PWMU.CO– Haedar Nashir mengatakan, siapapun yang terpilih nanti, setelah jadi presiden maupun jadi anggota legislatif, semua harus milik rakyat. Itulah pemimpin yang berkeadilan sosial.
Demikian disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam Media Gathering Muktamar ke 48 Muhammadiyah-Aisyiyah di kantor PP Muhammadiyah, Rabu (16/11/2022).
Haedar memaparkan, yang dibutuhkan Indonesia bukan karismatik tokoh. Melainkan karisma nilai atau value. Serta, dari golongan manapun sosok yang terpilih pada 2024 untuk kepemimpinan nasional, maka harus menjadi milik rakyat, bangsa dan negara.
“Kita harus mengontrol itu. Kenapa? Karena jika kepemimpinan berbasis pada primordialisme, itu nanti yang terjadi bukan lagi kepemimpinan kenegarawanan, tetapi kepemimpinan perkauman,” terangnya.
Guru Besar Sosiologi ini menegaskan, pola tata kelola negara yang dilakukan setelah reformasi harus disudahi. Tidak boleh lagi ada coba-coba lagi dalam tata kelola Indonesia.
“Ke depan harus dimulai. Siapapun, dari partai manapun, baik gabungan maupun perorangan, ajak mereka untuk menjadi pemimpin Indonesia,” pesannya.
Dia menambahkan, yang tidak kalah penting setelah Muktamar ke-48 Muhammadiyah adalah menciptakan Pemilu 2024 yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Dengan menyuarakan hal-hal yang benar, baik dan positif bagi proses Pemilu 2024. Untuk menciptakan prakondisi menuju 2024 yang lebih baik, bisa dengan dibukanya ruang-ruang dialog.
“Maka tugas kita lebih berat setelah Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah. Yakni mengawal proses itu agar satu tahun punya waktu menciptakan prakondisi,” tuturnya.
Pemilu 2024, kata dia, diharapkan bukan hanya dimaknai sebagai kontestasi politik. pasca reformasi, Indonesia sudah harus menempatkan diri dalam proses transformasi kebangsaan.
Siapapun yang nantinya menjadi calon presiden maupun wakil presiden, calon anggota legislatif baik di tingkat nasional maupun daerah, hingga kelembagaan terkait pemilu, harus membuka kembali lembaran konstitusi dan sejarah bangsa.
”Para calon ini harus memahami betul bahwa Indonesia bukan hanya soal kemenangan politik, tetapi nilai dan cita-cita kebangsaan yang telah diletakkan sejak awal oleh para pendiri bangsa ini,” pesan Haedar.
Muhammadiyah, ungkap Haedar, akan menawarkan visi karakter bangsa, konsep Indonesia berkemajuan, dan dokumen Negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah sebagai perspektif bagi para calon.
Perspektif tersebut menjadi penting, imbuh Haedar, untuk mencegah terjadinya disorientasi politik: ingin meraih kekuasan tetapi lupa pada fondasi kehidupan berbangsa.
Suara Aisyiyah
Senada dengan suara Aisyiyah. Tri Hastuti, Steering Committee Muktamar 48 Aisyiyah, menyampaikan, Aisyiyah mendorong agar pelaksanaan Pemilu 2024 menunjukkan demokrasi yang substansial tidak semata bersifat prosedural.
Tri juga menekankan pentingnya proses pemilu yang berkeadaban bagi penyelenggara maupun pemilih. Belajar dari pemilu terdahulu, politik pragmatis, politik uang, oligarki politik, hingga politik identitas yang menguat masih mewarnai penyelenggaraan pemilu.
Penyelenggaraan pemilu, terang Tri, bagaimana pun akan mencerminkan kualitas demokrasi bangsa kita. Aisyiyah pun berharap, tambah Tri, pemimpin yang dilahirkan betul-betul memiliki sikap kenegarawan dan memperhatikan suara perempuan serta memberi kesempatan pada semakin banyak perempuan di lembaga eksekutif maupun pengambil kebijakan.
Penulis Sugiran Editor Sugeng Purwanto