Dakwah Anak Jalanan
Selanjutnya Warsono memaparkan bentuk dakwah kepada anak-anak jalanan.
“Kita sinergi dengan Kemnaker (Kementerian Tenaga Kerja), karena anak jalanan ini 80 persen mereka tidak sekolah. Anak jalanan pemikirannya berbalik dengan kita. Mereka berfikir bekerja untuk orang tuanya, bukan orang tua yang bekerja untuk anak,” terangnya.
Ia mencontohkan ketika ada anak jalanan yang sakit, maka orang tuanya tidak membolehkan dibawa ke rumah sakit.
“Karena semakin mereka sakit, semakin banyak orang iba,” ungkapnya.
Warsono memaparkan berdakwah kepada kalangan anak jalanan memiliki tantangan tersendiri.
“Risikonya memang besar, modal kita juga besar. Karena mengumpulkan mereka juga tidak mudah. Mereka penghasilannya minimal 200-250rb, namun mereka tidak pernah punya apa-apa, mengapa? Karena gaya hidup mereka,” terangnya.
Ia lantas mengungkapkan bahwa anak jalanan dan orang tuanya memiliki gaya hidup yang tinggi.
“Kita pernah usahakan untuk direlokasi ke rusun romokalisari. Tapi mereka kembali lagi. Kenapa? Karena biaya hidup mereka besar, gengsi mereka besar. Mereka setiap hari makannya selalu beli, sehari bisa empat kali. Mereka punya arisan, satu orang Rp 60 ribu per hari,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia mengungkapkan bahwa LDK bersinergi dengan berbagai pihak.
“Makanya kami bersinergi dengan siapapun,” tegasnya.
Warsono juga mengungkapkan bahwa yang ditangani tidak hanya warga kota Surabaya.
“Meskipun bukan warga kota surabaya namun itu akan menjadi beban di kota kita,” terangnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni