Pemerintah dan Muhammadiyah menghadapi Freeport
Meskipun Menteri ESDM, Ignasius Jonan menganggap Freeport ibarat hanya sebesar sapi bukan gajah namun, dua ancaman yang dilayangkan PT FI tidak bisa dianggap remeh. Hilangnya pekerjaan 32 ribu orang di Timika tentunya akan mengganggu stabilitas di Papua sehingga, dibutuhkan langkah strategis untuk mengantisipasi hal tersebut. Dalam hal pertarungan di Arbitrase Internasional, Indonesia pada 2007 silam harus menelan pil pahit setelah Pertamina kalah melawan Karaha Bodas Company (KBC). Akibat kekalahan pada sidang yang dilaksanakan di Swiss tersebut, Pertamina harus membayar ganti rugi sebesar 261 juta US$. Sehingga, belajar dari kekalahan Pertamina tersebut, pemerintah memerlukan perisiapan yang lebih matang, baik secara berkas dan argumen sebelum benar-benar maju melawan PT FI di sidang Arbitrase Internasional nanti.
Selain kesiapan dari pihak pemerintah, bantuan dari pihak lain pun dirasa perlu untuk mendorong pemerintah menghadapi PT FI. Dalam hal ini, Muhammadiyah melalui Resolusi Ambon pada acara tanwir kemarin mencoba memberikan gambaran solusi. Pada poin satu sampai tiga, Muhammadiyah mencoba memberikan gambaran jelas bahwa kedaulatan dan keadilan sosial merupakan azas, nafas, dan tujuan bergeraknya Bangsa Indonesia. Sehingga, mewujudkannya melalui nasionalisasi aset PT FI merupakan salah satu keniscayaan yang harus dipilih.
(Baca: Begini Tanggapan Pemerintah Usai Didukung Pemuda Muhammadiyah dalam Melawan Arogansi PT Freeport dan Lupakan Freeport karena Masih Banyak Perusahaan Energi yang Sahamnya Layak Dibeli Muhammadiyah)
Pada poin empat, Muhammadiyah mengingatkan bahwa perjuangan mewujudkan kedaulatan dan keadilan sosial memerlukan perjuangan panjang dan komitmen yang tinggi antara pemerintah, partai politik, masyarakat, dan seluruh komponen bangsa. Apalagi dalam hal menghadapi PT FI, kerjasama internal Bangsa Indonesia sangat diperlukan. Jangan sampai ada lagi musuh dalam selimut seperti tragedi “papa minta saham” beberapa waktu yang lalu.
Di poin terahir dari Resolusi Ambon tersebut, Muhammadiyah mencoba membesarkan hati pemerintah dalam menghadapi dominasi kelompok atau kekuatan politik tertentu dan terlebih kekuatan pemodal asing. Pemerintah diminta untuk tegas dan percaya diri dalam menjalankan kebijakan yang pro rakyat kecil. Oleh karenya, pemerintah harus mendorong masyarakat berperan luas sebagai kelompok kritis, penyeimbang dan mitra strategis dalam memperkuat kedaulatan dan keadilan sosial Bangsa Indonesia.
Penulis: Andi Akbar Tanjung (Kader Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah (IMM) Raushan Fikr FKIP – UMM)