PWMU.CO – Ketidakadilan sosial yang muncul di Indonesia dengan berbagai indikatornya, seungguhnya menjadi akar masalah yang mengganggu keseimbangan nasional. Kemajemukan, kebhinekaan, dan kerukunan nasional akan sulit tegak dengan sejati jika terdapat ketidakadilan sosial.
Demikian salah satu pokok pikiran yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Din Syamsuddin saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Pra Tanwir Muhammadiyah 2017 di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Umsida, (18/2). Menurut Din, ketidakadilan sosial akan menganggu kemajemukan, kebhinekaan dan kerukunan nasional.
“Tidak mungkin bangsa ini rukun kalau 1 persen penduduk negeri ini menguasai 41 persen aset nasional. Tidak mungkin negeri ini akan damai, akan mengamalkan kebhinekaan yang sejati kalau ada segelintir orang yang menguasai,” jelas Din dalam seminar bertemakan ‘Kedaulatan dan Keadilan Sosial untuk Indonesia Berkemajuan’ itu.
(Baca juga: Kiblat Bangsa Melenceng, Din Syamsuddin Ajak Muhammadiyah Meluruskannya)
“Kebhinekaan, kamejmukan dan kerukunan nasional itu akan tegak jika ada keadilan sosial,” tegas Din. Dalam kesempatan itu, Din juga memaparkan berbagai ketidakadilan sosial sambil membeberkan data 1 % penduduk yang menguasai 41 % aset nasional dan juga adanya jurang hingga 4.477 % tentang penyaluran kredit perbankan antara penguasa kecil dan besar.
Detail lengkap dua ketidakadilan sosial ini sebelumnya juga telah disampaikan oleh Din Syamsuddin dalam konsolidasi Muhammadiyah Jawa Timur di Surabaya, (11/2). Adanya 1% penduduk menguasai 40 % aset nasional bisa dibaca pada tautan: Din Syamsuddin Pertanyakan Keadilan Sosial: Masak 1 Persen Orang Kuasai 50 Persen Aset Nasional?. Sementara adanya ketidakadilan kredit perbankan ini, penguasaan uang, dan keangkuhannya, bisa dibaca pada: Din Syamsuddin: Kasus Ahok Hanya Puncak Gunung Es, Masalah di Bawahnya Jauh Lebih Besar.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2005-2015 ini menambahkan, secara nyata jika ketidakadilan sosial itu membuat kalangan mayoritas di negeri ini, seperti umat Islam yang menjadi tidak berdaya.
(Baca juga: Pesan Din Syamsuddin untuk Bangsa Berkaitan dengan Ahok dan Kata Buya Syafii Maarif tentang Akar Masalah Ahok dan Ancaman 9 Naga)
“Maka posisi kelompok umat Islam yang tidak berkeadilan dalam tingkat nasional itu akan menggoyahkan keseimbangan nasional. Ini yang harus disadari oleh semuanya,” kata Din yang mengaku sudah berkali-kali menyampaikan problem ini ke berbagai stakeholder kebijakan negara.
“Jika posisi umat Islam tidak proporsional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara itu akan menggangu keseimbangan nasional,” lanjut Din. Karena itu, tambah Din, akar masalah inilah yang seharusnya dicari solusinya, bukan malah menghidupkan berbagai kerancuan dengan menuduh umat Islam sebagai antikebhinekaan dan antikerukunan.
(Baca juga: Din Syamsuddin: Ada Corporate Asing Ancam Akan Hancurkan Muhammadiyah dan Din Syamsuddin: Jangan Ada Imam Lain di Muhammadiyah Selain Ketua Umum PP)
“Tapi itu jangan dituduh antikebhinekaan, jangan dituduh antikerukunan,” kata Din sambil menyatakan bahwa akar masalahnya adalah ketidakadilan sosial yang demikian massif.
Yaitu adanya monopoli bidang tertentu dalam kehidupan berbangsa. Bukan hanya itu saja, monopoli ini ternyata juga mendominasi, bahkan ikut mendikte dalam berbagai kehidupan bangsa dan bernegara.
“Justru monopoli dalam kehidpan nasional bidang tertentu, apalagi monopoli yang mendominasi, apalagi monopoli yang mendominasi dan mendikte itulah yang antikebhinekaan, antikemajemukan, dan antikerukunan,” tegas Din. Masalah inilah yang seharusnya dicarikan solusinya agar tidak membahayakan keseimbangan nasional.
(Baca juga: Din Syamsuddin: Selain Penista Agama, Nahi Munkar juga Berlaku untuk Pendusta Agama)
Sebab, jika ketidakadilan sosial ini tidak segera diatasi, kata Din, reaksi umat Islam yang mayoritas di negeri ini pasti akan muncul. “Kehidupan ekonomi dan politik akan bereaksi,” jelas Din menegaskan.
Dus, sudah sepantasnya negara mesti membuat aturan perundang-undangan yang menguntungkan rakyatnya. Bukan malah memberikan peluang kepada pihak lain yang justru merugikan bangsanya sendiri. (dian)