PWMU.CO– Shalat menurut Quran menjadi bahasan Ngaji Reboan yang disampaikan oleh Mahsun Djayadi, Direktur Ma’had Umar bin Khattab di Masjid Nurul Islam Banyuurip Kidul VI Surabaya, Rabu (24/8/2022) bakda Magrib.
Mahsun Djayadi mengatakan, shalat harus ada ruhnya dengan memahami gerakan dan makna bacaan dengan benar. ”Shalat yang benar harus bisa menghidupkan, menjaga, memberikan nilai, dan kemuliaan terhadap shalat dalam kehidupan di tengah masyarakat,” kata dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.
Menurut dia, shalat menurut Quran ada tiga frase yang digunakan Allah. Pertama, menggunakan frase qadha al-shalat
فَاِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلٰوةَ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِكُمْ ۚ فَاِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ ۚ اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An-Nisa’ ayat 103).
”Pada ayat ini yang dimaksud dengan qadha al-shalat adalah menyudahi dan mengakhiri shalat sebagai sebuah ibadah personal,” ujarnya.
Kedua, menggunakan frase qiyam.
اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْۚ وَاِذَا قَامُوْٓا اِلَى الصَّلٰوةِ قَامُوْا كُسَالٰىۙ يُرَاۤءُوْنَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ اِلَّا قَلِيْلًاۖ
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (An-Nisa’ ayat 142).
”Pada ayat ini yang dimaksud dengan qiyâm (mendirikan shalat) adalah menyiapkan diri untuk mengerjakan shalat sebagai ibadah personal,” katanya.
Ketiga, menggunakan frase ityan al-shalât.
وَمَا مَنَعَهُمْ اَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقٰتُهُمْ اِلَّآ اَنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللّٰهِ وَبِرَسُوْلِهٖ وَلَا يَأْتُوْنَ الصَّلٰوةَ اِلَّا وَهُمْ كُسَالٰى وَلَا يُنْفِقُوْنَ اِلَّا وَهُمْ كٰرِهُوْنَ
Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan, (At-Taubah ayat 54).
Dijelaskan, pada ayat ini yang dimaksud dengan ityan (dari akar kata : ataa-yu’ti) adalah menyiapkan diri untuk mengerjakan shalat sebagai ibadah personal.
”Dari tiga frase tersebut, ungkapan iqomah al-shalah atau aqimush-shalah merupakan ungkapan tertinggi atas pengerjaan shalat bagi setiap muslim,” tandasnya.
Iqamah al-shalat ini bertautan bahwa orang-orang beriman tidak hanya dirinya yang menunaikan shalat, melainkan senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk mengukuhkan hubungannya dengan Allah swt dan hubungan ini tersambung di mana pun ia berada.
”Dalam tafsir al-Mizan disebutkan, iqamah bermakna mendirikan dan menegakkan segala sesuatu sedemikian rupa sehingga seluruh efek yang ditimbulkannya dapat dirasakan dan tiada satu pun efek dan khasiatnya yang tersembunyi; seperti menegakkan keadilan, menegakkan sunnah, menegakkan shalat, menegakkan kesaksian, menegakkan hukum, menegakkan agama dan lain-lain yang semakna,” tuturnya.
Hubungan Shalat dengan Kemenangan
Menegakkan shalat dengan merebut kemenangan itu ada hubungan yang signifikan. Artinya, bagi seseorang yang sungguh-sungguh menegakkan shalat dengan sempurna, niscaya kemenangan akan segera diraihnya.
”Sejarah Nabi telah menjadi bukti. Sementara kita harus meniru Nabi, termasuk dalam shalat ini,” katanya.
Ada sebuah rumus perjuangan berlaku dalam kehidupan ini. Semakin berat derita yang diterima berarti semakin dekat kemenangan itu. Semakin besar tekanan musuh, berarti semakin mudah meledak menjadi kekuatan.
مَسَّتۡهُمُ الۡبَاۡسَآءُ وَالضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُوۡا حَتّٰى يَقُوۡلَ الرَّسُوۡلُ وَالَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَهٗ مَتٰى نَصۡرُ اللّٰهِؕ اَلَاۤ اِنَّ نَصۡرَ اللّٰهِ قَرِيۡبٌ
Mereka telah ditimpa oleh bencana dan malapetaka serta kegoncangan yang hebat, sehingga Rasul dan orang-orang yang bersamanya berseru, Kapan pertolongan Allah datang. Ingatlah bahwa pertolongan itu dekat. (Al Baqarah: 214)
Dikatakan, shalat tidak hanya dalam gerak lahirnya, tapi lebih dari itu adalah gerak batinnya. Seseorang seringa sangat sensitif terhadap kesalahan “lahir shalat” (struktural/gerakan shalat), tapi sering kurang peka terhadap kesalahan batin shalat. umat sering pecah dan bertikai hanya gara-gara seseorang dianggap keliru dalam salah satu gerakan shalat, tapi diam saja manakala melihat orang shalat dalam keadaan bermalas-malasan, banyak ngelamun, dan sedikit konsentrasi.
”Akibatnya, bukan kemenangan yang bisa kita raih, malah pertikaian yang datang bertubi-tubi. Umat menjadi pecah, kekuatan Islam berantakan. Sesama Muslim mudah diadu domba,” ujarnya.
Shalat Nabi
Dia menegaskan, shalat yang benar adalah shalat yang mencontoh Nabi Muhammad saw. Bagaimana shalat Nabi? Shalat Nabi adalah shalat yang menghasilkan kemenangan, baik yang berskala pribadi, keluarga, masyarakat, negara.
Secara internal pribadi muslim minimal shalat itu menghasilkan ketentraman jiwa, sebab inti shalat adalah dzikir kepada Allah. Sedangkan dzikir kepada Allah itu menghasilkan ketentraman jiwa.
اَلَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَتَطۡمَٮِٕنُّ قُلُوۡبُهُمۡ بِذِكۡرِ اللّٰهِؕ اَلَا بِذِكۡرِ اللّٰهِ تَطۡمَٮِٕنُّ الۡقُلُوۡبُ
Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. (Ar-Ra’du ayat 28).
“Tidak ada dalam bahasa Arab suatu kata yang bermakna terkumpulnya kebaikan dunia dan akhirat, yang lebih baik, melebihi kata al-falaah tersebut,” kata Mahsun mengakhiri penjelasan perintah shalat menurut Quran.
Penulis Jahja Shalahuddin Editor Sugeng Purwanto