PWMU.CO– Nikmat kautsar menjadi bahasan Pengajian Ahad Pagi PDM Kota Probolinggo di Graha Ahmad Dahlan, Ahad (7/8/2022).
Mengundang pembicara Dr H Sam’un MAg, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya. Sebelumnya juga mengisi kajian Subuh di Masjid al-Amin Kota Probolinggo.
Ustadz Sam’un mengupas tafsir nikmat kautsar dalam surat al-Kautsar. Dia menjelaskan, nikmat katsir itu jika kita mempunyai harta benda yang jumlahnya banyak. Sedangkan jika jumlahnya lebih banyak lagi, namanya aktsar.
”Kalau kekayaannya banyak sekali serta variatif, dinamakan kautsar. Meskipun kita saat ini sedang dihadapkan pada situasi pandemi Covid-19, nikmat Allah itu tetaplah kautsar bagi kita,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini didasarkan pada surat al-Kautsar. Biasanya surat ini dijadikan dalil untuk ibadah udhiyah. Sehingga manusia itu harus meyakini bahwa nikmat yang Allah berikan adalah kautsar.
Kemudian manusia wajib mensyukurinya dengan fasholli, beribadahlah kepada Allah, gunakanlah nikmat kautsar untuk mengibadahi hanya kepada Allah, dan jadikanlah al-kautsar itu untuk mensyukuri karunia Allah dengan sikap bertakbir bukan takabur.
”Walitukmilul iddata, walitukabbiru Allahu ala maa hadakum. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan lalu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” katanya.
Nikmat Iman
Ustadz Sam’un menyampaikan, nikmat yang mahal dan perlu kita syukuri adalah nikmat iman. Karena mahal inilah, maka manusia diancam dikepung oleh iblis dari berbagai arah, seperti disebut surah al-A’raaf ayat 17:
ثُمَّ لَءَاتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَٰنِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَٰكِرِينَ
Kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau (Allah) tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.
”Sejatinya kita adalah orang yang kaya, jika kita adalah orang-orang yang beriman dan berprinsip bahwa kaya miskin bukan semata-mata ukurannya harta. Tetapi nilainya harta digunakan dalam kebaikan,” ujarnya.
Pria asal Lamongan ini menyitir surah Ali Imran ayat 91:
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَن يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِم مِّلْءُ ٱلْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ ٱفْتَدَىٰ بِهِۦٓ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُم مِّن نَّٰصِرِينَ
Sungguh orang-orang yang kafir dan mati dalam kekafiran, tidak akan diterima (tebusan) dari seseorang di antara mereka sekalipun (berupa) emas sepenuh bumi, sekiranya dia hendak menebus diri dengannya. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang pedih dan tidak memperoleh penolong.
Dia menegaskan, iman perlu diyakini dengan sepenuh hati dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. ”Dalam teori ushul fiqih, orang yang tidak percaya namanya kufrun sedangkan orang yang percaya itu namanya mukminun. Namun tidak berhenti di sini saja, wajib juga diyakini,” jelasnya.
Dia menambahkan, kualifikasi yakin menurut Prof Dr Hamka dalam buku Tasawuf Modern terbagi jadi tiga yaitu: paling bawah adalah ilmul yaqin, kemudian haqqul yaqin, paling atas adalah ainul yaqin.
Liberal Sekuler
Dia menyampaikan, saat ini kita memasuki era proxy war. Perang tak kasat mata. Paham liberalisme dan sekularisme berkembang secara masif. Agama sering dinarasikan harus dipisahkan dari kegiatan dagang, berpolitik, dan lainnya.
Salah satu contoh, kata dia, Indonesia negara pemasok CPO terbesar tapi mengalami kelangkaan minyak goreng hingga harganya mahal.
Dia menyimpulkan, bisnis liberal yang penting profit, perkara rakyat terdampak, tidak jadi soal. “Jika agama dipisahkan dari dagang, politik, maka arahnya jauh dari kata maslahat melainkan mendekati kepada kezaliman,” tandasnya.
Dia menyebut, dalam sejarah Islam Abu Bakar dan Umar bin Khaththab ini adalah pedagang, pebisnis, ketika menjadi politisi berbuat banyak untuk kesejahteraan rakyat.
Lantas dia menyebut artikel Human Development Index. Khusus tingkat kesopanan manusia, Indonesia yang mayoritas muslim masih kalah dengan Malaysia, Brunei Darussalam, ataupun Singapura. Terlebih kesopanan dalam bermedsos. Medsos Indonesia, ujar dia, ternyata 27% berisi ujaran kebencian, 47% hoax, 13% diskriminasi.
”Padahal banyak dalil yang dipegang oleh muslim bahwa sesama muslim itu bersaudara, prasangka buruk itu seperti memakan bangkai saudaranya sendiri, apalagi menciptakan hoax. Dengan laporan data ilmiah ini dan demografis Indonesia yang mayoritas muslim, harusnya membuat kita mengelus dada,” ujarnya.
Pergeseran kehidupan sosial juga terjadi di ranah rumah tangga. Perceraian meningkat. Terbanyak menggugat adalah pihak istri. Menurut sebuah konsultan keluarga sakinah, dia menceritakan, terjadi juga yang namanya pertukaran pasangan suami-istri.
Pernikahan seperti ini dinamakan pernikahan mubadalah yang pada zaman jahiliyah dulu terjadi dan sekarang terulang kembali dengan bebas. ”Makanya tugas kita, Muhammadiyah adalah berdakwah dengan tujuan mengubah masyarakat yang biadab menjadi masyarakat yang beradab. Gerakan dakwah ini tidak boleh berhenti tetapi harus terus menerus digalakkan,” ujarnya.
Penulis Ahmad Qori’ Ulul Albab Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post