Pembelajaran bahasa Arab bervariasi dan berdampak positif, ikuti tips ini; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Waviq Amiqoh.
PWMU.CO – Widyaiswara Bidang Bahasa Arab Kemendikbudristek Dr Ahmad Ghozi MPd MA menyebutkan tiga faktor eksistensi bahasa Arab di Indonesia. Dia menyampaikannya dalam Edu Conference and The Summit Meeting for Ismuba Teachers-ME Awards 2022 Special Edition, yang berlangsung di Auditorium KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Sabtu (8/10/22).
Dr Ahmad Ghozi mengatakan, eksistensi bahasa Arab di Indonesia hari ini, pertama karena al-Quran dan hadits berbahasa Arab. Kedua, adanya Muhammadiyah, NU, Pondok Modern Darussalam Gontor, dan pesantren lainnya, yang sampai sekarang masih melestarikan bahasa Arab pada kita semua.
Ketiga, organisasi profesi, contohnya organisasi Ittihatdul Mudarrisin Lillughatil ‘Arobiyah (IMLA) dari tingkat nasional, provinsi dan kabupaten kota. “Juga karena adanya organisasi musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) bahasa Arab, merupakan salah satu yang memperkuat bahasa Arab hingga saat ini,” ujarnya.
Pembelajaran Bahasa Arab Bervariasi
Menurut Dr Ghozi, cara memunculkan tren positif pembelajaran bahasa Arab bisa menggunakan beberapa variasi, beberapa di antaranya, yakni memunculkan hal-hal kekinian.
Pertama, ungkapan penggugah semangat. “Hari ini kita jarang mendengarkan ungkapan-ungkapan yang menggugah semangat belajar dan perjuangan, tugas kitalah guru-guru bahasa Arab,” jelasnya.
Kedua, lanjutnya, memadukan dengan kondisi yang aktual dan menjadi tren. “Contohnya anak-anak sekarang belajar bahasa Arab ingin dipadukan dengan lagu-lagu yang sedang tren,” tandas pria berkacamata itu.
Lagu yang muncul dan viral, sambungnya, menjadi tugas kita untuk menerjemahkan ke dalam bahasa Arab. Seperti ketika ada sebuah pagelaran, mereka akan menyanyikan lagu bahasa arab dengan begitu mantap, itu luar biasa.
“Saya beri contoh, ketika dulu di Aceh ada lagu, yaa abnaaunaa jinsunaa Indunisia qum min nauumikum undzur ilaa wathonikum,” tutur Dr Ghozi sambil menyanyikan lagu dengan diiringi para peserta. Sontak, semua menirukan dan memberikan tepuk tangan yang meriah.
Ketiga, kata dia, model dan metode pembelajaran yang variatif. “Contohnya, ada anak yang sulit sekali untuk berbicara dan bertanya dalam bahasa Arab, bagaimana cara menanganinya? Gunakan dengan cara planted question yakni menanamkan pertanyaan kepada anak,” terangnya.
Dr Ghozi lalu memberikan contoh. “Caranya, nak, ini ya pertanyaanya, kemudian dia akan bertanya, dan apa yang terjadi? Ketika dia bertanya yaa Ustadz uriidu an as al, yakni wahai ustadz saya ingin bertanya, seketika siswa lainnya kaget,” ujarnya.
Planted quastion adalah cara untuk menarik siswa lainnya untuk aktif bertanya. “Kalau dia saja bisa bertanya saya juga pasti bisa,” ungkapnya memotivasi.
Syaratnya, guru menggunakan bahasa Arab di kelas sebagai proses pembiasaan. “Jangan ketika masuk kelas setelah mengucap salam langsung bertanya, kumaha, bagaimana kabar dalam bahasa Arab, sehat?, akhirnya anak-anak kebingungan,” ujarnya.
Pergeseran Paradigma Mengajar dan Berpikir
Belajar bahasa Arab bukan hanya mengetahui kaifa khaluk yakni bagaimana kabarmu, tapi belajar bahasa Arab adalah belajar menghargai orang lain. “Selain itu, juga memupuk persaudaraan, mengintegrasikan al-Quran dan hadits dalam pembelajaran dengan memasukkan ayat-ayat di dalamnya,” jelasnya.
Belakangan, lanjut dia, muncul Kurikulum Merdeka, program Guru Penggerak, dan Sekolah Penggerak. Menurutnya, apapun pergantian dan kebijakannya, yang sulit adalah pergeseran paradigma mengajar dan berpikir.
“Cara pandang guru dan sekolah dari score based ke student based, dan menggeser cara guru melihat dirinya sebagai penanggungjawab keilmuan dan sumber teladan, bukan sekedar penyampai ilmu dan memberi nilai,” terangnya.
Alumnus UIN Sunan Djati melanjutkan, sekarang kita berikan penghargaan yang luar biasa. “Yakni atas munculnya buku-buku bahasa Arab yang dikembangkan Majelis Dikdasmen PWM Jawa Timur,” pungkasnya disambut dengan tepuk tangan meriah para peserta Edu Conference. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.