PWMU.CO – Lingkaran Survei Indonesia pimpinan Denny JA (LSI Denny JA) baru saja merilis hasil survei terbaru perkembangan pemilihan Gubernur Jakarta, (7/3). Hasilnya, untuk sementara pasangan Anies Rasyid Baswedan- Sandiaga S. Uno (Anies-Sandi) memperoleh dukungan 49.7 %, dan 40.5 % untuk Basuki Tjhaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat (Ahok-Djarot). Sementara 9.8 % lainnya menyatakan tidak menjawab/belum menentukan pilihan.
Survei dilakukan pada tanggal 27 Februari – 3 Maret 2017 di Jakarta. Survei dilakukan secara tatap muka terhadap 440 responden yang dipilih dengan multistage random sampling. Margin of Error survei ini plus minus 4.8%. Survei ini dibiayai dengan dana sendiri, dan dilengkapi pula dengan kualitatif riset seperti focus group discussion (FGD), media analisis, dan wawancara mendalam.
(Baca juga: Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Puji Kekompakan Umat Kristen dan Tionghoa Dukung Ahok)
Dari temuan survei LSI Denny JA, juga tergambar kondisi pemilih yang berdasarkan pada keagamaan. Di kalangan Muslim, pasangan Anies-Sandi unggul dibandingkan pasangan Ahok Djarot, meski angkanya tidak telak. Anies-Sandi memperoleh dukungan sebesar 55.04 %, sementara pasangan Ahok Djarot memperoleh dukungan sebesar 36.02 %. Artinya, jika ada 10 pemilih muslim, 6 diantaranya memilih Anies-Sandi, dan 4 diantaranya memilih Ahok-Djarot.
Namun di kalangan non muslim, pasangan Ahok-Djarot unggul sangat mutlak. Pasangan ini memperoleh dukungan sebesar 86.58 %. Sementara Anies-Sandi hanya memperoleh dukungan sebesar 3.65 % saja. Ini artinya, perbandingannya 1 dengan hampir 24 kali lipat. Dari 50 pemilih non-Muslim, hanya 2 orang yang memilih pasangan Muslim, Anies-Sandi. Sisanya ke Ahok semua.
(Baca juga: Tanpa Kurangi Sikap Toleransi, Imam Besar Masjid New York Shamsi Ali Doakan Anies Jadi Gubernur DKI)
Tentang temuan ini, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyatakan kesalutannya pada kompaknya solidatitas politik dan sosial non-Muslim itu. Meski, tentu saja tidak seluruhnya dilandasi oleh alasan ini.
“Saya kagum dan salut dengan saudara-saudara kita non-Muslim yang kompak dan solid mendukung Ahok,” kata Dahnil ketika dimintai keterangan oleh PWMU.CO, (8/3). “Solidaritas sosial dan politik mereka luar biasa,” tambahnya lagi.
Bagi Dahnil, solidaritas sosial politik warga non-Muslim ini tentu saja sangat bagus untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Pun, seharusnya menjadi contoh yang baik bagi kelompok lain dalam membangun solidaritas sosial dan politik. “Solidaritas sosial politik ini bagus untuk membangun Indonesia lebih baik. Dan semoga bisa menjadi contoh kelompok lain, khususnya umat Islam”.
(Baca juga: Kata Buya Syafii Maarif tentang Akar Masalah Ahok dan Ancaman 9 Naga)
Data tentang kekompakan non-Muslim yang mendukung Ahok dalam Pilkada Jakarta memang bukan hal yang baru. Temuan pertama dipublikasikan oleh Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada Oktober 2016 lalu. Survei SMRC saat itu menunjukkan bahwa 11,4 % pemilih umat Kristiani, 95,7 % memilih Ahok-Djarot. Sementara 4.3 % sisanya menyatakan tidak tahu atau rahasia, tanpa ada yang memilih pasangan Anies-Sandi dan Agus-Sylvi.
Survei itu berbanding lurus dengan temuan Survey dan Polling Indonesia (SPIN) pada akhir 2016, 18 Desember. Dari 9 % umat Kristiani yang terjaring dalam survei, mayoritas mutlak memilih Ahok-Djarot. “Di segmen agama, 9% umat Kristiani di Jakarta memilih pasangan Ahok-Djarot (94%), Agus-Sylvi (4%), Anies-Sandi nihil (0%), dan 2% belum tentukan pilihan,” kata Director SPIN Igor Dirgantara saat itu.
(Baca juga: Din Syamsuddin: Kasus Ahok Hanya Puncak Gunung Es, Masalah di Bawahnya Jauh Lebih Besar)
Apakah memilih berdasarkan agama sesuatu yang bermasalah dalam sebuah demokrasi? Imam Besar Masjid New York, Amerika Serikat, Shamsi Ali, menilainya sebagai sesuatu yang lumrah. Bahkan di Amerika Serikat yang selama ini dinilai sebagai “pusat” demokrasi, perilaku memilih pemimpin berdasarkan kesamaan agama juga hal lumrah.
Tak heran jika Shamsi Ali tidak tersinggung ketika penginjil Amerika, Franklin Graham, menyeru umat Kristiani se-dunia untuk mendoakan kemenangan Ahok dalam Pilkada Jakarta. “Sangat wajar, dan saya kira alami, bahkan haknya untuk mendoakan,” jelas Shamsi Ali.
(Baca juga: Pesan Din Syamsuddin untuk Bangsa Berkaitan dengan Ahok dan Din Syamsuddin Pertanyakan Keadilan Sosial: Masak 1 Persen Orang Kuasai 50 Persen Aset Nasional?)
Sebab, tambah Shamsi Ali, setiap kelompok manusia itu secara kejiwaan sosial ada yang disebut “social solidarity”. Yaitu kecenderungan semua pihak membela kelompoknya. “Sekolompok kerbau saja kalau sesama kerbau diserang harimau akan bersama membela sesamanya,” jelasnya memberi ilustrasi.
“Di situlah saya tidak pernah tersinggung atau marah, atau menuduh umat Kristiani dengan tuduhan macam-macam hanya karena seorang pimpinan agama Kristiani di New York mendoakan Ahok untuk menjadi pemimpin Indonesia,” lanjut Shamsi Ali sambil menyatakan tidak mengejutkan jika ada yang mendoakan seorang Muslim bisa jadi walikota New York, bahkan jadi presiden Amerika Serikat.
(Baca juga: Pilihan Politik Berdasarkan Agama Tak Masalah, Inilah 7 Seruan PP Muhammadiyah Jelang Pilkada Serentak 15 Februari)
“Yang saya memang tidak habis pikir adalah ketika umat Islam di Indonesia saling menasehati, saling memotivasi, saling mendorong untuk memilih sesama Muslim. Lalu tiba-tiba tuduhan bermunculan. Umat ini tidak lagi toleran, umat ini sempit dan ekslusif, umat ini ekstrim, dan seterusnya,” jelasnya lagi.
Karena itu, sesungguhnya proses demokrasi itu memang dijalani dengan berbagai pertimbangan yang ada. Tidak diingkari juga, tentunya ada pula yang atas pertimbangan solidaritas sosial itu, karena seagama atau seetnis. (kholid)