Editing dan Pendidikan Menulis
Fatoni menegaskan, “Semua berita yang masuk ke meja redaktur pasti melalui proses editing. Tidak satu pun berita yang tidak diedit.”
Tugas editing itulah yang diemban oleh editor dan coeditor. Bedanya, coeditor hanya bisa mengedit dan mengolah tulisan agar sesuai SEO, tapi tidak bisa langsung upload karena harus dicek editor. Jika sudah layak terbit, terutama judulnya, maka editor yang mengunggah berita.
Seringkali dalam editing itu tercadi kemacetan karena ada proses feedback antara coeditor/editor dengan kontributor. “Kalau ada data berita atau foto yang kurang, coeditor atau editor klarifikasi ke kontributor hingga berita yang mereka sajikan layak terbit,” imbuhnya.
Itulah yang membuat penerbitan di PWMU.CO butuh waktu. Sebab mayoritas tulisan kontributor masih perlu ‘dijahit’ oleh editor/co-editor. Apalagi untuk memenuhi indikator SEO (search engine optimization atau pengoptimalan mesin telusur) juga perlu waktu. Dia mengungkapkan, di beberapa media online proses editing yang detil seperti di PWMU.CO ini tidak dilakukan sehingga proses upload-nya sangat cepat.
Tapi di PWMU.CO juga ada proses upload yang cepat, jika berita yang dikirim sudah bagus sesuai kaidah PWMU.CO sehingga hanya beberapa editing kecil yang dilakukan. Menurut Fatoni, hanya butuh 15 menit untuk membaca, menghijaukan indikator SEO, lalu meng-upload tulisan keren itu.
Tulisan seperti itulah, menurut Fatoni, yang diinginkan PWMU.CO sehingga bisa menghemat waktu dan energi editor. Karena itu, tak henti-hentinya dia meminta agar para kontributor naik kelas. Sementara untuk editing berita lainnya butuh paling cepat 30 menit atau rata-rata 1 jam untuk satu berita. Belum lagi jika harus menunggu kelengkapan data dari kontributor.
Liputan Dipuji Tokoh
Salah satu caranya, menurutnya, dengan rajin mencermati perubahan sebelum dan sesudah proses editing—yang di PWMU.CO dikenal dengan metode stabilo. Artinya, perubahan before and after editing ditandai dengan stabilo agar selanjutnya tulisan semakin baik. Fatoni mengungkapkan beberapa kontributor yang cepat naik kelas karena rajin menerapkan metode stabilo.
Fatoni yang bekerja sebagai General Manager Cakrawala Print menjelaskan dalam proses timbal balik saat editing itulah secara tidak langsung akan terjadi pendidikan menulis. Oleh karena itu Fatoni menyebut PWMU.CO sebagai ‘Sekolah Menulis’.
Menurut Sugeng Purwanto, dalam sekolah menulis itu, editor dan coeditor terkesan sebagai sosok editor killer. Sebab, beragam latar belakang relawan kontributor membuat persepsi itu muncul selama proses pendidikan literasi agar bisa menulis yang baik.
Fatoni menambahkan, banyak kontributor yang kini mahir menulis berita berangkat dari nol. Beberapa kontributor yang awalnya mengirim berita layaknya kirim SMS—yakni bagian per bagian, bukan sebagai naskah utuh—kini menjadi penulis andal. Bukan hanya cakap menulis berita tapi juga oponi atau karya fiksi. Bahkan ada yang menjadi pembicara di beberapa pelatihan menulis.
Yang menarik, liputan beberapa kontributor PWMU.CO dipuji oleh para tokoh seperti Prof Din Syamsuddin atau Prof Abdul Mu’ti. Lulusan Pendidikan Biologi FPMIP IKIP Surabaya itu menambahkan, PWMU.CO lebih suka menerbitkan berita produksi sendiri dari para ‘murid’ daripada berita rilis yang dikirim oleh lembaga lain. Sebab selain unik, berita hasil produksi sendiri memiliki makna yang penting sebagai proses pendidikan.
Baca sambungan di halaman 3: Mudah Jadi Wartawan