Umat yang Bersatu
Kiai Hamid menerangkan, sanjungan kedua ada di al-Qur’an Surat al-Anbiya Ayat 92 sebagai ummatan wahidah, umat yang satu. Yaitu suatu umat yang bersatu berdasarkan iman kepada Allah dan mengacu kepada nilai-nilai kebaikan.
“Sebagai tanda persatuan kita selaku umat Islam, maka Allah pun memerintahkan kaum Muslimin di seluruh dunia untuk bersatu dengan berpegang teguh kepada kitab suci al-Qur’an,” tuturnya.
Sebaliknya, sambung dia, dengan terpecah-belahnya kaum Muslimin akan mengakibatkan runtuhnya kekuatan umat Islam itu sendiri. Karenanya, perbuatan saling menghujat, saling menjatuhkan satu dengan yang lain, saling jegal untuk memperoleh kedudukan sendiri—bahkan hingga saling berseteru dan bermusuhan—hanyalah menjadikan lemahnya konsolidasi Muslimin.
Pria kelahiran Sedayulawas, Brondong, Lamongan, itu mengatakan, umat Islam akan teruji menjelang panasnya pemilihan legislatif dan pemilihan presiden tahun 2024 nanti. Selain itu perbedaan madzhab menjadi hal yang dapat memecah persatuan umat Islam jika tidak disikapi secara bijak dan dewasa.
“Belum lagi adanya perang pemikiran (ghazwul fikri). Berbagai propaganda pemikiran silih berganti untuk menyesatkan umat Islam. Model penyesatan pemikiran dianggap musuh Islam sebagai serangan yang lebih efektif, efisien, hemat waktu, dan biaya ketimbang perang secara fisik,” kata dia.
Ketiga, pujian Allah kepada umat Muhammad SAW adalah khairu ummah, umat terbaik sebagaimana aalam Ali Imron 110. Menurit dia predikat khairu ummah pada ayat tersebut dikhitabkan kepada umat Islam.
“Akan tetapi ulama memiliki pandangan masing-masing ketika menentukan umat Islam mana yang dimaksud pada ayat tersebut. Apakah umat Islam sepanjang zaman atau hanya dikhususkan untuk umat Islam pada masa ayat tersebut diturunkan saja?” (*)
Editor Mohammad Nurfatoni