Memilih Pemimpin Muhammadiyah yang Berjiwa Muda; Kolom oleh Azaki Khoirudin; Anggota Majelis Pendidikan Kader PP. Muhammadiyah
PWMU.CO – Muhammadiyah akan menggelar agenda besar muktamar ke-48 di Surakarta pada 18-20 November 2022. Untuk menyambutnya, Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MPK PPM) menggelar “Rembuk Nasional” pada 18-20 Oktober 2022 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan tema “Rancang Bangun Perkaderan Nasional”.
Forum ini untuk membicarakan kepemimpinan, kaderisasi, dan masa depan Muhammadiyah ke depan—terutama dalam rangka mewujudkan visi “Islam Berkemajuan”.
Dalam amatan insider penulis, ada kesan para pimpinan Muhammadiyah di seluruh level, seperti tidak mempunyai visi. Jargon “Islam Berkemajuan” digelorakan di mana-mana, tetapi energi dan sumber daya Muhammadiyah terlalu banyak digunakan untuk membangun gedung-gedung besar dan megah. Tiada hari tanpa peresmian. Tiada hari tanpa peletakan batu pertama.
Muhammadiyah terkesan mudah sekali membangun masjid, gedung sekolah, gedung kampus, dan gedung rumah sakit yang supermegah, tetapi, kurang pembangunan sumber daya manusia (SDM) kadernya. Akhir-akhir ini bermunculan kampus-kampus baru Muhammadiyah, tetapi tidak diiringi dengan penyiapan SDM ilmuwan yang memadai yang menopang tradisi keilmuan perguruan tinggi Muhammadiyah tersebut.
Semangat membangun gedung yang megah tidak salah. Sekali lagi tidak ada yang salah. Tetapi jika abai dan melupakan pembangunan kualitas sumber daya kadernya, maka Muhammadiyah bisa menjadi seperti kuburan. Hanya bangunan fisik, tanpa manusia Muhammadiyah.
Risalah Islam Berkemajuan tidak akan tercapai tanpa SDM kader-kader andal di berbagai bidang kehidupan. Para pemimpin Muhammadiyah harus memiliki visi besar ini. Untuk membangun “pusat keunggulan” (centre of excellence), kuncinya adalah kualitas sumber daya manusia Muhammadiyah yang unggul.
Sebagai organisasi Islam modern terbesar yang mendapat pujian dari Robert Hefner yang paling sukses di dunia, maka tidak ada pilihan lain kalau Muhammadiyah tidak menjadikan peningkatan kualitas SDM sebagai visi besarnya. Jika aspek pembangunan manusia tidak menjadi prioritas paling utama para pemimpin persyarikatan ke depan, maka Muhammadiyah akan menunggu bom waktu saja, karena defisit kualitas manusia.
Hanya dengan kualitas sosok-sosok manusia yang hebat Muhammadiyah akan dihormati dan disegani oleh negara, pasar dan masyarakat luas. Bukan semata dengan jumlah amal usaha yang banyak beserta gedung-gedungnya.
Karena itu, Muhammadiyah perlu menahan diri untuk mendayagunakan energinya untuk kerja-kerja peradaban yang bersifat indrawi, instrumental, dan bendawi. Sebagaimana semangat teologi al-Ashr, Muhammadiyah sudah saatnya fokus kualitas, bukan kuantitas.
Baca sambungan di halaman 2: Modal Manusia Muhammadiyah