PWMU.CO – Muktamar Ke-48 Aisyiyah di Surakarta, 19-20 November 2022 menghasilkan Risalah Perempuan Berkemajuan.
Berikut naskah lengkap Risalah Perempuan Berkemajuan
A. PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang menyebarluaskan dan mewujudkan risalah rahmatan lil-ā‘lamīn, yakni pembawa rahmah bagi seluruh alam. Misi rahmatan lil‘alamīn di antaranya tercermin dalam risalah Nabi yang memuliakan dan mengembangkan potensi perempuan sebagaimana laki-laki selaku insan mulia yang diciptakan Tuhan berderajat sama dengan tugas utama menjalankan ibadah dan khalifahahan di muka bumi.
Perempuan niscaya menempati posisi mulia dalam ajaran Islam. Secara normatif, nilai-nilai dasar Islam sangat memuliakan perempuan dan laki-laki tanpa diskriminasi, menempatkan perempuan dan laki-laki setara di hadapan Allah yang keduanya memiliki tanggung jawab sebagai hamba dan khalifah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan memakmurkan semesta, serta pelanjut risalah dakwah [Q.S. al-Hujurat [49] : 13, at-Taubah [9] : 71, an-Nisa32,124 : ]4[ ’, Ali ‘Imran [3] : 190-195, an-Nahl (16) : 97].
Kehadiran perempuan bersama laki-laki dalam sejarah kehidupan dan peradaban umat manusia sebagaimana lahirnya Adam dan Hawa di muka bumi merupakan sunuatullah yang akan terus berlangsung hingga akhir zaman. Berbagai tokoh dan peristiwa lahir menyertai kehadiran perempuan dalam kehidupan masyarakat dan bangsa-bangsa dengan segala dinamikanya. Kisah Ratu Bilqis di zaman Nabi Sulaiman, Asiah di era Fir’aun, Chadijah dan ‘Aisyah di masa Nabi Muhammad, serta sejumlah tokoh perempuan lainnya di zaman klasik hingga modern merupakan bukti nyata dari kehadiran perempuan di pentas sejarah.
Sejarah juga menghadirkan banyak peristiwa tentang dunia perempuan seperti perbudakan, penindasan, kekerasan, dan perlakuan buruk lainnya yang tumbuh bersama dengan pandangan dan budaya yang buruk atau negatif terhadap perempuan. Agama serta sistem kebudayaan dan politik tertentu sering dianggap menjadi sumber pandangan peyoratif dan stigma terhadap perempuan, yang melahirkan pandangan misogini dan dominasi struktur patriarki dalam perjalanan kehidupan perempuan di berbagai lingkungan masyarakat dan bangsa-bangsa.
Perempuan dan anak-anak karena lemah posisinya sering menjadi korban dari pandangan dan struktur yang membelenggu, diskriminasi, dan menindas itu sehingga melahirkan kesadaran baru yang mengoreksi dan membongkar ketimpangan dan ketidakadilan dalam sejarah perkembangan kehidupan umat manusia. Padahal sejatinya Allah menciptakan perempuan dan laki-laki dengan martabat, kedudukan, dan peranan yang samasama dimuliakan untuk menjalani kehidupan bersama yang luhur dan mulia.
‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah sejak berdirinya tahun 1917 mengembangkan spirit Islam yang berkemajuan, yakni ajaran Islam yang menjunjung tinggi kemuliaan manusia baik laki-laki maupun perempuan tanpa diksriminasi. Sejalan dengan pandangan keagamaan tentang “Islam Berkemajuan” yang dikembangkan Muhammadiyah melalui Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua tahun 2010, ’Aisyiyah terus menerus mengaktualisasikan Islam Berkemajuan untuk tegaknya ajaran Islam sebagai dīn al-ḥadhārah untuk terwujudnya peradaban utama yang memuliakan dan memajukan perempuan serta memajukan kehidupan umat manusia semesta.
Kelahiran gerakan perempuan Islam ‘Aisyiyah diinspirasi dari pemahaman ayat Al-Qur’an surah an-Nahl (16) : 97 yang memuat nilai-nilai dasar bahwa Islam memberi ruang dan kesempatan setara kepada laki-laki dan perempuan yang beriman dan beramal salih untuk meraih kehidupan yang baik (ḥayātan thayyibatan) dan balasan terbaik dari Allah. Spirit ayat tersebut dan ayat-ayat lain yang senada telah mendorong para perempuan untuk meraih ilmu pengetahuan dan teknologi, berkiprah di ruang publik, mengaktualisasikan segenap potensi fikir, zikir, dan amal, mengukir peradaban di seluruh aspek kehidupan, untuk mewujudkan masyarakat dan bangsa yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat. Hal tersebut menunjukkan bahwa corak faham agama ‘Aisyiyah- Muhammadiyah sangatlah progresif dan inklusif.
Secara sosiohistoris, kelahiran ‘Aisyiyah berada di tengah-tengah konstruksi sosial budaya masyarakat yang meminggirkan perempuan, keterbatasan akses perempuan yang berkutat di wilayah domestic dan budaya suwarga nunut neraka katut (perempuan masuk sorga atau neraka karena mengikuti laki-laki (orang tua, saudara laki-laki, atau suami). ‘Aisyiyah lahir di tengah-tengah munculnya gerakan perempuan Indonesia pada awal abad ke XX, seiring dengan berkembangnya kesadaran dan bangkitnya nasionalisme di Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Kesadaran berbangsa dan bermasyarakat dari organisasi perempuan perintis, mendapatkan momentum dalam Konggres Perempuan Pertama pada tanggal 22-25 Desember di pendopo Joyodipuran, Yogyakarta. ‘Aisyiyah merupakan salah satu dari tujuh organisasi pergerakan perempuan yang menjadi inisiator Konggres Perempuan Pertama ini.
Berangkat dari nilai-nilai ajaran Islam, baik normatif maupun sosiohistoris, serta dalam menghadapi dinamika zaman maka meniscayakan perumusan ulang atau reformulasi secara tersistematisasi mengenai pemikiran atau perspektif Islam tentang perempuan yang spirit utamanya lahir dari pandangan Islam berkemajuan untuk menghadapi perkembangan zaman saat ini dan ke depan dengan perumusan “Risalah Perempuan Berkemajuan”. Risalah Perempuan Berkemajuan bagi pergerakan perempuan Islam termasuk ‘Aisyiyah memiliki dasar pijakan keislaman dan konteks kekinian yang relevan menghadapi dinamika baru kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta. Bagi dunia perempuan pada umumnya, kehadiran pemikiran “Risalah Perempuan Berkemajuan” dapat menjadi rujukan bagaimana agama khususnya Islam memiliki pandangan yang maju tentang dunia perempuan, sehingga agama bukan rintangan bagi kemajuan perempuan. Selain itu kaum perempuan dari latar belakang agama, suku, golongan, bangsa, dan lainnya niscaya hidup berkemajuan agar mampu hidup setara dengan lakilaki sebagai satu kesatuan ciptaan Tuhan yang memiliki martabat dan tugas utama yang sama dalam membangun kehidupan yang berkeadaban dan berperadaban mulia dalam mengolah kehidupan bersama di alam semesta.
