribuan unta. Tapi, cukupkah itu menjadi bukti cinta dia kepada Allah?
Mari simak fragmen lain di kehidupan Ibrahim As. “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (ash-Shaffat 102).
Sejumput Asa
Kisah keluarga Nabi Ibrahim AS bukan sekadar kisah sebagai sarana untuk bernostalgia. Tapi, kisah itu untuk memantik peningkatan mutu taKwa kita kepada Allah. Kisah itu bagi masyarakat, dapat menginspirasi lahirnya solusi-solusi atas berbagai problem yang ada di berbagai ranah semisal di pendidikan, baik di skala keluarga, kota, sampai negara.
Semoga Allah mampukan kita menjadi pribadi yang berpengetahuan dan bermanfaat bagi masyarakat sebagai manifestasi taqwa kepada Allah. Semoga Allah mampukan masyarakat agar selalu bisa memecahkan semua masalah yang dihadapinya, juga karena dorongan energi takwa yang timbul karena tempaan pelajaran dari ibadah kurban. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni