Peran Real
Berbeda dengan pemikiran pembaharu Islam yang telah membangun organisasi Islam yang ada di Indonesia, yang menurut Saad jauh lebih memiliki peran real di kehidupan umat dan bangsa.
“Persis misalnya, al-Isryad, NU, (dan tentu Saja Muhammadiyah) adalah sebuah gerakan yang tidak cukup merasa puas berhenti pada pemikiran-pemikiran tapi secara real memberikan sumbangan besar pada umat, bangsa dan kemanusiaan,” jelasnya.
Menurut Saad, perjuangan para pendiri organisasi Islam tersebut memiliki nilai tersendiri.
“Ada hikmatul ummah, ada hikmatun nafs,” tuturnya.
Saad melanjutkan, “Demikian pula Aisyiyah, Muslimat, dan lain sebagainya, tidak berhenti pada level pemikiran, melainkan berperan nyata untuk membangun peradaban,” terangnya.
Oleh karena itu, menurut Saad, jika Aisyiyah hadir untuk membangun peradaban utama maka perlu menelusuri peradaban Islam yang disebut sebagai the golden age of history atau zaman keemasan sejarah.
“Bahwa dulu peradaban dunia pernah ditunjukkan oleh Islam sebagai the golden age of history dan itu bertahan sampai 500 tahun tapi kemudian pelan-pelan redup digantikan peradaban Barat. Tapi kemudian peradaban yang dbangun Barat kehilangan relasinya secara teologis sehingga menjadi sekuler meskipun modern,” terangnya.
Ia melanjutkan, “Maka kehadiran Muhammadiyah, Aisyiyah, Muslimat, ini adalah bibit-bibit yang disebarkan oleh Allah untuk melahirkan kembali the golden age of history. Sehingga peradaban tidak menjadi peradaban sekuler tapi peradaban berbasis teologis,” terangnya.
Saad mencontohkan bahwa upaya mewujudkan peradaban utama telah dilakukan oleh ‘Aisyiyah.
“Di Jawa timur itu Aisyiyah punya sekolah 2000 lebih jadi ini salah satu bagian dari mewujudkan peradaban utama,” tandasnya.
Editor Mohammad Nurfatoni