Khusus bagi ‘Aisyiyah sebagai gerakan perempuan Muhammadiyah yang selama ini membawa panji Islam berkemajuan dalam pemikiran dan dunia nyata maka dalam memasuki abad kedua dihadapkan oleh kontestasi ideologi termasuk meluasnya pemahaman Islam yang tidak selaras dengan pandangan Islam Berkemajuan. Bersamaan dengan itu ‘Aisyiyah juga memiliki pandangan yang maju dalam menghadapi berbagai problem sosial, budaya, ekonomi, dan aspek kehidupan lainnya di era disrupsi yang kompleks. Dalam konteks inilah, penting dirumuskan pemikiran teologis dan ideologis tentang Risalah Perempuan Berkemajuan.
Bagi ‘Aisyiyah, perumusan Risalah Perempuan Berkemajuan disusun dengan latar pemikiran sebagai berikut. Pertama, spirit kelahiran ‘Aisyiyah yang dilandasi nilai-nilai dasar Islam tentang kesetaraan dan kemajuan perempuan di tengah-tengah keterbatasan akses perempuan, mendorong dan memberi kesempatan perempuan untuk maju dalam seluruh aspek kehidupan. Kedua, dinamika ‘Aisyiyah selama lebih dari satu abad yang digerakkan oleh para perempuan, merepresentasikan gerakan Islam dakwah
amar makruf nahi mungkar dan tajdid; gerakan perempuan yang berpikiran maju dan berperan aktif dalam seluruh aspek kehidupan; gerakan praksis sosial, gerakan amal usaha; serta berperan dalam kehidupan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan semesta. Ketiga, berbagai dokumen pandangan ideologis persyarikatan tentang perempuan yang disusun sesuai tuntutan zamannya, perlu dikontekstualisasikan dan dikembangkan sejalan dengan kompleksitas kemajuan jaman.
Karenanya, dengan latarbelakang dan pemikiran sebagaimana dideskripsikan tersebut maka disusunlah Risalah Perempuan Berkemajuan sebagai salah satu dokumen yang melengkapi dokumen lainnya tentang pandangan mengenai perempuan dalam perspektif Islam. Naskah Risalah Perempuan Berkemajuan ini menjadi salah satu Keputusan Muktamar ‘Aisyiyah ke-48 di Surakarta, yang diselenggarapan pada tanggal 23-25 Rabiul Akhir 1444 H/18-20 November 2022 M, sebagai wujud aktualisasi dan kehadiran untuk menjawab masalah dan tantangam zaman bagi dunia perempuan sejalan dengan pandangan Islam yang menjadi perspektif keIslaman dalam Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah memghadapi dinamika zaman saat ini dan ke depan.
B. KONSEP PEREMPUAN BERKEMAJUAN
Perumusan Risalah Perempuan Berkemajuan memiliki konsep, tujuan, pendekatan, dan dasar nilai tertentu yang menjadi pijakan pemikirannya. Hal tersebut menunjukkan kerangka berpikir yang kuat, sistematis, dan relevan sebagai suatu pokok-pokok pikiran tentang pandangan mengenai perempuan berkemajuan dalam persepektif Islam yang menjadi basis dan wawasan yang dipilih oleh ‘Aisyiyiah sebagai organisasi yang merumuskannya untuk kepentingan umum, khususnya dunia perempuan di tengah perkembangan zaman.
Risalah Perempuan Berkemajuan dimaksudkan sebagai landasan, arah, dan acuan bagi setiap insan perempuan. Perempuan diharapkan menjadi maju dan menjadi penggerak organisasi perempuan. Mereka dapat membangkitkan potensi dan peran perempuan dalam menjalani kehidupan di berbagai bidang, sehingga terwujud peradaban maju yang tercerahkan dan berwawasan rahmatan lil-‘alamin.
1. Konsep Risalah Perempuan
Risalah, berasal dari bahasa Arab, rasila-yarsalu-rasalan wa rasālatan ( رَسلَ يَرْسَلُ رَسَلً وَ رَسَالَةً ) artinya lurus, lepas. Dapat pula berasal dari lafal arsala-yursilu-risālatan (أًرْسَلَ يُرْسلُ رسَالَةً ) berarti mengirimkan, mengutus, membebaskan, melepaskan. Ar-risālah berarti surat, kerasulan, risalah. Sedangkan dalam Kamus besar Bahasa Indonesia, risalah berarti 1. yang dikirimkan (surat dan sebagainya); 2. surat edaran (selebaran); 3. karangan ringkas mengenai suatu masalah dalam ilmu pengetahuan; 4. laporan rapat; notula. Konsep risalah dalam naskah ini ialah rumusan ringkas berupa pokok-pokok pikiran yang berpandangan maju atau berkemajuan tentang misi perempuan berlandaskan nilai-nilai Ajaran Islam dan kerisalahan Nabi dalam menghadapi dinamika perkembangan zaman.
Risalah Perempuan Berkemajuan merupakan naskah dokumen pandangan ideologis persyarikatan ‘Aisyiyah-Muhammadiyah tentang perempuan dalam berbagai aspek kehidupannya. Naskah tersebut memperkaya dokumen-dokumen pandangan ideologis persyarikatan yang selama ini telah dimiliki tentang pandangam mengenai perempuan dalam persepektif Islam. Dokumen pandangan ideologis tentang perempuan dimaksud yaitu: Tuntunan Mencapai Esteri Islam Yang Berarti, Keputusan Kongres ‘Aisyiyah ke-26 tahun 1939, di Yogyakarta. Adabul Mar’ah fil Islām, Keputusan Muktamar Tarjih ke-17, tahun 1972 di Wiradesa, Pekalongan; Fikih Perempuan, Keputusan Munas Tarjih ke-26, tahun 2010 di Malang; Islam Berkemajuan dan Gerakan Pencerahan, dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, Keputusan Muktamar Satu Abad Muhammadiyah tahun 2010 di Yogyakarta; Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, Keputusan Munas Tarjih ke-28, tahun 2014 di Palembang; Pokok-pokok Pikiran ‘Aisyiyah abad kedua, Keputusan Muktamar Abad Kedua ‘Aisyiyah ke-47, tahun 2015 di Makasar; Risalah Pencerahan, Keputusan Tanwir Muhammadiyah tahun 2019 di Kota Bengkulu; dan Fatwa-fatwa Tarjih tentang Perempuan.
Risalah ini memuat rumusan konseptualisasi, makna dan karakter tentang perempuan berkemajuan dalam berbagai aspek kehidupan kontemporer perspektif Islam yang menjadi pandangan keagamaan dalam Muhammadiyah khususnya tentang perempuan. Islam yang berkemajuan merupakan Islam yang menyemaikan benih-benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia. Islam yang menjunjung tinggi kemuliaan manusia baik laki-laki maupun perempuan tanpa diksriminasi. Islam yang menggelorakan misi antiperang, antiterorisme, antikekerasan, antipenindasan, antiketerbelakangan, dan anti terhadap segala bentuk pengrusakan di muka bumi seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan kemanusiaan, eksploitasi alam, serta berbagai kemunkaran yang menghancurkan kehidupan. Islam yang secara positif melahirkan keutamaan yang memayungi kemajemukan suku bangsa, ras, golongan, dan kebudayaan umat manusia di muka bumi.
