Jihad kedaulatan pangan, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah komitmen garap mocaf, alternatif sumber pangan pengganti gandum.
PWMU.CO – Jihad kedaulatan pangan selalu digelorakan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Muhammadiyah. Tidak hanya sampai pada ketahanan pangan, tetapi membangun kedaulatan pangan. Ini selalu menjadi slogan besar di Muhammadiyah.
Demikian yang disampaikan M Nurul Yamin, Ketua MPM PP Muhammadiyah dalam Talk Show Kabar MPM bertema Mocaf dan Jihad Kedaulatan Pangan, Kamis (29/8/22).
Yamin menyebut, salah satu problem kebangsaan Indonesia adalah kesenjangan yang berimplikasi pada kemiskinan. MPM, kata Yamin, menemukan bahwa kantong-kantong kemiskinan itu terdapat pada masyarakat petani. “Ini karena sebagian besar petani kita adalah petani buruh, disamping komunitas lain yakni nelayan, kelompok miskin perkotaan, buruh, dan lain-lain,” ungkapnya.
Khusus petani, Yamin menyampaikan bahwa terdapat keluhan klasik yang ditemukan setiap MPM mendampingi para petani, yaitu ketika musim panen tiba biaya produksi akan naik. “Kenapa biaya produksi naik? Salah satu masalahnya adalah aspek produksi yang tidak efisien, sehingga di situlah pendekatan teknologi menjadi penting,” paparnya.
Salah satu terobosan yang bisa dilakukan menurut Yamin, yaitu berupaya memberikan nilai tambah pada ekonomi pertanian di ranah lokal dengan produk lokal, yang bisa mensubtitusi atau memberikan alternatif bahan pangan yang tidak kalah dengan kualitas impor. Salah satu yang didukung pengembangannya oleh Muhammadiyah adalah mocaf.
Petani Milenial
Mengapa mocaf? Dalam acara yang juga bertepatan dengan Semarak Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah, yakni Peresmian Rumah Produksi Co-Working Space dan Produk Olahan Mocaf ini Yamin menjelaskan, pilihan mocaf adalah pilihan yang salah satu pertimbangannya produksi yang cukup banyak bahkan melimpah.
“Kedua, ada nilai tambah yaitu bagaimana agar barang yang berlimpah di negeri sendiri ini bisa menjadi konsumsi dalam negeri sehingga membangun kedaulatan pangan,” terangnya.
Staf Khusus Kementerian Koperasi dan UMKM Agus Santoso yang hadir dalam kesempatan tersebut sangat mengapresiasi atas kerja pendampingan yang dilakukan Muhammadiyah. “Ini luar biasa. PP Muhammadiyah mau datang dan memberikan pendampingan langsung bahkan tadi saya melihat luar biasa sekali karena para petaninya yang berkomitmen itu anak-anak muda, petani milenial bukan kolonial. Ini menunjukkan sudah dibangun ekosistem. Kalau ekosistem sudah dibangun, maka harga mustahil akan jatuh,” kata Agus.
Alternatif Mocaf
Agus menyebut bahwa beras dan gandum saat ini masih menjadi bahan pangan utama masyarakat Indonesia. Padahal kedua komoditas ini sangat berfluktuasi dan terpengaruh inflasi. Terlebih gandum juga tidak bisa ditanam di Indonesia sehingga harus impor.
Oleh karena itu, menjadikan mocaf sebagai alternatif bahkan pengganti adalah sebuah inovasi. Terlebih mocaf yang diproduksi Roemah Mocaf ini sudah memiliki keragaman produk dan dapat diolah menjadi beragam panganan.
Lebih lanjut, Agus sangat mendorong kedaulatan pangan yang dgelorakan Muhammadiyah. Dengan jamaah Muhammadiyah yang sangat banyak maka bisa didorong para warga Muhammadiyah untuk dapat mengkonsumsi hasil produksi sendiri seperti Berasmu, MieMu, dan kini MocafMu.
“Karena Muhammadiyah ini umatnya banyak sekali, harapan saya bisa bergeser konsumsi berasMu, mieMu, mokafMu, ganti belanja ke-Mu semua supaya jadi closed loop economy,” sarannya.
Agus juga mendorong warga Muhammadiyah untuk dapat menerapkan cintai produk sendiri. “Dari dulu kita sudah menyampaikan cintai produk sendiri sekarang ini harus benar benar dilakukan. Mocaf ini bisa menggantikan terigu, beras kita ditanam oleh petani milenial, pemerintah sangat berterima kasih dan salut dengan inovasi Muhammadiyah ini,” tuturnya.
Anak Singkong
Tafsir, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah juga sangat mendorong terangkatnya singkong yang merupakan bahan utama mocaf ini. “Karena kita semua kan anak singkong, maka bagaimana mocaf yang ditangani Banjarnegara ini kita angkat kalau boleh kita kalahkan anak keju, toh singkong bisa mengganti terigu dan gandum,” urainya.
Tafsir menyebut jika mocaf ini bisa diberdayakan lebih jauh lagi, maka dia menyampaikan bahwa tanah-tanah milih Muhammadiyah dimanapun berada harus diberdayakan menanam singkong. “Jangan sampai ada yang nganggur, semua ditanami singkong, sehingga singkong bisa kita berdayakan,” kata dia.
Upaya untuk mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia melalui singkong ini betul-betul digarap dengan serius oleh Muhammadiyah. Jebul Suroso, Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) yang turut hadir dalam acara tersebut juga menunjukkan komitmennya untuk berkontribusi. Jebul menyebut UMP akan berfokus melakukan studi pengembangan singkong di Pusat Studi Singkong yang berkolaborasi juga dengan Indonesia Power.
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.