BLT, Bantuan Langsung Telas dan Dampak Berantai Kenaikan BBM; Kolom oleh Prima Mari Kristanto, akuntan berkantor di Surabaya.
PWMU.CO – Seorang bapak penarik becak di Yogyakarta menyerahkan uang senilai Rp 300 ribu jatah BLT (bantuan langsung tunai) miliknya ke masjid melalui takmir. Artinya dalam sekejap uang BLT tersebut langsung habis atau telas, tetapi si bapak tukang becak merasa ikhlas dan puas.
Kisah tersebut bukan dongeng, bukan sulap, juga bukan sihir, tetapi sebuah kisah nyata yang dituturkan Takmir Masjid Jogokariyan Yogyakarta. Sang takmir kaget karena uang BLT tersebut diserahkan bulat-bulat tanpa dikurangi sepeser pun.
Demikian fenomena penerima BLT pemerintah di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah, rupa-rupa pemanfaannya, ada yang produktif ada juga yang konsumtif.
“Sayang sekali pemerintah tidak menyebut hal-hal produktif apa yang bisa dilakukan dengan dana senilai Rp 150 ribu per bulan.”
BLT kembali menjadi program “unggulan” pemerintah sebagai kompensasi kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) baru-baru ini. Sasaran BLT antara lain buruh dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah sebagai insentif atau tambahan upah. Sebagai pengantar, pemerintah melalui Presiden Jokowi berpesan agar dana BLT digunakan sebaik-baiknya untuk hal-hal produktif, bukan konsumtif.
Sayang sekali pemerintah tidak menyebut hal-hal produktif apa yang bisa dilakukan dengan dana senilai Rp 150 ribu per bulan, meskipun diberikan dalam jumlah Rp 600 ribu di depan untuk empat bulan. Di tengah kenaikan harga-harga yang sebagaimana biasanya ikut naik jika ada kenaikan harga BBM, maka penggunaan dana BLT untuk konsumtif lebih realistis.
Dana BLT untuk kegiatan produktif sepertinya lebih tampak dalam perilaku bapak penarik becak pada kisah di atas. Produktif di hadapan Allah insyaallah, sementara untuk kebutuhan nafkah selanjutnya, bapak penarik becak tersebut percaya pada Allah ar-Razaq Sang Pemberi Rezeki. Usut punya usut ternyata menurut takmir masjid, bapak penarik becak tersebut merasa berterima kasih pada Allah dan takmir masjid karena diperbolehkan transit dari kampungnya yang jauh untuk mandi, shalat, istirahat, dan ganti baju sebelum menarik becak di kota Yogyakarta.
Bapak penarik becak berpikir bahwa masjid tersebut telah memberikannya semangat hidup dan semangat kerja lebih produktif. Barangkali dana BLT tersebut dianggapnya sebagai investasi atau utang budi pada Allah Azza wa Jalla dan pengelola masjid.
Dampak Berantai Kenaikan BBM
Kenaikan harga BBM untuk kesekian kalinya akan membawa dampak berantai (multiflier effect) kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Sektor produksi dan distribusi atau transportasi masih sangat mengandalkan angkutan yang menggunakan bahan bakar minyak baik sektor darat, laut, udara. Kenaikan harga BBM seiring dengan meningkatnya laju inflasi sudah pasti menghasilkan kelompok masyarakat miskin baru, atau masyarakat miskin yang bertahan dalam kemiskinannya karena penghasilannya tidak mampu mengejar laju kenaikan harga.
Banyak pihak menyayangkan kenaikan harga BBM dilakukan di tengah inflasi pangan yang terjadi sebelum kenaikan harga BBM saja menurut Gubernur Bank Indonesia mencapai sepuluh persen. Masih menurut Gubernur Bank Indonesia, batas wajar inflasi pangan ada pada angka lima persen.
Inflasi atau kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sebagai sesuatu yang alami mengingat jumlah penduduk yang semakin meningkat, sementara produksi pangan seringkali ada gangguan cuaca, hama dan sebagainya. Namun demikian tugas negara atau pemerintah menjaga stabilitas harga pangan dan kebutuhan pokok sebagai kewajiban dalam usaha memajukan kesejahteraan umum.
“Subsidi sebagai hak rakyat, wujud kasih sayang negara pada masyarakat yang telah membayar pajak dan ikut serta dalam kerja-kerja memajukan ekonomi negaranya.”