2. Tujuan
Risalah Perempuan Berkemajuan memiliki tujuan sebagai acuan dan arah untuk dua lingkup sasaran. Pertama, bagi setiap insan perempuan yang diharapkan menjadi perempuan-perempuan yang maju dalam menjalani kehidupan sejalan dengan nilai-nilai keagamaan yang bersifat wasatiyah atau moderat berkemajuan. Kedua, menjadi acuan dan arah bagi para penggerak organisasi dalam melakukan penguatan dan pemberdayaan perempuan, serta dalam pengembangan gerakan perempuan yang berkemajuan. Risalah Perempuan Berkemajuan juga bertujuan sebagai rujukan yang memuat faham Islam Berkemajuan yang berwawasan wasatiyah (moderat, tengahan) tentang perempuan dalam gagasan, pemikiran, dan aksi gerakan di tengah-tengah berbagai faham dan aksi gerakan, yang menjadi pemikiran alternatif. Selain itu Risalah Perempuan Berkemajuan dapat menjadi kerangka pemikiran dalam mengembangkan potensi, keilmuan, dan keberagamaan perempuan untuk menguatkan peran-peran keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal dalam mewujudkan peradaban utama yang rahmatan lil-ā‘lamīn.
Melalui Risalah Perempuan Berkemajuan semua pihak dapat mengembangkan wawasan pemikiran untuk menjadi panduan, arah, dan orientasi tindakan tentang bagaimana perempuan menjalankan perannya dalam kehidupan yang multiaspek dalam satu kesatuan hidup atau ekosistem kehidupan, termasuk dalam relasi perempuan dan laki-laki yang bersifat tengahan (wasatiyah, moderat) dan terintegrasi satu sama lain untuk membangun kehidupan bersama yang “hayātan thayyibatan” atau kehidupan yang baik [QS. al-Nahl (16) : 97].
3. Manhaj Tarjih
Pemaknaan tarjih sebagai suatu metode pengambilan hukum dan pemahaman keIslaman yang dikembangkan Majelis Tarjih Muhammadiyah mengandung arti lebih luas, tidak hanya dibatasi pada ijtihad untuk merespons permasalahan dari sudut pandang hukum Islam (syariat Islam) tetapi merupakan aktivitas intelektual untuk merespons permasalahan sosial dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam. Manhaj Tarjih sebagai metodologi didefinisikan sebagai “suatu sistem yang memuat seperangkat wawasan (atau semangat/perspektif), sumber, pendekatan, dan prosedur-prosedur tehnis (metode) tertentu yang menjadi pegangan dalam kegiatan ketarjihan.”. Manhaj Tarjih di dalamnya terkandung pengembangan pemikiran yang terkait dengan ijtihad dan tajdid, sehingga bersifat dinamis sejalan dengan jiwa ajaran Islam yang dipedomani Muhammadiyah.
a. Wawasan Tarjih
Wawasan Tarjih meliputi wawasan paham agama Islam yang utuh dan komprehensif, wawasan tidak berafiliasi mazhab tertentu, wawasan tajdid, wawasan toleransi, dan wawasan keterbukaan. Makna Islam dalam pandangan Tarjih Muhamamdiyah tersebut bersifat utuh, mengeluruh, mendalam, dan luas yang mengandung ajaran dari Allah berupa perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk yang disunnahkan Rasulullah untuk menjadi pedoman hidup manusia untuk meraih kebahagiaan hidup sejati di dunia dan akhirat.
Wawasan keIslaman berdasarkan manhaj Tarjih tidak berafiliasi mazhab, menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak berafiliasi kepada mazhab tertentu. Hal ini tidak berarti menafikan berbagai pendapat fukaha yang ada. Karya intelektual ulama masa lalu maupun masa kini menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan diktum norma/ajaran yang lebih sesuai dengan semangat di mana kita hidup. Muhammadiyah juga mengembangkan pemikiran keIslamannya yang salah satu pandangan keagamaannya ialah Islam yang berkemajuan atau Islam Berkemajuan. Islam Berkemajuan bukanlah mazhab atau aliran, tetapi suatu pandangan keIslaman yang menjadi perspektif keagamaan Muhammadiyah dalam memandang kehidupan.
Wawasan tajdid menggambarkan orientasi kegiatan tarjih dan corak produk ketarjihan yang bersifat pemurnian (purifikasi) dan pengembangan (dinamisasi). Wawasan tajdid memiliki dua orientasi: a. Dalam bidang akidah dan ibadah, tajdid bermakna pemurnian dalam arti mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan Sunnah Nabi saw. b. Dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid berarti mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif dan inovatif sesuai tuntutan zaman. Berkaitan dengan akidah, pemurnian berarti melakukan pengkajian yang diwujudkan dalam pandangan dan sikap untuk membebaskan akidah dari unsur-unsur syirik, khurafat, dan tahayul. Pemurnian ibadah berarti menggali tuntunannya sedemikian rupa dari Sunnah Nabi saw untuk menemukan bentuk yang paling sesuai atau paling mendekati Sunnahnya. Tajdid di bidang muamalat duniawiyah berarti mendinamisakikan kehidupan masyarakat sesuai dengan capaian kebudayaan yang dicapai manusia dibawah semangat dan ruh al-Quran dan Sunnah. Bahkan dalam aspek ini beberapa norma di masa lalu dapat berubah bila ada keperluaan dan tuntutan untuk berubah. Perubahan itu dapat dilakukan dengan memenuhi beberapa syarat, yaitu (1) ada tuntutan untuk berubah dalam rangka dinamisasi kehidupan masyarakat, (2) perubahan baru harus berlandaskan suatu kaidah syariah, (3) masalahnya menyangkut muamalat duniawiah, bukan menyangkut ibadah murni, dan (4) ketentuan lama bukan merupakan penegasan yang tetap dan tidak berubah.
b. Sumber Ajaran
Sumber ajaran mencakup sumber primer yaitu Al-Qur’an dan Sunah Makbulah yang difahami dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Dalam kaitan dengan sisten normatif Islam terdapat sumber-sumber yang mendampingi sumber-sumber pokok. Sumber-sumber pendamping ini dapat disebut sebagai sumber-sumber paratekstual atau juga sumber-sumber instrumental. Sumber-sumber ini juga dapat diterima dan diakui dalam praktik ketarjihan, seperti ijmak, qiyas, maslahat mursalah, istihsan, tindakan preventif (sadduż-żar‘īah), dan ʻuruf.
c. Pendekatan Bayani, Burhani, dan ‘Irfani
Muhammadiyah dalam praktiknya menggunakan ijtihad berdasarkan Manhaj Tarjih yang menjadi pedoman. Pemahaman terhadap Al-Quran dan Sunnah Nabi dilakukan dengan pendekatan bayani, burhani, dan ʻirfani secara interkoneksi, sehingga ayat-ayat Al-Quran maupun hadis Nabi tidak dipahami secara dangkal, verbal, parsial, dan sempit. Pembumian Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Makbulah di tengah dinamika kehidupan zaman yang semakin maju, modern, dan kompleks meniscayakan aktualisasi nilai-nilai Islam yang “shalīhun likulli zamān wa makān” (berkesesuaian dengan perkembangan situasi dan tempat) sehingga mampu menghadapi dan memberikan solusi terbaik dalam kehidupan.
