Menakar Budaya Kerja Lazismu oleh Ikhwanushoffa, Manajer Lazismu Jawa Tengah
PWMU.CO– Ada budaya kerja Lazismu yang sudah dikenal para amil. Yaitu melayani, cepat-tepat, transparan, dan profesional. Empat budaya kerja ini supaya mudah disingkat MANTAP. Sangat relevan dan applicable.
Sekarang bagaimana menakar indikator kualitatif implementasinya dengan symptom methode. Pertama, Melayani. Bagi saya ini adalah ruh membangun organisasi Lazismu.
Tentu tidak sekadar melayani donatur dan mustahik. Tetapi seluruh stakeholder. Lazismu adalah middle management bagi hampir semua. Melayani subjeknya adalah pelayan. Maka yang lain adalah majikan.
Kalau kita sekarang di Daerah/Wilayah lalu struktur di bawah kita komplain ya jangan marah. Karena kita pelayan. Berarti mereka semua adalah majikan. Ya gak patut pelayan malah sering marah pada majikan. Itu kalau di Jawa namanya babu munggah ratu.
Pun ada adagium pemimpin adalah pelayan. Bila tidak siap dikomplain yang kita pimpin yang gak usah memimpin.
Kedua, Cepat-Tepat. Cepat saja tidak cukup, namun juga harus tepat. Tetap sasaran dan tepat caranya. Kita bukan Sinterklas yang suka bagi-bagi permen pada siapapun. Mosok gegara orang menulis di medsos langsung ditransfer bantuan?
Sejak 2016 kita mengikhtiari tasaruf berbasis survei untuk mengetahui kondisi riil calon mustahik. Dengan form yang mencontoh UPTPK Pemkab yang dapat penghargaan dari PBB atas capaiannya dalam pengentasan kemiskinan. Dengan syarat pengajuan yang sangat sederhana yakni cukup fotokopi KTP. Itu saja masih banyak kritik metode di mana inovasi sosialnya. Apalagi yang tasaruf tanpa survei.
Transparan
Ketiga, Transparan. Tragedi ACT harus jadi pembelajaran besar bagi kita. Terlepas dari faktor politis, perilaku ACT sudah sering jadi rasan-rasan kita. Budaya menggoreng program harus kita jauhi. Harus dipahami, Lazismu adalah gerakan filantropi, bukan entitas bisnis.
Pengadaan barang dan jasa serahkanlah pada pihak ketiga. Bila ingin berbisnis di Lazismu, peganglah Bumal (Badan Usaha Milik Amil Lazismu). Posisi anda menjadi businessman, bukan lagi amil.
Jangan pekerjakan amil yang digaji Lazismu untuk mengerjakan Bumal. Pisahkan keuangan secara jelas. Jangan sampai uang Lazismu disimpan dalam rekening Bumal, apalagi rekening pribadi.
Keempat, Profesional. Ini sangat penting. Profesional adalah ikhtiar menyeimbangkan antara man power dengan power system.
Pengelola yang abai dengan pembangunan sistem berpotensi mengidap post power syndrom. Perilaku manusia dalam lembaga keuangan amat berbahaya bila tanpa didampingi sistem yang selalu dibangun. Orang baik bisa berubah negatif secara perlahan.
Sistem mempunyai ruh perbaikan terus-menerus. Mengutamakan dialog, menjauhi baperan, apalagi lapor-laporan atau kuat-kuatan. Bila ada yang mau mengaudit merasa dicurigai. Bila dikritik merasa disalahkan. Itu amatir. Kebalikan dari profesional.
Uraian singkat menakar budaya kerja Lazismu ini semoga mudah dipahami dan dipraktikkan.
Wallaahu a’lam.
Editor Sugeng Purwanto