Modal Manusia Muhammadiyah
Para pimpinan Muhammadiyah perlu jujur, bahwa kebesaran Muhammadiyah bukan karena jumlah amal usahanya, tetapi kebesaran tokoh-tokohnya. Meskipun Muhammadiyah dikenal dengan sistem dan tidak tergantung pada tokoh, tetapi organisasi tidak akan kuat tanpa tokoh-tokoh yang hebat.
Di samping itu, orang lain melihat kebesaran Muhammadiyah bukan dari kemegahan gedung-gedungnya, melainkan dari kebesaran tokoh-tokohnya. Muhammadiyah telah kehilangan tokoh-tokoh besarnya seperti Ahmad Syafii Ma’arif, A. Malik Fadjar, Azyumardi Azra, Bachtiar Effendy, dan seterusnya.
Memang, investasi modal manusia membutuhkan waktu yang relatif lama. Mungkin sekitar 10-20 tahun baru akan panen atau dirasakan. Kebiasaan pimpinan Muhammadiyah masih lebih memilih membangun bangunan fisik yang dapat dilihat sebagai legacykepemimpinannya, daripada investasi SDM, padahal gedung bukan kebutuhan masa depan.
Dengan segala kondisi ini, pemimpin besar Muhammadiyah harus menyadari tentang defisit modal manusia Muhammadiyah. Pengakuan yang jujur dan terbuka atas ketertinggalan kualitas manusia ini menyadarkan bahwa pemimpin Muhammadiyah harus berorientasi pada pembangunan manusia.
Dalam kaitan ini, Muhammadiyah Scholarship Preparation Program (MSPP), hasil kolaborasi Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diklitbang) dengan Lazismmu dan Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini penting menjadi prioritas Muhammadiyah ke depan. MSPP penting untuk menjadi wahana pembibitan kader untuk melanjutkan studi magister atau doktoral beasiswa luar negeri, dan sebagainya.
Program seperti MSPP penting dijadikan tren program pembibitan kader Muhammadiyah di seluruh level dan amal usaha. Misalnya mendirikan masjid, harus diiringi dengan program penyiapan beasiswa kader mubaligh, kader tahfidh, pembinaan jamaah sehingga dana masjid tidak hanya digunakan untuk pembangunan hal-hal yang bersifat material, melainkan spiritual dan intelektual.
Amal usaha sekolah yang mapan secara ekonomi harus memiliki visi pengembangan SDM. Sebagai contoh di Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah Gresik Kota Baru (GKB) memiliki program beasiswa studi S2 dan S3. Hingga kini telah memberikan beasiswa, pada level S2 sebanyak 27 guru dan 5 kader, sedangkan pada level S3 sebanyak 2 guru dan 4 orang kader. Jadi total, mereka telah memberikan beasiswa S3 sebanyak 32 orang dan S3 sebanyak 4 orang.
Dalam bidang kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) setiap tahun telah membuka beasiswa kedokteran untuk sekitar 10-an kader. Ini perlu dikembangkan di kampus lainnya. Sudah saatnya rumah Muhammadiyah-Aisyiyah membuat program beasiswa kedokteran dan bidang yang dibutuhkan di dunia kesehatan lainnya untuk kader, sehingga ke depan tidak mengalami defisit kader.
Hanya dengan peningkatan kualitas kader yang unggul, Muhammadiyah mampu menjadi khairu ummah (umat terbaik) yang manusianya menjadi rahmat di berbagai sektor kehidupan sebagai wujud khalifah fil ard. Dengan kesadaran penuh tentang perwujudan cita-cita “Islam Berkemajuan”, pimpinan Muhammadiyah yang terpilih harus bertekad kuat untuk menjadikan SDM sebagai prioritas utama.