Risalah Perempuan Berkemajuan lahir dari pemahaman Islam yang menggunakan pendekatan bayani, burhani, dan ‘irfani. Pendekatan bayani bertitik tolak dari penggunaan nas-nas syariah (al-Quran dan as-Sunnah) secara bahasa dan tekstual. Pendekatan burhani menggunakan pendekatan rasional dan ilmu pengetahuan serta konteks. Pendekatan irfani berdasarkan kepada upaya meningkatkan kepekaan nurani dan ketajaman intuisi batin atau perasaan jiwa. Ketiganya dipergunakan secara seksama dan interkoneksi sesuai kaidah tafsir dan pengembangan pemikiran Islam yang mendalam, luas, dan relevan. Dengan pendekatan secara komprehensif yang menempatkan kebenaran yang terdapat dalam teks-teks al-Quran dan as-Sunnah yang dimaknai secara kontekstual; kebenaran rasional dengan menggunakan pemikiran, pengalaman, dan ilmu pengetahuan; serta kebenaran ada dalam hati nurani, instink, dan kalbu yang melahirkan perilaku ihsan. Multi pendekatan sistemik ini sekaligus dikembangkan untuk merespons problem-problem kontemporer tentang perempuan dan anak yang sangat kompleks, serta rumusan pemikiran dan aplikasinya dalam praksis sosial.
4. Nilai-nilai Dasar
Nilai-nilai dasar Islam tentang perempuan memberikan peran dan kedudukan mulia setara dengan laki-laki, setara dalam memerankan misi ibadah dan khalifah, serta meraih prestasi yang bermakna dalam seluruh aspek kehidupan. Dari berbagai landasan normatif Islam, terdapat tiga nilai dasar Islam tentang Perempuan Berkemajuan yaitu nilai dasar tauhid, keadilan dan dan rahmah.
a. Nilai dasar Tauhid
Nilai dasar yang paling utama dalam bangunan agama Islam adalah tauhid. Tauhid mengandung pengertian bahwa Allah adalah satu-satunya Zat yang menciptakan dan sekaligus menumbuhkan dan memelihara seluruh ciptaan-Nya termasuk perempuan. Ajaran tauhid mengandung nilai utama bahwa laki-laki dan perempuan atau perempuan dan laki-laki diciptakan dalam martabat yang sama “fī ahsani taqwīm” [QS. at-Tin (95) : 4] yang membawa kedua makhluk Allah itu martabatnya sama di hadapan Allah. Perempuan dan laki-laki memiliki visi sama untuk mengabdi kepada Allah dan menjadi khalifah Allah di muka bumi. [QS asy-Syūrā (42): 49, at-Taubah (9) :71, al-Ahzab (33) ; 35].
Allah secara spesifik menegaskan kemuliaan laki-laki dan perempuan tanpa diskriminasi dalam Al-Qur’an surat al-Hujurât (49): 13. Nilai dasar tauhid, meniscayakan kesetaraan dalam penciptaan laki-laki dan perempuan. Keduanya dicipta dari nafsun wāḥidah yakni jiwa yang satu [Q.S. an-Nisa1 : )4( ’]. Dengan demikian, perempuan tidak dicipta dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok, seperti yang selama ini berkembang dalam masyarakat dan difahami oleh sebagian kaum muslimin. Pemahaman seperti ini berasal dari pemahaman terhadap hadis secara tekstual, tanpa dilihat konteks sabda Nabi tentang hal tersebut.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : اِسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضَلْعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ. رواه البخاري
Dari Abu Hurairah ra berkata, Bersabda Rasulullah saw : “Saling berpesanlah kalian (untuk berbuat baik) kepada kaum perempuan, karena perempuan itu diciptakan dari tulangrusuk. Sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atasnya. Kalau engkau luruskan tulang yang bengkok itu, engkau akan mematahkannya, (tetapi ), kalau engkau biarkan, dia akan tetap bengkok. Saling berpesanlah kalian (untuk berbuat baik) kepada perempuan (HR. al-Bukhari).
Hadits dimaksud, mestinya tidak difahami secara tekstual tentang penciptaan perempuan, tetapi dipahami secara majazi yang merupakan wasiat Rasul saw. kepada kaum laki-laki agar berhati-hati terhadap perempuan. Ibaratnya perempuan dicipta dari tulang rusuk yang bengkok (seperti yang selama ini berkembang di kalangan sahaba)t.
Nilai-nilai dasar tauhid, memberikan keyakinan bahwa Allah satu-satunya Tuhan Pencipta, Pemelihara, Pengendali dan Pengatur semua makhluk dan semua urusan. Dalam mengatur kehidupan manusia, Allah menurunkan syariah yang meniscayakan adanya tujuan Allah menurunkan syariat ajaran Islam atau maqāshid al-syarīʻah yaitu terwujudnya kemaslahatan, kebaikan dan sebaliknya menghindari kerusakan. Tujuan syariah ini dalam fikih klasik memuat nilai perlindungan (al ḥifẓ) yang mencakup lima hal yang harus dilindungi (kulliyyatul-khams) yaitu ḥifẓ al-dīn (perlindungan agama), ḥifẓ al-nafs (perlindungan jiwa), ḥifẓ al-nasl (perlindungan kelturunan), ḥifẓ al-‘aqal (perlindungan akal), dan ḥifẓ al-māl (perlindungan harta). Di era kontemporer, Nilai-nilai perlindungan dikembangkan menjadi nilai pemberdayaan (tanmiyyah) yang meliputi : (1). Ḥifz al-nasl, yang berorientasi kepada perlindungan keluarga, Kepedulian yang lebih terhadap institusi Keluarga. (2). Ḥifz al-‘aqal, melipatgandakan pola pikir dan research ilmiah; mengutamakan perjalanan untuk mencari ilmu pengetahuan; menekan pola pikir yang mendahulukan kriminalitas kerumunan gerombolan; menghindari upaya-upaya untuk meremehkan kerja otak (3). Ḥifz al-nafs (al-‘irdl), Menjaga dan melindungi martabat kemanusiaan; menjaga dan melindungi hakhak asasi manusia. (4). Ḥifz al-dīn, menjaga, melindungi dan menghormati kebebasan beragama dan berkepercayaan. (5). Ḥifz al-māl, Mengutamakan kepedulian sosial; menaruh perhatian pada pembangunan dan pengembangan ekonomi; mendorong kesejahteraan manusia; menghilangkan jurang antara miskin dan kaya. Di era kontemporer, lima nilai-nilai tersebut berkembang al. adanya ḥifẓ al-b’īah (perlindungan lingkungan hidup) dan ḥifẓ al-‘irḍ (perlindungan kehormatan).
