Faktor Anak Agresif
Bu Riza lalu menjelaskan faktor-faktor yag membuat anak agresif. Pertama kondisi internal seperti gen, hormon, kimia darah, instink, stres, emosi, frustasi, dan konsep diri. “Anak kita yang mengalami frustasi, anak kita yang memiliki konsep diri yang negatif, maka mereka akan cenderung berprilaku agresif,” terangnya.
Media sosial (medsos) bisa memengaruhi agresivitas anak karena memiliki efek pengaruh radiasi terhadap otak. “Makanya bapak ibu tolong kalau tidur HP-nya dijauhkan 10 meter. Kita banyak yang tidur pakai HP. Apalagi bapak kondisi lelah, mudah kena serangan stroke,” ujarnya.
Maka, anak kita yang terbiasa dengan medsos sangat rentan untuk berprilaku agresif.
Kedua, faktor lingkungan sekitar, seperti kemacetan, kebisingan, temperatur udara, kualitas udara yang buruk, dan kualitas lingkungan yang buruk. “Kualitas udara juga mempengaruhi, polusi udara di sekitar itu mempengaruhi anak-anak kita,” jelasnya.
Ketiga, faktor keluarga, lingkungan sekitar, dan sekolah. Maka kalau kita memasukkan ke sekolah yang tepat maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan sehat.
“Makanya selalu saya katakan kepada orangtua, jangan mencari sekolah hanya untuk prestise. Banyak ‘kan yang begitu. Masukin di sekolah X, duh anak saya masuk di sekolah ini mahal,” ucapnya.
Jadi, sarannya, cari sekolah yang aman, prespektif perlindungannya ada apa tidak, dan mendukung tumbuh kembang anak. Sekolah yang baik yang diutamakan pendidikannya adalah karakter.
Dia menceritakan, temannya yang di Firlandia dan Jepang binggung saat kembali ke Indonesia dan ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah dasar (SD). Karena persyaratannya masuknya harus bisa baca tulis.
Di sana anak hanya belajar bermain, ketika masuk ke sekolah dasar yang dilihat life skillnya, bukan baca tulisnya. “Kelas satu dan dua mulai diajari baca tulis. Tetapi hanya 20 persen, 80 persennya life skill, bersiin closet kamar mandi, masak bareng, belajar ke pasar, melipat baju. Kelas tiga sampai seterusnya baru full pelajaran,” ceritanya.
Kenapa dilakukan demikian karena untuk anak-anak ini puas dengan dunianya dan kemudian secara psikologi mereka sudah siap untuk belajar. “Makanya saya bilang ke teman saya, masukin sekolah SD yang biasa ae, dimasukin SD di kampung, padahal anaknya diplomat,” ujarnya.
Faktor keempat yang mempengeruhi prilaku agresif adalah stimulus situasional. Seperti efek senjata, alkohol, media, provokasi atau konflik antarkelompok.
Fakta yang terjadi, sambungnya, keluarga yang membentuk masalah secara tidak sengaja. Masalah tersebut sudah terbentuk di bawah usia 7 tahun.
Pada 7 tahun pertama kehidupan manusia ada kebutuhan dasar emosi yang harus terpenuhi. Jika gagal maka yang terjadi adalah mental block. Kebutuhan dasar psikologi tersebut adalah kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk mengontrol diri, dan kebutuhan untuk diterima. “Keluarga adalah tempat segalanya untuk apa yang terjadi pada anak-anak kita. Kembali lagi introspeksinya,” ingatnya.
Di bagian lain Bu Reza menyampaikan tahapan tumbuh kembang anak yang harus dipahami oleh kedua orangtua. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni