Aksi Tiup Balon Warnai Fortasi MBS Ini, Begini Filosofinya, liputan kontributor PWMU.CO Kabupaten Jember Humaiyah.
PWMU.CO – Fortasi hari ketiga di SMP Muhammadiyah Boarding School (MBS) Tanggul diisi oleh anggota Majelis Kader Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Tanggul Dyah Kusumastuti SPsi. Ibu tiga orang anak ini membawakan materi Aku Belajar, Aku Bahagia. Kegiatan fortasi berlangsung di Mushalla Pondok Tahfidz Bambu Kuning, Rabu (20/7/2022).
Mengawali materinya Dyah mengajukan pertanyaan kepada peserta Fortasi. “Apakah belajar itu,” tanya Diah.
Semua peserta terdiam. Dyah menjelaskan jika belajar itu identik dengan sekolah, maka berapa tahun peserta fortasi belajar dari PAUD sampai dengan SMP. Menurutnya belajar itu proses atau moving. Bergerak ke depan. Tidak ada anak bayi begitu lahir ke dunia bisa berjalan dulu baru merangkak dan seterusnya.
Bersaing dengan Diri Sendiri
“Demikian juga tidak mungkin kalian lulus SD langsung bisa kuliah. Sebelum kita belajar di SMP MBS ini, yang harus kita lakukan mengenal diri kita sendiri. Diingat lho ya, dalam rangka proses belajar tidak ada bersaing dengan orang lain. Yang ada kita bersaing dengan diri sendiri,” ungkapnya.
Dia memaparkan yang dimaksud dengan bersaing dengan diri sendiri adalah jika hari ini kita menguasai satu hal, maka besok atau lusa kita harus lebih banyak menguasai beberapa hal.
Dyah meminta salah satu siswa untuk maju ke depan, yaitu Shafa Ghina Hanaan. Kemudian Dyah meminta semua peserta menyebutkan apa yang diketahui tentang Shafa. Sejurus kemudian semua peserta menyebutkan kebaikan-kebaikan Shafa.
“Nah, kita bisa mengetahui kan. Ketika seseorang ada di depan kita, maka cenderung kita akan menyebutkan kebaikan-kebaikannya. Begitu juga saat membicarakan keburukan-keburukan orang lain, maka cenderung kita melakukan di belakang. Iya kan,” tanya Dyah yang dijawab dengan anggukkan kepala peserta.
Cara Mengenali Diri Sendiri
Dyah menambahkan kita tidak akan berguna untuk siapapun jika kita tidak mengenal diri sendiri. Kita tidak akan bermanfaat untuk siapapun jika kita tidak bermanfaat untuk diri sendiri. Dyah membagi cara mengenali diri sendiri menjadi empat.
“Pertama, saya tahu yang orang lain tahu, sering disebut dengan daerah terbuka. Kedua, saya tahu orang lain yang tidak tahu, disebut daerah tersembunyi. Yang ketiga, saya tidak tahu yang orang lain tahu, disebut daerah buta. Terakhir keempat, saya tidak tahu yang orang lain tidak tahu, yaitu daerah misteri. Tadi kita buktikan bagaimana kita mengenal Shafa,” urainya.
Demikian juga, sambungnya, dengan target belajar. Setiap anak dibekali dengan kemampuan untuk hidup bahagia. Yang dibutuhkan adalah target dan dukungan untuk membuatnya terjadi. Dan awal sekolah adalah waktu yang tepat untuk menulis target belajar.
“Coba kalian tiup balon yang sudah kalian pegang. Tiup sampai hitungan kelima belas. Apa yang terjadi?” tanya Dyah.
Peserta meniup balon dalam hitungan yang sama. Ada yang mampu meniup hingga balon besar, sedang, kecil ataupun balonnya sudah terisi, balon belum sempat diikat, terbang duluan. Hingga berbentuk seperti balon semula.
“Begitulah target belajar kalian di MBS ini. Kalian ada di sebuah sekolah yang sama. Sekolah yang mempunyai visi dan misi sama. Begitu dengan metode pengajaran yang sama. Jenjang waktu belajar juga sama. Namun bisa jadi nanti saat kalian lulus, target yang didapat berbeda. Sesuai dengan kemampuan masing-masing,” terangnya.
“Buatlah target yang masuk akal. Lebih spesifik. Dengan tiga rumus yaitu latihan, latihan dan latihan,” tegas alumnus Fakultas Psikologi Univesitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini. (*)
Co-Editor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.