Catatan untuk Darah Segar
Penjelasan Tamhid mendapat tanggapan dari Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Pasuruan Abu Nashir. “Jatim selama ini selalu menjadi sentral dari proses pemilihan pemimpin di PP dan episentrum dari Jatim juga,” ujarnya.
Dia lantas menyatakan sepakat jika ada kekhawatiran dari seluruh unsur wilayah, terutama Indonesia Timur, Barat, dan Tengah. Menurut Abu Nashir, persoalannya bukan itu hanya sebuah kebutuhan. “Tapi kita juga harus bisa memiliki peta orang-orang yang harus kita tempatkan di sana. Karena kita benar-benar membutuhkan orang sesuai kebutuhan saat ini,” imbuhnya.
Pria itu juga menyatakan tidak setuju dengan istilah darah muda yang Tamhid ucapkan. “Karena kesannya adalah keberingasan! Saya setuju dengan istilah darah segar, jadi benar-benar menunjukkan kebutuhan terhadap personalia struktur kepemimpinan kita,” terangnya.
Kemudian dia memberi catatan dua hal untuk ‘darah segar’ itu. “Pertama, siapapun yang nanti kita pilih sebagai bagian dari darah segar harus sudah selesai dengan dirinya, bukan sedang mengurus dirinya atau disibukkan oleh urusan dirinya. Kalau nggak ada ya nggak perlu dilanjutkan daripada nanti ruwet-ruweti!” tegasnya.
Kedua, bukan hanya selesai dengan dirinya, tapi dia memikirkan terlebih dahulu dengan sangat sungguh-sungguh persyarikatannya, baru memikirkan ‘namanya’. “Bukan orang yang ingin panjat sosial melalui PP Muhammadiyah! Di situ nanti dia akan menunjukkan dirinya sendiri,” tambah dia.
Dia menyatakan benar-benar merasakan dan mengikuti era PWM dulu sampai sekarang ini. “Terus terang untuk periode ini saya merasakan ada chemistry di antara para pemimpin kita di PWM sehingga tidak ada fenomena panjat sosial untuk kepentingan diri sendiri,” ungkapnya.
Abu Nashir lantas bercanda, “Kalau darah muda nanti terjebak dengan lagunya Rhoma Irama.”
Kemudian, dia menyinggung proporsi jumlah antara ‘darah segar’ dengan pimpinan yang sudah uzur. “Saya tidak setuju kalau itu sudah leader-leader yang usia di atas 70 tahun!” ujarnya.
Menurutnya, perlu ada pertimbangan kebutuhan PP Muhammadiyah untuk go international. “Kalau kita benar-benar butuh orang tersebut, dan belum ada yang bisa meneruskan dia, saya kira itu bisa pengecualian untuk dipertahankan di PP,” tuturnya.
Selain itu, perlu mempertimbangkan proporsional dalam pertimbangan teknis. “Karena PP itu di Yogya dan di Jakarta maka siapapun yang duduk di sana itu harus relatif mudah menjangkau pusat-pusat kekuasaan PP Muhammadiyah, yaitu di Jakarta dan di Yogya. Sehingga misal dari ujung tertentu kalau memang sulit ya nggak usah dipaksakan daripada hanya sekadar nunut nama saja di PP,” ucapnya.
Terakhir, dia menilai ada satu wadah di pimpinan wilayah yang menurutnya sudah sangat layak. “Yang tadi sempat memukau seluruh muktamirin se-Indonesia. Saya kira bukan karena seragamnya yang serem dan sangar tapi juga karena sosok yang sangat berkapasitas di PP!” tutupnya. (*)