Mudah Jadi Wartawan
Proses pendidikan di Sekolah Menulis PWMU.CO dirasakan kontributor asal Lamongan Zulfatus Salima. Perempuan yang sehari-harinya mengajar di Pondok Karangasem Paciran itu mengaku lumayan sering mendapat kritikan atas tulisan yang dia kirimkan. Kritikan itu, lanjutnya, justru membuat Zulfa—sapaannya—semangat belajar menulis.
Salah satu pelajaran berharga yang paling Zulfa ingat sampai sekarang dari sekolah menulis PWMU.CO yakni tentang foto. “Ingat banget dibilang ‘Manajemen foto buruk’,” ujarnya saat mengenang foto yang dia kirim ke WhatsApp admin jelek dan lama.
Tak hanya itu, Zulfa yang saat kuliah di UM Yogyakarta sudah terbiasa ikut liputan bersama dosennya itu, saat bergabung jadi kontributor PWMU.CO pun banyak belajar menempatkan kata dan kalimat agar lebih enak dibaca. “Walaupun suka nulis di blog, ternyata kalimat yang enak dibaca berbeda dengan di PWMU.CO,” jelas dia (1/8/22).
Meski baru menjadi kontributor PWMU.CO pada akhir tahun 2021, kini kualitas tulisannya semakin membaik, sehingga kritikan editor itu sudah jarang dia peroleh. “Awalnya takut, Alhamdulillah sudah terbiasa. Sekarang sudah jarang dimarahi,” imbuh perempuan yang memang hobi menulis sejak dia di pondok.
Hingga kini, Zulfa masih istikamah mengirim berita di PWMU.CO karena kemudahannya. Berangkat dari memberitakan kegiatan di tempat kerjanya (pondok), lalu kirim naskahnya lewat WhatsApp, Zulfa sudah bisa mewujudkan keinginan terpendamnya menjadi wartawan.
“Memang dulu cita-citanya jadi wartawan tapi tidak boleh sama orangtua karena riwa-riwi,” tuturnya.
Eksklusivitas Liputan Haji
Lain lagi dengan kontributor PWMU.CO asal Bawean Kemas Saiful Rizal yang kini sedang naik haji. PNS Pemkab Gresik yang menjabat Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sangkapura itu rajin menulis dari Tanah Suci. “Di tengah keluangan, gak mikir pekerjaan,” kelakarnya.
Bahkan batuk pilek ringan dan ketakutan sang istri konsentrasi ibadah hajinya terganggu pun tak menggoyahkan semangat Kemas—sapaannya—untuk liputan langsung dari Mekah dan Madinah. “Semangat menulis saya tidak tertahankan, akhirnya istri membiarkan,” ungkapnya.
Padahal, saat itu, dia juga sambil khusus mendoakan bapak mertuanya di Gresik yang sedang masuk Rumah Sakit Semen Gresik. Sebab, Kemas yakin, banyak hal baik untuk diberitakan dari dua Kota Suci itu. “Eman kalau dilewatkan dan tidak dibagi buat orang lain,” terangnya.
Selain itu, dia ingin punya kenangan tertulis saat menjalankan ibadah haji pertamanya. Dia menegaskan, “Kali pertama ini menginjakkan kaki di Mekah dan Madinah!”
Meski tak ada permintaan secara eksplisit dari redaktur PWMU.CO kepadanya, Kemas awalnya tergerak menulis setelah membaca berita-berita yang Fatoni tulis saat berhaji tahun 2017. “Dikirim semua ke saya dan itu sangat menginspirasi saya untuk juga menulis!” ujarnya lewat pesan WhatsApp dari Masjid Nabawi (1/8/22).
Berdasarkan perhitungannya, dia sudah menulis sekitar 23 berita saat di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. “Target awal saya sehari satu berita. Kira-kira 40 berita. Entah terkejar atau tidak,” ujarnya yang kini telah menulis sekitar 25 berita.
Untuk mewujudkan targetnya itu, lanjut Kemas, biasanya dia langsung menulis konsep berita saat bertemu peristiwa dan narasumbernya. “Kalau soal Sekolah Islam Jeddah dan Pak Kasek itu saya endapkan 2-3 hari sampai informasinya lebih lengkap. Baru saya tulis,” imbuhnya.
Produktivitas Kemas dalam meliput ibadah haji tak lepas dari proses pendidikan menulis di PWMU.CO. Seperti yang pernah dia sampaikan ke Fatoni. “Terima kasih, ini semua berkat PWMU.CO,” ujarnya di suatu kesempatan.
Prestasi menulis Kemas di Tanah Suci, menurut Fatoni, adalah bagian dari impact Sekolah Menulis PWMU.CO. Meski sebagian kontributor merasa editornya killer, tapi manfaat yang didapatkan kontributor baru terasa ketika di lapangan.
“Di mana dan kapanpun, para kontributor bisa menulis peristiwa,” kata Fatoni yang merasa bangga dengan para kontributor PWMU.CO, Rabu (3/7/2022).
Liputan PWMU.CO di Tanah Suci oleh dua kontributor: Kemas dan Ichwan Arif layaknya liputan media mainstream seperti Kompas. Yang Fatoni syukuri, PWMU.CO tak perlu membiayai wartawan untuk secara khusus meliput ibadah haji.
Baca sambungan di halaman 4: Terus Besarkan PWMU.CO