Jangan Saling Menyalahkan
Peristiwa itu, menurut dia, menjadi pelajaran apabila menemukan perbedaan pendapat yakni menyikapinya dengan wajar tanpa harus menyalahkan satu dengan yang lainya.
“Karena kita ini manusia bisa sama dan juga bisa berbeda-beda. Lain dengan robot yang bisa ‘disetel’ sama terus sesuai dengan instruksi remot atau program yang dibuat,” ujarnya.
“Sehingga perbedaan pendapat itu biasa dan jika beda pendapatan itu luar biasa,” candanya di depan jamaah.
Ali Trigiyatno lalu menyampaikan ilustrasi kenapa fikih itu berbeda-beda. “Ilustrasinya mudah saja,” kata dia sambil memnyampaikan perumpamaan:
“Misalnya saya mengundang empat orang tukang kayu. Saya mengibaratkan al-Quran dan hadits itu sebagai kayu utuhnya yang belum diolah. Kemudian empat tukang kayu tadi saya minta membuat lemari dalam waktu satu bulan.
Pertanyaan saya apakah hasilnya sama persis? Hampir pasti tidak sama hasil lemarinya. Tapi keempat tukang kayu tersebut mengakui bahwa mereka telah membuat lemari meskipun hasilnya tidak sama.”
Ali Trigiyatno menegaskan, perbedaan lemari tersebut tergantung pada petunjuk yang didapatkan oleh tukang kayu. Semakin detail maka semakin sama hasil lemarinya. Sebaliknya, semakin global petunjuknya maka semakin besar pula perbedaan lemarinya.
“Maka dari itu perbedaan itu tidak menjadi masalah dan di dalam Muhammadiyah itu sudah ada Majlis Tarjih dan Tajdid,” ujarnya.
Majelis ini mentarjih, yakni memilih salah satu pendapat yang diunggulkan. Dan itulah yang dipegang oleh warga persyarikatan Muhammadiyah. “Makanya di Majelis Tarjih itu mencari dalil yang paling kuat, yang maslahat, dan tidak mencari yang ringan-ringan,” jelasnya.
Baca sambungan di halaman 3: Literal Vs Komprehensif