Dengan nilai-nilai maqāshid al-syarīʻah yang berorientasi pada pemberdayaan, organisasi berusaha menjaga hak-hak perempuan, memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, dan memberikan kesempatan perempuan mengembangkan potensinya untuk berkontribusi nyata dalam segala bidang. Perempuan dalam perspektif Islam sebagaimana laki-laki dituntut untuk menjadi “Ummatan Wasathan” yakni umat tengahan sebagai umat terbaik serta berperan sebagai “Syuhadā’‘ ala annās” yaitu saksi dan pelaku sejarah dalam kehidupan menuju terwujudnya kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. [Q.S. al-Baqarah (2): 143].
b. Nilai Dasar Keadilan
Nilai berikutnya yang penting menjadi dasar bagi risalah ini adalah nilai keadilan. Adil artinya “memberikan hak kepada orang berhak menerima sesuai dengan haknya”. Keadilan merupakan nilai yang sangat mendasar dalam ajaran Islam sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran [QS al-Maidah (5): 8]. Nilai keadilan dalam Islam mengajarkan kepada pemeluknya bahwa perempuan dan laki-laki setara di hadapan Allah. Relasi laki-laki dan perempuan dalam posisi setara, tidak ada superioritas dan subordinasi (diunggulkan dan direndahkan), masing-masing memiliki potensi, fungsi, peran dan kemungkinan pengembangan diri. Perbedaan fitrah laki-laki dan perempuan menampakkan adanya kekhususan yang dimiliki laki-laki dan perempuan agar keduanya saling melengkapi dalam melaksanakan fungsi dan perannya baik di ranah domestik (rumah tangga) maupun publik (masyarakat).
Prinsip-prinsip relasi kesetaraan perempuan dan laki-laki sebagai konkritisasi nilai dasar keadilan, telah diisyaratkan Allah dalam al-Quran yaitu, pertama, perempuan dan laki-laki sama-sama sebagai hamba Allah, keduanya memiliki kedudukan setara dan memiliki fungsi ibadah [Q.S. adz~Dzâriyât (51): 56]. Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk beriman dan beramal salih. Yang membedakan kedudukan keduanya di hadapan Allah hanyalah kualitas iman, taqwa, pengabdian kepada Allah dan amal salihnya. Hal ini ditegaskan Allah dalam Al-Quran. [Q.S. an-Nahl (16): 97]. Kedua, laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah (wakil) Allah di muka bumi. Mereka berdua memiliki kesempatan dan wewenang sama menjalankan fungsi dalam mengelola, memakmurkan dunia dan memimpin sesuai dengan potensi, kompetensi, fungsi, dan peran yang dimainkannya. Laki-laki dan perempuan Allah ciptakan untuk saling bahu-membahu mengemban amanah amanah ini sebagaimana dalam firman Allah. [QS al-Baqarah (2): 30]. Ketiga, Laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi untuk meraih prestasi dan kesuksesan. Ini antara lain disebutkan dalam Surah an-Nis124 :)4(’ ā dan surah an-Naḥl (16): 97 yang telah disebutkan di atas. Keempat, laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan setara di depan hukum. Perempuan yang berbuat salah akan mendapatkan sanksi atas pelanggaran yang telah dilakukannya sebagaimana laki-laki. Keduanya bertanggung jawab atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Al-Qur’an telah menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan yang berzina mendapat hukuman had [Q.S. an-Nūr (24): 2]. Demikian juga para pencuri, perampok, koruptor, baik laki-laki maupun perempuan akan mendapat sanksi atas kesalahan yang diperbuatnya [al-Māidah (5): 38].
Nilai-nilai keadilan di atas jika benar-benar diimplimentasikan akan memudahkan untuk mewujudkan cita-cita diturunkannya Islam sebagai rahmah bagi semua alam.
c. Nilai dasar Rahmah (kasih sayang)
Islam diturunkan ke bumi adalah untuk menjadi rahmah bagi seluruh alam (rahmatan lil-‘âlamîn) agar manusia bisa hidup antara sesama dengan penuh kecintaan, kedamaian serta kesejahteraan. [Q.S. al-Anbiyā (21): 107].”Rahmah” merupakan ajaran yang fundamental dan universal yang selalu mewarnai setiap nafas, gerak, langkah, aktivitas muslim-muslimah, organisasi, gerakan, masyarakat Islam maupun kebijakan-kebijakan negara.Islam agama rahmah ini sejalan dengan sifat ketuhanan dalam Islam yang menyatakan bahwa Allah memiliki sifat rahmah (sifat kasih) seperti yang dinyatakan Allah sendiri dalam Al-Qur’an [Q.S. al-Anʻām (6): 12]. Paradigma itu juga sejalan dengan paradigma kerasulan Nabi Muhammad saw. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim beliau menegaskan kerasulannya sebagai rahmah, bukan sebagai laknat, seperti dikemukakan dalam hadist Nabi,
عَنْ أَبِ هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ اُدْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ قَالَ إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً. رواه مسلم
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Dia berkata, ”kepada Rasulullah dikatakan, ”Berdoalah untuk keburukan orang-orang musyrik!” Beliau menjawab, ”Saya diutus tidak untuk menjadi pelaknat. Saya diutus hanyalah untuk menjadi rahmah [HR Muslim].
Nilai rahmah hadir dalam wujud Islam sebagai agama pembawa perdamaian yang merupakan hal nyata dari akar kata Islam yang bermakna as-silm yang bermakna pedamaian [Q.S. al-Anfal (8) : 61]. Nabi Muhammad memberikan teladan hidup damai dengan beragam suku, bangsa, dan agama. Perjanjian Hudaibiyah menjadi bukti keteladanan Rasulullah yang cinta damai. Walaupun seakan dirugikan oleh kaum Quraisy Makkah dengan perjanjian pengembalian Kaum Quraisy yang menjadi Muslim, namun itulah bukti perwujudan Islam yang damai dan toleran. Pada kisah peletakkan Hajar Aswad, maka Rasulullah memberi kesempatan yang sama kepada semua pemimpin kabilah untuk memegang kain padahal Nabi Muhammad memiliki kesempatan untuk meletakkannya sendirian. Kisah ini memberikan teladan Muhammad sebagai orang yang cinta damai dan menghargai semua pihak. [Q.S. al-Hujurat (49) : 10].
C. KARAKTER PEREMPUAN BERKEMAJUAN
Keputusan Muktamar ke-47 Satu Abad ‘Aisyiyah tahun 2015 tentang Pokok Pikiran ‘Aisyiyah Abad Kedua, menyatakan bahwa Perempuan Berkemajuan memiliki beberapa makna dan sifat:
Pertama, Perempuan Berkemajuan dimaknai sebagai perempuan yang memiliki alam pikiran dan kondisi kehidupan yang maju dalam segala aspek tanpa mengalami hambatan dan diskriminasi baik secara struktural maupun kultural. Perempuan yang maju adalah perempuan yang berilmu pengetahuan dengan landasan iman. Kondisi perempuan yang maju adalah perempuan yang berilmu pengetahuan dengan landasan iman. Risalah keilmuan diisyaratkan Allah SWT dalam wahyu pertama yang menandai kerasulan Nabi Muhamamd SAW yaitu ayat ilmu, pentingnya literasi keilmuan yang menyeimbangkan ayat-ayat kauniyah dan tauhidiyah [Q.S. al-‘Alaq (96) : 1-5]. Isyarat Alqur’an tentang kemajuan alam pikir digambarkan dalam sosok “Ulul-Albab” yaitu ilmuwan dan cendekiwan yang memiliki kemampuan mengembangkan kapasitas fikir, zikir, dan amaliyah. Ulul-Albab dimaksud ada dalam sosok laki-laki dan perempuan, sebagaimana telah diisyaratkan Allah dalam Q.S. Ali ‘Imran (3) : 190-191, dan 195. Kemajuan perempuan juga ditandai dengan potensi dan kesempatan perempuan untuk meraih prestasi, bekerja, dan mengembangkan profesi setara dengan laki-lakiIsyarat Al-Qur’an tentang hal ini, antara lain dalam Q.S. an-Nisa32 : )4( ’].
