Azyumardi Azra, Cendekiawan Muslim Penulis Buku Jaringan Ulama Itu Wafat; liputan Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Ketua Dewan Pers, Prof Azyumardi Azra, meninggal dunia, Ahad (18/9/2022), setelah tiga hari menjalani perawatan di Rumah Sakit Serdang, Selangor, Malaysia. Mengutip Kompas.id Azyumardi Azra berada di Malaysia untuk menghadiri sebuah seminar internasional bertajuk “Kosmopolitan Islam, Mengilham Kebangkitan, Meneroka Masa Depan”.
Prof Din Syamsuddin menyatakan kehilangan atas kepergian Azyumardi Azra ke rahmatullah. “Kepergian almarhum merupakan kehilangan bagi bangsa Indonesia dan Dunia Islam,” ujarnya pada PWMU.CO, Ahad sore.
Menurut Din Syamsuddin, Azyumardi Azra adalah cendekiawan muslim yang telah menebar hikmah kebijaksanaan, dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi pembangunan peradaban utama di Dunia Islam.
“Saya mengenal almarhum sebagai teman seangkatan di IAIN (kini UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, dan sama-sama dikirim belajar ke Amerika Serikat untuk Program Magister dan Doktor,” ungkap Din Syamsuddin.
Menurut Din Syamsuddin, almarhum juga pernah bersama dia di Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia sebagai Wakil Ketua. “Kami juga sedang merancang peresmian World Fulcrum of Wasatiyyah Islam (Poros Dunia Wasatiyyat Islam) pada bulan November nanti, sebagai upaya untuk mengarusutamakan prinsip jalan tengah dari Indonesia ke Dunia Islam. Almarhum bersedia menjadi Wakil Ketua Dewan Eksekutif Poros Dunia,” terangnya.
“Semoga segala ilmu pengetahuan dan pencerahan yang telah almarhum berikan menjadi amal jariah yang menghantarkannya ke jannatun na’im,” doanya.
Cendekiawan Muslim Ternama
Azyumardi Azra adalah cendekiawan Muslim Indonesia yang terkemuka. Dia pernah menjadi Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) periode 2005-2010; Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1998-2006; Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah periode 2006-2015; dan mendirikan jurnal studi Islam bernama Studia Islamika pada 1993. Pada tahun 70-an, dia menjadi wartawan Panji Masyarakat (1979-1985).
Sejumlah buku telah dia tulis. Yang sangat fenomenal adalah buku Jaringan Ulama (1994). Buku ini menjelaskan bagaimana jaringan ulama Nusantara terbentuk secara international. Di buku ini pula masuknya Islam di Indonesia ‘direvisi’: bukan dari Gujarat India melainkan dari langsung dari Tanah Arab.
Buku-buku lainnya, seperti ditulis Wikipedia, di antaranya: Pergolakan Politik Islam (1996); Islam Reformis (1999); Konteks Berteologi di Indonesia (1999); Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (1999); Esei-Esei Pendidikan Islam, dan Cendikiawan Muslim (1999); Renaisans Islam di Asia Tenggara (1999); Islam Substantif (2000); Historiografi Islam Kontemporer (2002); Paradigma Baru Pendidikan Nasional (2002); Reposisi Hubungan Agama dan Negara (2002); Menggapai Solidaritas (2002), dan Konflik Baru Antar Peradaban (2003).
Azyumardi Azra menjadi mahasiswa S1 di Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta pada 1982. Berkat beasiswa Fullbright, ia mendapatkan gelar Master of Art (MA) pada Departemen Bahasa dan Budaya Timur Tengah, Columbia University, New York, Amerika Serikat tahun 1988.
Ia memenangkan beasiswa Columbia President Fellowship dari kampus yang sama, tetapi Azyumardi Azra pindah ke Departemen Sejarah, dan memperoleh gelar MA pada 1989.
Pada 1992, Azyumardi Azra memperoleh gelar Master of Philosophy (MPhil) dari Departemen Sejarah, Columbia University tahun 1990, dan Doctor of Philosophy Degree dengan disertasi berjudul The Transmission of Islamic Reformism to Indonesia: Network of Middle Eastern and Malay-Indonesian ‘Ulama ini the Seventeenth and Eighteenth Centuries.
Azyumardi Azra menerima gelar kehormatan Commander of The Order of The British Empire dari Ratu Elizabeth II. Gelar ini diberikan kepada sosok di suatu negara yang berkontribusi unggul dan inovatif dalam lingkup aktivitasnya. Penghargaan diserahkan oleh Duta Besar Inggris untuk Indonesia Martin Hartfull, di Jakarta tahun 2010
Lahir di Padang Pariamen, Sumater Barat, 4 Maret 1955, Azumardi Azra wafat meninggalkan istri Ipah Farihah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni