Tiga Kejutan dari MIM 3 Doudo Panceng Gresik; Tulisan oleh Mohammad Nurfatoni, Pemimpin Redaksi PWMU.CO.
PWMU.CO – Tim juri Lomba Lingkungan Sekolah Muhammadiyah Sehat (LLSMS) mendapat kejutan saat bertandang ke Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) 3 Desa Doudo, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Selasa (20/9/2022) siang.
Tim yang hadir di madrasah tersebut adalah: Raden Achmad Djazuli SPMMA (anggota Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Daerah Muhammadiyah [PDM] Gresik); Mardliyatun Faizun (Sekretaris Majelis Dikdasmen PDM Gresik), dan saya, Anggota Majelis Dikdasmen PDM Gresik.
Kejutan pertama! Ternyata di madrasah yang punya halaman berpaving cukup luas ini tertanam tiga pohon besar nan langka. Meski sebagian ranting dan dahannya baru dikepras, tetapi batangnya jelas memperlihatkan bahwa tanaman ini sudah tua.
Di antara dedaunannya yang berwarna hijau, di pucuk-pucuknya terlihat beberapa daun berwarna merah. Mirip tanaman pucuk merah. Dan itu ditopang oleh batang kokos berdiameter 60 cm.
Tertarik dengan itu, saya bertanya kepada Kepala MIM 3 Doudo Muhayatin SPdI, “Pohon apa itu Bu, kok saya belum pernah melihatnya. Apa juwet ya?”
Ternyata bukan pohon juwet yang buahnya sebesar jempol tangan berwarna ungu tua sampai terlihat seperti hitam dan rasanya kecut (asam). Buah ini disebut juga anggur Lamongan, karena warnanya mirip anggur lokal dan banyak terdapat di daerah Lamongan.
“Bukan Pak. Bukan juwet. Itu buah kecacil,” jawabnya.
Ingatan saya pun langsung ke masa kecil. Saya tidak asing dengan nama buah kecacil meski saya tidak tahu pohonnya. Seperti dideskripsikan oleh Muhayatin, buah kecacil warna luarnya mirip kelengkeng tetapi ukurannya lebih kecil dan bijinya besar. Daging buahnya hanya tipis menyelimuti bijinya yang besar. Dan jangan tanya rasanya, wow kecut banget. Lebih kecut dari juwet yang dominan rasa sedil-nya.
Merasa asing dengan nama kecacil, Raden Achmad Djazuli yang besar di Sampang Madura, langsung membuka smartphone-nya.
Ternyata dia sibuk browsing di internet karena penasaran dengan nama tanaman itu. Dari pencarian di Google itu dia menemukan tanaman kesambi yang morfologinya sama dengan tiga tanaman kecacil yang ada di halaman kantor MIM 3 Doudo tersebut. Ini termasuk tanaman langka, setidaknya tak banyak lagi orang yang menanamnya saat ini.
“Wah hebat Bu, sekolah ini punya tanaman langka,” kata Djazuli, sambil ‘mengancam’: “Jangan ditebang ya!”
“Ndak Pak, kemarin hanya dirapikan dahannya karena sudah terlalu besar dan berisiko,” sahut Muhayatin.
Dzazuli adalah Kepala Program Studi Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Gresik dan aktivis lingkungan. Tak heran jika dia sangat peduli dengan tanaman.
Djazuli pun memberi saran, dua pohon yang di sisi kiri dan kanan boleh dibonsai. Artinya dirapikan dahan dan rantingnya. Sedangkan yang berada di tengah dibiarkan saja karena risikonya lebih kecil.
Menurut salah satu guru MIM 3 Doudo, pohon itu sudah ada saat dia masih menjadi siswa madrasah. Jadi sudah 30 tahun lebih.
Selain pohon kecacil atau kasambi (merujuk id.wikipedia.org: Schleichera oleosa), di tepi halaman madrasah juga tertanam beberapa pohon mangga dan glodokan. Sedangkan di depan kantor ada bermacam tanaman hias dalam pot. Tampak juga pohon karet yang cukup besar. Selain itu ada green house—atau dinamai green school—dengan aneka jenis tanaman. Di sebelahnya ada dua gazebo mungil.
Belum reda dari kerterkejutan pertama, Djazuli kembali terkejut. Ternyata, di beberapa titik halaman sekolah ada delapan biopori alias resapan air yang terbuat dari pipa paralon berukuran 4 dim.
“Nah ini! Ini yang membuat pohon kesambi itu segar, meski tanpa disiram. Keren!” ujarnya.
Djazuli mengatakan, tidak banyak masyarakat kita, termasuk sekolah, yang peduli dengan lingkungan, khususnya dalam kelestarian air. Karena itu adanya resapan air ini patut diacungi jempol. Sebelumnya kami juga terkesan dengan adanya resapan air besar yang dibuat MIM 6 Sekapuk, Ujungpangkah—satu kilometer dari MIM 3 Doudo.