Kemajuan kehidupan, antara lain digambarkan Allah sebagai hayātan thayyibah (kehidupan yang baik), seperti isyarat Al-Qur’an surah an-Nahl (16) : 97. Dalam tafsir sabahat, hayah thayyibah memiliki 3 kriteria : rezeki halal (Ibn Abbas dalam satu riwayat), qana’ah atau kepuasan (Ali bin Abi Thalib), dan kebahagiaan (Ibn Abbas dalam riwayat yang lain). Tafsir ini sejalan dengan perolehan iman dan amal shaleh yang disebutkan dalam al-Baqarah [2]: 62. Ayat tersebut menjadi tafsir dan kriteria hayah thayyibah yang diajarkan al-Quran, yaitu sejahtera sesejahtera-sejahteranya (lahum ajruhum ‘inda rabbihim); damai sedamai-damainya (wa la khaufun ‘alaihim), Dan bahagia sebagia-bahagianya (wa la hum yahzanun) (bahagia sebahagia-bahagianya / as-sa’adatu kulluha) di dunia dan di akhirat.
Tarjih Muhamamdiyah telah memberikan panduan bagi perempuan berkemajuan dalam Adabul Mar’ah Fil Islam, yang merupakan Keputusan Muktamar Tarjih ke-17, tahun 1972 di Wiradesa, Pekalongan telah merumuskan bahwa seorang wanita bisa menjadi hakim, direktur sekolah, direktur perusahaan, camat, lurah, menteri, walikota, dan sebagainya dan agama tidak memberi alasan untuk menolak atau menghalang-halangi. Dalam bidang politik, setiap muslim baik laki-laki dan perempuan harus memiliki kesadaran politik dan terlibat dalam dunia politik, jangan takut politik karena hal ini justru bisa dimanfaatkan atau menjadi menjadi korban politik. Dalam politik praktis, seseorang yang terjun dalam politik harus memiliki pengalaman dan kemampuan yang mumpuni. Ketetapan tersebut, dilandasi pada nilai-nilai dasar Islam dalam antara lain dalam Q.S. an-Nisa: )4( ’124, an-Nahl (16) ; 97, dan at-Taubah (9):71 yang mengisyaratkan kebolehan perempuan menjadi presiden atau pemimpin tertinggi.
Kedua, perempuan yang memiliki derajat dan perlakuan yang sama mulia dengan laki-laki tanpa diskriminasi. Ukuran kemuliaannya terletak pada ketakwaan, iman, dan amal shaleh; menjalankan fungsi ibadah dan kekhalifahan. Pernyataan ini menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan setara dihadapan Allah, sebagai karamah insāniyyah. Kemuliaannya bukan karena perbedaan seksnya, karena dia laki-laki atau perempuan, tetapi karena ketakwaan, iman dan amal salih. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai dasar dalam Q.S. al-Hujurat (49) : 13, an-Nahl (16) : 97. Kemuliaan laki-laki dan perempuan, juga karena Allah telah menetapkan misi kehadiran manusia laki-laki dan perempuan sebagai ‘abdullah (hamba Allah) dan khalifah. Kewenangan ini, ditetapkan Allah dalam Q.S. adz-dzariyat (51) ; 6, al-Baqarah (2) : 30, at-Taubah (9) : 71
Dalam perspektif Tafsir At-Tanwir yang diterbitkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, tentang penciptaan manusia dijelaskan kedudukan manusia sebagai khalifah dalam kalimat innī j’āilun fil ardli khalīfah. Hal ini menunjukkan otoritas Allah dalam memilih manusia sebagai Wakil Tuhan dalam mengelola dan memakmurkan dunia [Q.S. al-Baqarah (2) ; 30. Sebagai khalifah, manusia dibekali dengan potensi keilmuan, kepemimpinan, dan spiritualitas [Q.S. al-Baqarah (2) ; 31-37]. Khalifah merupakan status yang diberikan Allah dalam penciptaan. Status itu melekat padanya dalam keberadaannya di bumi. Dengan kedudukan ini manusia harus mengelola kehidupan di bumi untuk mewujudkan kebaikan nyata yang dikehendaki-Nya. Seluruh manusia tanpa membedakan laki-laki dan perempuan semuanya mendapat amanah dari Allah untuk menjadi khalifah (pemakmur bumi). Oleh karena itu, setiap manusia mempunyai kewajiban menjadi pemimpin/pemakmur meskipun dalam lingkup sangat kecil. Untuk menjadi pemimpin/pemakmur, seseorang harus mampu mengembangkan seluruh kompetensi dirinya sehingga menjadi manusia yang paling bermanfaat di dunia, memberi kontribusi pada pembangunan [QS at-Taubah (9): 71].
Sebagai ‘abdullah, manusia menjalani kehidupan dengan mengabdi kepada Allah (ibadah). Pengabdian manusia kepada Allah akan berimplikasi pada perilaku ihsan terhadap sesama manusia maupun sesama makhluk hidup, baik flora, fauna, dan lingkungan alam lainnya. Semua aktifitas manusia pada dasarnya sebagai pengabdian kepada Allah. Misi utama Allah mencipta manusia hanya untuk beribadah. Perintah Allah kepada manusia pun pada dasarnya hanya untuk beribadah [Q.S. adz-Dzariyat (51) : 56]. Dalam dokumen Masailul Khams yang dimuat dalam buku Himpunan Putusan Tarjih jilid 1, ibadah dimaknai ”bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi laranganlarangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan Allah”. Dalam menunaikan fungsi ibadah, perempuan dan laki-laki pada dasarnya tidak dibedakan. Mereka memiliki kewajiban yang sama menunaikan ibadah kepada Allah, baik ibadah umum maupun ibadah khusus [Q.S. al-Ahzab (33) : 35].
Dalam menunaikan ibadah khusus ada kalanya perempuan memiliki kekhususan, sejalan dengan fitrah perempuan yang sesuai dengan sunnatullah. Misalnya, ketika perempuan sedang haid, maka tidak dibenarkan menunaikan salat dan puasa, dengan kewajiban mengqadha puasa tetapi tidak diperintahkan mengkadha salat. Bagi perempuan haid, dibolehkan membaca Al-Qur’an, berzikir, hadir di tanah lapang ketika Idul Fitri dan Idul Adha, untuk menyaksikan dan menghayati ritual salat serta mendengarkan khutbah. Bagi perempuan hamil dan memberikan ASI yang tidak kuat menunaikan puasa, boleh tidak puasa di bulan Ramadhan, dan membayar fidyah sebagai pengganti kewajiban puasa.
Ketiga, Perempuan Berkemajuan, mencerminkan kepribadian muslimah dengan nilai-nilai akhlak yang utama sejalan dengan misi risalah Nabi Muhammad saw untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (akhlak karimah). Misi risalah ini, diisyaratkan Allah dalam Q.S. al-Qalam (68) : 5 dan Sabda Nabi Muhammad saw.
عَنْ أَ بِ هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ-صلى الله عليه وسلم- :« إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَرِمَ الأَخْلاَقِ. رواه البيهقى عن أبى هريرة
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. berkata, bersabda Rasulullah saw : Sesungguhnya saya diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. Al-Baihaqi dari Abu Hurairah)
Pelanjut risalah kenabian yang mencerminkan pribadi akhlak mulia, menjaga diri dari akhlak tercela, ada dalam sosok pribadi laki-laki dan perempuan. Hal ini, ditegaskan Allah dalam Q.S. an-Nur (24) : 30 dan 31, yang memerintahkan kepada mukmin laki-laki dan mukmin perempuan untuk menjaga pandangan dan kehormatan diri. Pribadi akhlak mulia, antara lain digambarkan Allah dalam Q.S. al-Ahzab (33) : 35.
Keempat, Perempuan berkemajuan menjalin harmonisasi relasional antara laki-laki dan perempuan yang bersumbu pada “hablumminallah” (hubungan vertikal dengan Allah) dan “hablumminannās” (hubungan horizontal dengan sesama manusia dan lingkungan) sehingga tercipta tatanan kehidupan yang baik dan tidak terjadi kerusakan di dalamnya. Relasi harmonis antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga digambarkan sebagai muʻasyarah bilmaʻruf [Q.S. an-Nisa19 : )4( ’]. Relasi harmonis yang bermuara pada keseimbangan komunikasi fertikal hamba dengan Allah SWT dalam wujud keshalehan individual dan komunikasi sesama hamba Allah SWT dalam wujud saling berbuat ihsan, menebar kebaikan yang ditampilkan dalam pribadi keshalehan sosial, akan mewujudkan kehidupan yang baik, terhindar dari kerusakan dan kehinaan kehidupan. [QS Ali Imran (3): 112].
Kelima, bagi Perempuan Berkemajuan, fitrah perempuan, yaitu haid, hamil, melahirkan, memberikan ASI, dan menopause yang merupakan anugerah Allah, tidak menghalanginya untuk berkiprah di ruang publik sebagai perwujudan iman dan takwa, dalam menunaikan misi peribadatan dan kekhalifahan. Sebagaimana telah dipaparkan pada nilai dasar tauhid, bahwa Allah mencipta perempuan dengan dibekali fitrah reproduksi, yaitu haidh [Q.S. al-Baqarah (2) ; 222], hamil, melahirkan, dan memberikan ASI [Q.S. Luqman (31) : 14, al-Ahqaf (46) : 15], menyusui [Q.S. al-Baqarah (2) : 233]. Fitrah tersebut digambarkan dalam Al-Qur’an sebagai tugas berat yang dapat menyebabkan perempuan mengalami kondisi sangat lemah. Fitrah perempuan yang penuh resiko menjadi dasar Allah mewasiatkan kepada manusia agar berbakti kepada kedua orang tua. [Q.S. Luqman (31) : 14].
Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat dirumuskan karakter perempuan berkemajuan sebagai berikut:
1. Iman dan Takwa
Perempuan yang berkemajuan adalah perempuan yang beriman dan bertakwa. Iman, dalam bahasa Arab, merupakan bentuk mashdar dari amana-yu’minu, bentuk transitif dari amina-ya’manu- amnan (rasa aman dan damai), amanan (keadaan aman dan damai), dan amānatan (sesuatu yang mendasari rasa dan keadaan aman dan damai, yakni kepercayaan atau trust). Dengan demikian, perempuan yang beriman adalah perempuan yang memiliki keyakinan yang secara fungsional mewujudkan rasa dan keadaan aman dan damai, serta memegang amanah. Iman dengan sebenar-benarnya dibuktikan dengan konsekuensi yang menjadi tuntutan iman. Setidaknya ada tiga konsekuensi iman sebagaimana termaktub dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) yaitu: (1). Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah; (2). Membenarkan dengan yakin akan keesaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat segenap makhluk-Nya; 3. Membenarkan dengan yakin bahwa Allah bersifat dengan segala sifat sempurna, suci dari segala sifat kekurangan dan suci pula dari menyerupai segala yang baharu (makhluk).
Iman seseorang tidak hanya berada di lisannya, namun mengakar di hatinya dan menghasilkan amal shaleh. Sebagaimana konsep keimanan di Muhammadiyah yang selalu mengintegrasikan antara iman, ilmu dan amal shaleh. Iman menjadi dasar sedangkan ilmu menjadi penerang dan diaktualisasikan dengan amal shaleh. [Q.S. Yunus (10) :9]. Iman sebagai keyakinan yang kuat dalam hati atas Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang hak, Tuhan Sang Pencipta, Sang Pemilik kerajaan jagat raya, dan Tuhan yang seluruh manusia beribadah dan meuju kepada-Nya. Semuanya itu sebagai perwujudan dari tauhid Rububiyyah, Mulkiyyah, dan Uluhiyyah [Q.S. al-Fatihah (1): 2-4]. Keimanan juga mewujud dalam tauhid transformatif dengan spirit al-Ma’un yang mewujud dalam kepedulian sosial untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan mereka yang yatim dan yang miskin [Q.S. al-Ma’un (107); 1-7].
Iman teraktualisasikan dalam sikap takwa yaitu sikap menjaga diri dari sebab-sebab siksaan Allah, baik di dunia maupun di akherat dengan mengerjakan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya dengan ikhlas, hanya mencari rida Allah. Al-Maraghi dalam Tafsirnya Al-Qurā’n al-‘Aẓīm menyampaikan bahwa cara menjaga diri dari siksaan duniawi dilakukan dengan menguasai ilmu tentang sunnatullah yaitu hukum alam yang telah ditetapkan Allah untuk mengatur dan mengelola alam. Dengan demikian, perempuan yang berkemajuan, yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi adalah termasuk orang-orang yang bertakwa. Ekspresi takwa, banyak dinyatakan Allah dalam Al-Qur’an, seperti Q.S. al-BAqarah (2) : 1-5, 177; Ali ‘Imran (3) ; 133-135.
2. Taat beribadah
Perempuan berkemajuan yang lurus tauhidnya, tentu akan taat dalam ibadahnya. Ibadah, menurut Kitab Masalah Lima), ialah taqarub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan jalan menaati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diizinkan Allah. Dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah dapat berupa ucapan, perbuatan, menahan diri, menggugurkan. Sementara dari segi hukum pelaksanaannya, ada dua jenis ibadah. Pertama, ibadah umum muamalah, yaitu segala perbuatan baik yang tidak melanggar syariat. Kedua, ibadah mahdhah, yaitu apa saja yang telah ditetapkan Allah perincian, tingkah, dan tata caranya. Dalam Masalah Lima (Masailul-Khams) dibedakan menjadi ibadah umum dan ibadah khusus. Ibadah umum ialah segala ‘amalan yang diidzinkan Allah. Ibadah khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu. Dalam menunaikan fungsi ibadah, perempuan dan laki-laki memiliki kewajiban yang sama menunaikan ibadah kepada Allah, baik ibadah umum maupun ibadah khusus [Q.S. al-Ahzab (33) : 35]. Kemuliaannya bukan karena perbedaan seksnya, karena dia laki-laki, tetapi karena ketakwaan iman dan amal salih. Q.S. al-Hujurat (49) : 13, an-Nahl (16) : 97.