Selain memajukan kesejahteraan umum, kewajiban pemerintah juga melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dari serangan pasar bebas. Sungguh disayangkan jika pemerintah seringkali berlindung di balik kata “harga keekonomian”, sebuah kata-kata yang mencerminkan kekalahan pada mekanisme pasar bebas.
Sudah takdirnya mekanisme yang bekerja dan bermain dalam sektor ekonomi saat ini adalah mekanisme pasar, permintaan dan penawaran saling memengaruhi dalam membentuk harga. Tetapi masing-masing negara memiliki hak dan kewajiban melindungi ekonominya dari mekanisme pasar yang liberal, bebas tanpa terkendali, di mana pemilik modal besar selalu dimenangkan.
Subsidi sebagai hak rakyat, wujud kasih sayang negara pada masyarakat yang telah membayar pajak dan ikut serta dalam kerja-kerja memajukan ekonomi negaranya. Tidak selayaknya masyarakat dianggap beban, apalagi muncul istilah subsidi membuat masyarakat manja. Atau istilah lainnya yang cenderung menyudutkan pemilik kendaraan sebagai penerima subsidi terbesar.
Mengapa Hanya Rp 150 Ribu
Delapan tahun pemerintahan Presiden Jokowi, masyarakat terpukau dengan kemajuan sektor infrastruktur terutama semakin banyaknya ruas jalan tol baru. Awal periode pemerintahan pada tahun 2014 dikenal dengan slogan kerja kerja dan revolusi mental. Kemajuan sektor infrastruktur terutama jalan tol otomatis membuat mobilitas masyarakat pengguna kendaraan roda empat meningkat, penjualan kendaraan dan konsumsi BBM juga pasti meningkat.
Pemerintah telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sebagai salah satu keberhasilan pembangunan periode Jokowi. Pemilik kendaraan, pengguna jalan tol, dan konsumsi BBM yang semakin meningkat berarti ikut andil mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi.
Kembali ke BLT, sejauh ini hitungan nilai satuannya tidak jelas, kenapa harus Rp 150 ribu sebulan dan hanya empat bulan saja diberikan? Nilai yang hampir tidak mungkin membantu masyarakat berpenghasilan rendah naik beralih status menjadi warga sejahtera. BLT hanya bermanfaat untuk meredam dampak psikologis di tengah masyarakat berpenghasilan rendah, setelah itu mereka kembali ke realitas kehidupan sehari-hari yang semakin berat akibat tekanan inflasi kenaikan harga-harga bahan pokok.
“Masyarakat bukan beban pembangunan, melainkan aset yang ikut mendorong pertumbuhan ekonomi masa kini dan masa depan.”
Masyarakat tidak terlalu membutuhkan bantuan tunai langsung habis alias telas dalam sekejap. Yang paling dibutuhkan masyarakat—baik berpenghasilan cukup atau berpenghasilan rendah—adalah penyediaan fasilitas-fasilitas yang bisa mendorong masyarakat lebih produktif dalam bekerja atau berwirausaha.
Harga BBM telah dinaikkan pemerintah Presiden Jokowi. Kabar baiknya adalah beliau biasa dengan mudah meralat keputusan yang telah dibuat. Semoga kenaikan harga BBM bisa diralat demi meringankan beban masyarakat di tengah kenaikan harga pangan yang lebih dulu meningkat.
BLT hanya memberi manfaat sesaat, bahkan seperti tidak terlalu dibutuhkan masyarakat, buktinya seorang penarik becak dengan ringan menyerahkannya ke takmir masjid sebagai infaq. Seorang penarik becak yang shalih lebih percaya pada Allah, bukan BLT sebagai penolong bagi diri dan keluarganya.
Barangkali pemerintah bisa bersikap serupa penarik becak yang bersandar pada Allah sebagai pemberi rezeki, atau bersikap sebagaimana takmir masjid yang ikhlas melayani jamaah sehingga merasakan kas masjid yang tidak pernah kering.
Rakyat yang merasa terfasilitasi oleh pemeritahnya insyaallah siap memberikan yang terbaik untuk negaranya. Masyarakat bukan beban pembangunan, melainkan aset yang ikut mendorong pertumbuhan ekonomi masa kini dan masa depan.
Subsidi tepat sasaran untuk pemenuhan pangan, gizi, pendidikan, kesehatan, energi, sarana produksi dan sarana kerja murah, terjangkau lebih dibutuhkan daripada BLT yang diberikan asal-asalan. (*)
BLT, Bantuan Langsung Telas dan Dampak Berantai Kenaikan BBM; Editor Mohammad Nurfatoni