Muhammadiyah: Rahmatullah wa Baarakatuh bagi Bangsa Indonesia oleh Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS.
PWMU.CO– Hari ini adalah hari kedua Persyarikatan Muhammadiyah dan Aisyiyah menyelenggarakan Muktamar ke 48 di Solo.
Memasuki usianya yang ke-110, persyarikatan besar ini sedang melakukan reposisi peran agar tetap relevan dengan lansekap multi-dimensi yang sedang mengalami disrupsi besar-besaran oleh kehadiran internet, kerusakan lingkungan, resesi global, dan konflik perang nuklir.
Ancaman perang ini kini makin bergeser ke Asia Timur pada saat China bangkit menjadi kekuatan ekonomi dan militer baru yang menantang Barat. Umat manusia kini menghadapi ancaman eksistensial yang serius sebagai spesies yang paling terorganisasi.
Pada saat wacana global dan nasional masih membawa sisa-sisa ketakutan -jika bukan kebencian terhadap Islam, ketiga ancaman perubahan itu akan secara langsung mempersoalkan Islam Berkemajuan sebagai nilai utama yang selama 5 tahun terakhir ini digelorakan oleh Persyarikatan Muhammadiyah di tengah mitra, pesaing dan pelanggannya yang berubah.
Pada saat pimpinannya masih didominasi oleh para baby boomers, Muhammadiyah juga sulit mengabaikan peran generasi netizens yang kini menyusun bonus demografi bangsa ini.
Diperlukan rumusan nilai utama baru agar persyarikatan ini tetap relevan dengan konstelasi global saat ini.
Generasi muda dibingungkan olen wacana politik indentitas menjelang Pemilihan Umum 2024. Ketidakpedulian pada politik sebagai hasil proyek depolitisasi umat Islam sejak Orde Baru masih meninggalkan persoalan serius Muhammadiyah.
Politik sebenarnya bukan sekadar seni meraih kekuasaan, namun politik Islam adalah upaya menanamkan nilai Islam dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai amanat para pendiri bangsa yang termaktub dalam UUD45 sebelum diganti oleh UUD2002 yang liberal kapitalistik.
Meniru hampir habis-habisan gaya hidup Barat sejak reformasi bukan saja menjerumuskan bangsa dan umat Islam Indonesia dalam deformasi kebangsaan dan kenegaraan, namun juga sekaligus melemahkan Republik ini sebagai kekuatan regional untuk mengimbangi China dan Barat.
Dari KTT G20 di Bali baru-baru ini makin terlihat bahwa kepemimpinan Indonesia Islam di ASEAN sesungguhnya berpotensi sebagai sumber kekuatan non-blok yang menyodorkan jalan tengah atau jalan ketiga, the third, middle way.
Secara ekonomi, Muhammadiyah perlu segera membebaskan Republik ini dari riba sebagai instrumen nekolimik Barat yang memperbudak sekaligus secara diam-diam terus memiskinkan dan menguras kekayaan umat Islam secara tidak sah jika sulit disebut melanggar hukum.
Muhammadiyah perlu segera mengadopsi Hattanomics yang telah diamanahkan oleh UUD45 terutama dalam pasal 33. Adalah riba yang menghancurkan asas kekeluargaan dalam usaha bersama dalam perekonomian.
Koperasi menjadi model kelembagaan ekonomi Muhammadiyah berpola bagi hasil menjadi pola utama investasi Amal Usaha Muhammadiyah, menghindari riba yang hanya menguntungkan segelintir elite ekonomi nasional maupun global.
Investasi perlu diperluas ke sektor keuangan dengan membangun Baitul Mal Muhammadiyah sambil terus mendorong sistem keuangan berbasis emas, meninggalkan uang kertas serta barter dalam perdagangan internasional untuk mendorong fair trade and commerce.
Dengan jumlah anggota yang cukup besar, Muhammadiyah berpotensi memperkuat pasar domestik dalam menghadapi stagflasi dan resesi global beberapa tahun ke depan.
Pada saat yang sama, untuk membangun kembali etos kesaudagaran sekaligus meningkatkan kecerdasan finansial anggota persyarikatan, sistem pendidikan Muhammadiyah yang masih didominasi oleh persekolahan perlu direkonstruksi menjadi Sibernetika Jejaring Belajar Dahlanian yang lentur dan luwes untuk memperluas kesempatan belajar bagi warga persyarikatan maupun warga negara umumnya.
Pendidikan untuk semua tidak mungkin diwujudkan melalui persekolahan formal. Keluarga dan masjid menjadi simpul self organized learning environment utama.
Sementara persekolahan dan pesantren melengkapi dan menambahi kapasitas edukatif Muhammadiyah. Keluarga yang sehat dan terdidik serta produktif adalah public goods yang dibutuhkan untuk memerangi pandemi stunting, dan penyakit degeneratif yang makin menghinggapi warga muda, serta pinjaman online.
Muhammadiyah bertanggungjawab menyediakan warga muda yang mandiri, bertanggungjawab, sehat dan produktif pada umur 18 tahun.
Pendidikan tinggi tidak boleh dirumuskan sebagai kelanjutan pendidikan menengah untuk menutup- nutupi kegagalan pendidikan menengah menyediakan warga muda yang mandiri tersebut seperti saat ini.
Dengan komitmen kuat pada Hattanomics dan Dahlanian Learning Cybernetics itu Muhammadiyah akan menebar kasih sayang bagi semua warga bangsa, dan etos saling menyejahterakan dan memakmurkan yang bernilai rahmatullah wa barakatuh. Menghentikan kehidupan saling peras, saling jegal dan saling bermusuhan yang memecah belah persatuan bangsa yang majemuk ini.
Kiprah Muhammadiyah yang inovatif ditunggu dengan penuh harap oleh bangsa ini.
Gunung Anyar, Surabaya, 19 November 2022
Editor Sugeng Purwanto