Lu Lagi Lu Lagi di Muktamar Muhammadiyah oleh Sam Elqudsy, Pengurus SD Aisyiyah Multilingual Darussalam Kudus
PWMU.CO– Jumat (18/11/2022) Sidang Tanwir Muhammadiyah sudah dimulai di Gedung Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tapi Panitia Pemilih tetap merahasiakan 92 nama bakal calon yang dipilih menjadi 39 nama.
Usulan Sekum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti supaya nama-nama itu dibuka memberi kesempatan peserta Tanwir dan muktamar sempat menimang-nimang lebih lama sebelum memilih tak dipenuhi. Maka tak pelak dalam waktu singkat peserta Tanwir harus menentukan 39 nama yang dipilih secara e-voting.
Mungkin saja hanya sepuluh nama yang bisa dipilih dengan yakin dalam waktu singkat itu sesuai musyawarah PWM. Lalu 19 nama sisanya bisa-bisa asal pilih karena tidak kenal. Peserta Tanwir sebanyak 202 orang terdiri utusan PP, PWM, dan Ortom.
Dari 39 nama yang terpilih dalam Sidang Tanwir lalu dibawa ke Sidang Muktamar untuk dipilih lagi menjadi 13 nama oleh peserta muktamar yang berjumlah 2.000 lebih terdiri dari utusan PP, PWM, PDM, perwakilan PCM, dan Ortom.
Dengan sistem seperti ini, jangankan menyebut nama, untuk meraba saja juga susah. Walaupun begitu tak ada yang berani menyebut para pemilih di Muktamar Muhammadiyah itu seperti memilih kucing dalam karung.
Darah Segar
Prof Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah dua periode 2005-2015 melontarkan usulan penyegaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Muhammadiyah membutuhkan darah segar untuk menjamin kesinambungan organisasi.
Kalau kita petakan profil umur 14 anggota PP Muhammadiyah sekarang ini ternyata 11 dari 14 Pimpinan Pusat Muhammadiyah masuk kelompok lanjut usia (78,5%). Umurnya sudah di atas 60 tahun.
Hanya 3 orang atau 22,5% yang masih dalam kategori usia pertengahan di bawah 60 tahun. Yaitu Prof Dr Abdul Mu’ti, Dr Agung Danarto, dan dr Agus Taufiqurrohman Mkes SpS.
Prof Dr Haedar Nashir (64 tahun), Drs A. Dahlan Rais MHum. (71 tahun), Dr M Busyro Muqoddas (70 tahun), Dr Anwar Abbas MM MAg (67 tahun), Prof Dr Muhadjir Effendy (66), Prof Dr H Syafiq A Mughni (68 tahun).
Prof Dr. Dadang Kahmad (70 tahun), Drs HM Goodwill Zubir (60 tahun), Drs Hajriyanto Y. Thohari MA (62 tahun), Dr Noordjannah Djohantini (64 tahun), Prof Dr H. Abdul Mu’ti (54 tahun), Dr H Agung Danarto (54 tahun), dr Agus Taufiqurrohman MKes SpS dan Drs H Marpuji Ali MSi (71 tahun).
Jika mengikuti saran Din Syamsuddin akan banyak anggota PP Muhammadiyah periode ini yang harus diganti. Apalagi ada yang sudah menjabat dua periode. Di sinilah bakal terjadi kesulitan peserta Tanwir dan muktamirin untuk memilih deretan nama-nama sebanyak 92 orang yang harus dipilih dalam waktu singkat.
Kaderisasi
Anggota PWM, PDM, dan Ortom mungkin sudah sempat berembug tapi dalam waktu singkat dipastikan nama-nama lama itu bakal muncul lagi. Karena sudah tahu track recordnya. Harapan mendapatkan darah segar yaitu orang-orang baru yang masih muda akan gagal.
Gejala ini hampir sama terjadi di level PWM, PDM, PCM, dan PRM. Di level ini komposisi pimpinan kebanyakan orang-orang tua di atas 60 tahun. Bahkan ada yang menjabat tiga periode. Di PCM bahkan bisa seumur hidup.
Para pimpinan yang sudah tua selalu terpilih karena pemilih tak banyak memiliki referensi siapa saja darah segar yang harus dipilih. Ini masalah proses kaderisasi yang tak berjalan sehingga tak banyak kader muda yang muncul.
Apalagi kalau kriteria yang diinginkan menjadi pimpinan adalah sosok ulama intelektual bakal tak ada yang terpilih. Karena kader muda seperti itu sedikit terlihat. Karena itu saran agar calon-calon pimpinan diumumkan lebih dulu sebelum Tanwir harus didorong terus. Kalau gagal di tahun ini bisa diberlakukan pada muktamar lima tahun lagi.
Kalau sistem menyimpan rapat-rapat nama calon terus diberlakukan dan baru dibuka saat sidang Tanwir dan Muktamar yang sidangnya juga tertutup tak banyak memancing perdebatan di kalangan warga Muhammadiyah untuk menilai calon pemimpinnya.
Jangan-jangan sistem tertutup itu karena para pimpinan tak ingin orang hanya ramai membicarakan calon pimpinan. Mereka sudah merasa mapan dengan sistem yang berjalan selama ini. Orang yang mapan tak suka perubahan.
Kalau ini yang terjadi maka jargon Muhammadiyah berkemajuan perlu dirumuskan ulang. Faktanya sistem pemilihan pimpinan masih pola lama yang tertutup. Walaupun selalu bilang kita harus menyesuaikan hidup di era digital yang berkembang cepat, sikapnya malah berkemunduran.
Merujuk Prof Abdul Mu’ti yang menyebut Muhammadiyah berjalan dengan sistem, bukan bergantung pada sinten dan pinten, maka banyak pimpinan yang merasa nyaman dengan sistem. Buat apa mencoba sistem yang baru. Maka yang bakal muncul di Muktamar ini sosok pimpinan yang lu lagi lu lagi. (*)
Editor Sugeng Purwanto