Jika Imam atau Makmum yang Batal
Puput menjelaskan, ada dua kondisi yang disimulasikan. Pertama kondisi saat imam batal shalatnya. “Karena imam juga manusia (jadi bisa juga kebelet BAB dan sebagainya),” ujarnya
Kondisi kedua adalah ketika makmum yang batal. Guru lulusan Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor Kampus Putri Mantingan ini pun bertanya kepada anak-anak yang sedang memperhatikan arahannya, “Saat meninggalkan shaf karena kebelet apakah pergi ke samping, atau ke belakang atau bagaimana?”
Dia pun menjawab sendiri pertanyaan retorisnya tersebut. “Jika imam yang batal, bisa meninggalkan dengan pergi ke pintu darurat yang ada di depan imam. Biasanya sebelah mihrab. Atau ke belakang jika kondisi masjid tidak ada pintu darurat,” ujarnya.
“Jangan ke samping karena akan melewati depan jamaah dan itu tidak baik. Nah makmum yang di belakang maju ke depan menjadi imam pengganti,” imbuhnya. Adapun jika makmum yang batal maka tinggalkan shaf Iangsung ke belakang. Dan makmum yang di belakangnya maju ke depan.
Puput tidak lupa memberi landasan dalil dengan hadits Aisyah yang diriwayatkan Muslim. Aisyah berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tidak ada shalat pada saat makanan dihidangkan dan ketika menahan keluarnya (sesuatu) dari dua jalan (kubul dan dubur).”
“Artinya lebih baik untuk membatalkan shalat dan segera ke kamar mandi ketimbang harus menahan,” ujar Guru Kelas V Ibnu Sina ini.
Begini Simulasi Membatalkan Shalat
Setelah penjelasan Puput itu, ustadz dan ustadzah yang bertugas memeragakan cara membatalkan shalat langsung mempraktikkannya di hadapan siswa. Di saat Arif Wahyudi sebagai makmum membatalkan shalatnya dengan mundur dari shaf lalu berjalan ke belakang maka, makmu di belakangnya, Muhammad Ilham Yahya, maju menggantikan shafyang kosong tersebut.
Dia akhir simulasi Ahmad Faizun berpesan bahwa apa yang dipelajari dalam simulasi ini bukan menurut pendapat ustadz dan ustazah, tapi sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW.
“Jadi anak-anak kita shalat itu bukan shalatnya menurut ustadz atau ustadzah. Tapi shalatlah seperti Nabi Muhammad. Ustadz-ustadzah hanya menyampaikan caranya seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi,” ujarnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni