Gali Keistimewaan, Obati Kesedihan
Selain itu, harapannya, buku yang menggali keistimewaan di sekolah Muhammadiyah ini mengobati kesedihan karena sekolah Muhammadiyah tidak masuk 100 besar UN dan UTBK. Sebab menurutnya, sekolah Muhammadiyah tidak hanya dilihat dari UN dan UTBK saja. “Akhlaknya itu harus diakui!” tegasnya.
Dia lantas mengajak peserta optimis sekolahnya adalah sekolah Muhammadiyah yang kaya. “Insyaallah yang hadir di sore hari ini adalah sekolah madrasah Muhammadiyah yang kaya, yang kita ajak membiayai lahirnya buku Sekolah Istimewa Muhammadiyah. Saya kira ini memberi sejarah yang luar biasa!” ujarnya.
Dalam penutupan itu, Pemimpin Redaksi (Pemred) Matan Ainur Rafiq Sophiaan juga memotivasi para penulis dari 49 sekolah terpilih di angkatan I maupun II. Dia menyatakan, “Penulis apapun, seperti wartawan, itu di depan sejarawan karena sejarawan menulis yang sudah pernah ditulis oleh penulis atau wartawan.” Ini seperti yang pernah dia katakan kepada Prof Aminuddin Kasdi, sejarawan senior dari Unesa.
Dia lantas menekankan, “Jadi Njenengan ini menulis sesuatu yang nanti akan menjadi riset para sejarawan.”
Kemudian dia juga memotivasi para penulis agar senantiasa semangat menulis. Setelah ini misal menulis opini wawasan pendidikan bertema aktual. “Kita niati dari awal Matan itu sekaligus media pembelajaran bagi teman-teman, tempat aktualisasi literasi, kemampuan menulis,” ungkapnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni