Makna Lain KDRT dalam Gerakan Shalat Subuh Berjamaah Ini; Liputan Ahmad Nasafi, kontributor PWMU.CO Gresik.
PWMU.CO – Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Gresik Kota Baru (GKB), Jawa Timur, kembali menggelar Gerakan Shalat Subuh Berjamaah, Sabtu (29/10/22).
Agenda yang digawangi oleh Mugeb Islamic Center (MIC) ini menghadirkan Heru Kusumahadi Lc MPdI sebagai pemateri.
Mengawali materi yang disampaikan, Pembina @surabayahijrah ini menampilkan tulisan KDRT yang hampir memenuhi satu layar proyektor Masjid At-Taqwa Spemdalas.
“Siapa yang tahu arti ini?” umpannya kepada jamaah sambil menunjuk layar proyektor.
Tanpa berlama-lama, Heru menunjukkan maksud dari KDRT yang ditampilkan di layar adalah keharmonisan dalam rumah tangga.
“Bukan rumah tangga antara suami-istri-keluarga inti,” ungkapnya singkat. Rumah tangga yang dimaksud di sini adalah rumah tangga keluarga besar, keluarga besar Islam, keluarga besar Mugeb School, sekolah-sekolah Muhammadiyah yang berada dibawah naungan Majelis Dikdasmen PCM GKB.
Dua Faktor
Berbicara tentang keharmonisan, Heru mengungkapkan ada dua faktor yang harus dipenuhi yakni kesantunan dan integritas yang harus kita tiru dari sosok yang agung karena kita ingin menjadi pribadi yang agung, pribadi Rasulullah SAW.
Melanjutkan materinya, Heru menampilkan potongan surat al-Kahfi ayat 110: قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ
“Katakanlah sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”.
Sebenarnya, lanjut founder @albynaproject ini, dalam tata bahasa kata mitslukum bisa dihilangkan, tapi di sini kok muncul “seperti kamu”? Ini adalah letak penegasnya bahwa Rasulullah SAW itu mirip banget dengan kita. Bukan hanya aku manusia, tapi aku manusia yang mirip dengan kalian.
“Bahasa lainnya, apapun yang Rasul lakukan kita bisa melakukan. Karena sama secara basyariyah, potensi-potensi manusia” tegasnya meyakinkan jamaah.
Dia melanjutkan, jika Rasulullah marah, kita tentunya marah. Kita bisa sedih Rasulullah juga sedih. Rasul bisa jadi sosok yang baik kita juga bisa baik.
“Maka menariknya kemudian ketika saya bertanya kepada Bapak dan Ibu, kenalkah kita dengan Rasulullah? Bingung gak jawabnya?” tanya Heru.
Mau dijawab kenal tapi indikator kenal itu ketemu. Sekarang kita tidak mungkin ketemu dengan Rasulullah. Mau dijawab tidak kenal tapi itu Rasulullah. Maka di titik itu Heru melontarkan sebuah pertanyaan kembali, “Cintakah kita dengan Rasulullah? Jawabannya adalah?”
Serentak jamaah menjawab, “Cinta.”
“Tapi kata orang Jawa cinta itu bermuara dari witing trisno jalaran soko kulino (tumbuhnya cinta itu karena terbiasa). Bagaimana bisa cinta kalau tidak pernah bertemu? Tidak pernah berkomunikasi?” tanyanya lagi.
Ternyata, owner @kopitemanenak ini menjelaskan kecintaan kita kepada Rasulullah itu adalah cinta imani, cinta yang tak masuk akal. Maka, antara kesantunan dengan integritas itu diikatnya dengan sesuatu yang tidak masuk akal.
Dia menegaskan, “Rasulullah itu manusia, biasa, potensi sama dengan kita. Tetapi beliau adalah seorang nabi dan tidak semua apa yang beliau lakukan kita harus tiru. Oleh karena itu ada sisi keimanan imani, meyakini sesuatu yang tidak tampak tapi juga harus diikat oleh aturan-aturan. Maka kecintaan kita kepada manusia tidak boleh membuat kita buta kepada Allah.” (*)
Editor Mohammad Nurfatoni