Kejutan Ketiga
Waktu menunjukkan pukul 12.30 WIB. Terlihat puluhan siswa turun dari tangga lantai dua menuju ke Masjid Al Huda yang berada dalam lingkungan madrasah.
Muhayatin menjelaskan, mereka adalah siswa kelas III-VI yang akan melaksanakan shalat berjamaah di masjid. “Untuk kelas I dan II pulangnya lebih awal dan mengikuti shalat jamaah di masjid bersama warga sesuai jadwal umum,” ujarnya.
Kami pun ditawari untuk shalat bersama mereka. Dan ini yang membuat terkejut. Ternyata sebelum guru datang bergabung, mereka sudah membentuk shaf dengan rapi dan tenang.
“Ini pasti ada sesuatu yang istimewa di balik ketertiban siswa ini,” komentar Djazuli yang masih terheran-heran, ada anak-anak seusia mereka bisa begitu tenang dan tertib menunggu jamaah dimulai.
Tidak hanya kagum dengan kondisi shaf, pembina berbagai kelompok petani organik itu juga takjub saat memperhatikan sepatu dan tas mereka yang begitu rapi ditata di tangga masjid.
Siswa Tertib di Kelas
Tidak berhenti di situ. Saat masuk ke kelas ada kejutan lagi. Sebenarnya habis shalat Dhuhur para siswa langsung pulang. Tapi karena tim juri ingin berinteraksi dengan para siswa, maka siang itu mereka diminta kembali ke kelas masing-masing.
Ketika memasuki kelas, kami melihat anak-anak sedang duduk dengan rapi dan tenang. Tidak ada yang berdiri atau berlari ke sana ke mari. Tangan mereka disedekapkan di meja masing-masing.
“Ini mengingatkan saya saat sekolah dasar,” kata Djazuli memuji sambil bernostalgia.
Rasa penasaran Djazuli tentang ‘pasti ada sesuatu di balik ketertiban siswa’ itu dijawab oleh Muhayatin yang madrasahnya menjadi sekolah partner alias binaan SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik.
Menurutnya karakter siswa itu terbentuk oleh pembiasaan baik yang dilakukan madrasah. Setiap pagi mereka diajak bersama para guru melaksanalan shalat Dhuha berjamaah setelah apel pagi.
“Setelah shalat Dhuha kami menghafalkan al-Quran bersama,” katanya. Dengan tawadhu Muhayatin menduga hal itu merupakan hasil dari pembiasaan ibadah yang punya imbas positif pada karakter siswa.
Selain tertib, para siswa juga punya tanggung jawab secara mandiri untuk membersihkan kelas: menyapu tiap hari dan mengepel lantai tiap Jumat. Hari Jumat adalah waktu libur madrasah yang dipakai untuk kegiatan olahraga. Dan murid-murid memanfaatkan waktu itu untuk mengepel kelas. Siswa MIM 3 Doudo juga membuang sampah sendiri dari tong di ada di depan kelas–organik dań anorganik—ke tempat pembuangan sementara.
Melihat keunggulan-keunggulan itu, saya mengatakan kepada kepala sekolah, “Sangat disayangkan jika kelebihan-kelebihan ini tidak diketahui oleh orang lain karena tidak pernah ditulis.”
Muhayatin membenarkan pernyataan saya itu. Dia berdalih, tidak bisa menulis berita. Alasan seperti ini langsung dikoreksi oleh Djazuli. Dia menyarankan agar menulis apa yang bisa ditulis lalu dikirim langsung ke redaksi PWMU.CO.
“Gak usah dibaca dulu. Kalau dibaca, belum apa-apa sudah dihapus sendiri. Jadi langsung kirim saja, nanti akan diperbaiki oleh editor,” kata pria yang tinggal di Kota Sidoarjo dan memiliki kelas bimbingan anak berkebutuhan khusus itu.
Saya lalu menekankan, menulis berita madrasah atau sekolah itu punya banyak manfaat. Pertama sebagai dokumentasi kegiatan yang akan lebih abadi di internet. Kedua, bisa menjadi bagian dari promosi madrasah atau branding. Ketiga, bisa menginspirasi pada sekolah atau madrasah lain dari kebaikan yang kita tulis.
“Insyaallah jika kita rajin menulis atau mengabarkan keungunggulan siswa kita, orang lain akan tertarik menyekolahkan ke sini,” saran saya. Harap maklum, saat ini MIM 3 Doudo baru memmiliki siswa kelas I-VI sebanyak 55 anak.
Memang, dalam kunjungan LLSMS ini, tidak hanya bicara soal penjurian lomba, tetapi lebih dari itu bagimana kita bersilaturahmi dan saling memperkuat sinergi. Berbagi pengetahuan dań pengalaman, agar sekolah Muhammadiyah nyaman, bersih, rapi, hijau, berkeunggulan, dan diminati masyarakat. (*)