Perempuan berkemajuan menunjukkan karakter sikap teguh dan konsekuen dalam manuniakan ibadah kepada Allah, baik ibadah khusus seprti salat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Qur’an, berzikir) maupun ibadah umum, seperti berdakwah, bekerja, belajar, dan aktif dalam kegiatan ‘Aisyiyah.
3. Akhlak Karimah
Akhlak karimah merupakan wujud kesempurnaan iman. Rasulullah saw. bersabda ;
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا, وَخِيَاركُمْ خَيْكُمْ لِنِسَائِهِمْ. رَوَاهُ التِّرْمِذِيّ
Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik budi pekertinya. Dan yang paling baik diantaramu sekalian adalah yang paling baik terhadap istri mereka (HR. At-Tirmizi).
Rasulullah saw sebagai panutan utama seorang muslimah berkemajuan memiliki akhlak yang agung, sebagi predikat yang diberikan Allah SWT. [Q.S. al-Qalam (68) : 4]. Misi risalah Nabi Muhammad saw adalah untuk menyempurnakan akhlak, sabagai mana dalam hadis riwayat Baihaqi di atas.
Akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan yang muncul secara spontan bila diperlukan, bersifat konstan, tidak temporer, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, dan tidak memerlukan dorongan dari luar. Iman yang tertanam kuat dalam diri seseorang, maka ia akan menjadi muslimah bartakwa yang akan menjalankan ajaran Islam dalam seluruh aspek hidup, tidak hanya dalam ritual semata. Hasilnya, pengamalan itu akan melahirkan akhlak mulia dan terpuji, dan puncaknya melahirkan sikap ihsan.
Dimensi akhlak cukup komprehensip, menjakup akhlak secara fertikal kepada Allah; secara internal, akhlak kepada diri sendiri dalam memenuhi kebutuhan lahir (termasuk akhlak dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum, akhlak berbusana) dan akhlak dalam memenuhi kebutuhan batin (termasuk akhlak dalam memenuhi kebutuhan jiwani, fikiran, dan akhlak dalam bekerja). Secara horizontal meliputi akhlak dalam keluarga, akhlak dalam kehidupan bermasyarakat, dan berbangsa, dan akhlak terhadap lingkungan hidup. Adabul Mar’ah fil Islam, juga telah merumuskan akhlak dalam Islam yang mencakup akhlak kepada Allah, akhlak pada diri sendiri, akhlak suami istri, dan akhlak terhadap ibu dan bapak, akhlak terhadap sesama manusia. Akhlak dalam kehidupan profesi dibahas dalam tema wanita dan ilmu pengetahuan, Wanita Islam dalam kehidupan politik, dan wanita menjadi hakim. Akhlak dalam masyarakat, dibahas dalam tema Wanita dan Jihad. Akhlak suami isteri, telah dikembangkan dalam Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, hasil Keputusan Munas Tarjih ke-28, tahun 2014 di Palembang.
4. Berfikir Tajdid
Berpikir Tajdid bermakna pemurnian dalam arti mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan Sunnah Nabi saw. Dalam bidang muamalah duniawiah, tajdid berarti mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif dan inovatif sesuai tuntutan zaman. Oleh sebab itu, berpikir tajdid merupakan berpikir yang yang bersifat dinamis, sesuai dengan kondisi zamannya.
Perempuan berkemajuan tidak lepas dari semangat tajdid yang merupakan esensi dari berkemajuan. Dengan berfikir tajdid, perempuan berkemajuan akan menjadi kuat, lurus, dan murni imannya, ibadah mahdhahnya sesuai tuntunan Rasul, juga aktif, dinamis, kreatif, inovatif, dalam muamalah dunyawiyahnya serta senantiasa mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk mewujudkan peradaban utama. Dengan berpikir tajdid, perempuan berkemajuan mampu mengaktualisasikan Islam di tengah perkembangan zaman, inovatif, reformatif, menghasilkan pemikiran dan penemuan baru, serta mampu melakukan perubahan melakukan perubahan yang signifikan. Dengan semangat tajdid, perempuan mampu berfikir kritis menghadapi pemikiran, faham, konsep dan masalah dengan memilih alternatif yang terbaik. [Q.S. az-Zumar (39) :18]. Perempuan berkemajuan yang berpikir tajdid merupakan perempuan yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dilandasi dengan iman. Perempuan berilmu mendapat apresiasi sama dengan laki-laki berilmu sebagai Ulul-Albāb [Q.S. Ali ‘Imran (3); 190, 191, 195]. Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa perempuan Ulul-Albāb adalah perempuan yang senantiasa berzikir, berfikir, dan beramal. Perempuan berkemajuan senantiasa mengkaji dan meneliti ayat-ayat kauniyah yaitu seluruh ciptaan Allah di jagad raya. Dalam hal ini, mencakup ilmu pengetahuan, dan teknologi (sains), dengan landasan dan ekspresi iman. Dengan ilmu pengetahuan, maka manusia dapat mempermudah menjalankan amal shalehnya dengan teknologi kekinian. Allah meninggikan mereka orang yang beriman dan berilmu sebagai penghargaan pentingnya ilmu pengetahuan. [Q.S. al-Mujadilah (58): 11].
5. Bersikap Wasatiyah
Istilah Wasatiyah berasal dari kata dasar wasatha (وسط) yang mengandung arti adil, terpilih dan pertengahan. Juga bisa dimaknai dengan yang tertinggi atau permata terbaik yang biasanya diletakkan di tengah-tengah perhiasan. Dalam beberapa literatur tafsir klasik maupun modern, maka Ummatan Wasathan artinya adalah adil, terbaik dan tidak berlebihan maupun kekurangan, tidak ekstrim, juga menggabungkan antara ilmu dan amal serta berada dalam kebenaran.
Konsep wasatiyah tergambar dalam 7 pikiran pokok Muhammadiyah dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhamamdiyah, tahun 1946 yaitu hidup berdasar tauhid, hidup sebagai pengabdian kepada Allah, hidup bermasyarakat dan tolong-menolong dengan bersendikan hukum Allah, hidup berjihad dengan amal shaleh, hidup mencontoh perjuangan Rasulullah, hidup dengan tugas dakwah Islam amar ma`ruf nahi munkar dan hidup dengan cita-cita tertinggi yaitu baldatun thayyibatun wa Rabbun ghofur.
Dalam Tafsir At-Tanwir Istilah terbitan Majlis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PPM), wasthiyyah dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah (2) : 143 menunjuk pada ummat (masyarakat) yaitu ummatan wasathan. Makna wasath dalam bahasa berarti tengah dan digunakan dengan pengertian adil dan pilihan. Dengan demikian ummatan wasathan adalah masyarakat tengah dan adil sehingga menjadi masyarakat pilihan, yang berada di tengah dan adil di antara dua kecenderungan ekstrim dalam gerakan sosial-politik dan kebudayaan, misalnya kebudayaan materialisme dan spiritualisme. Kualitas pilihan ini menjadi tanda keberadaan umat Islam dan karenanya menjadi identitas yang diidealkan bagi mereka sebagai masyarakat. Dengan identitas itu umat Islam sebagai ummatan wasathan memiliki tugas yang berat ke luar (eksternal) yang diungkapkan dengan litakūnu syuhadā` ‘alan nās) yang berarti “supaya kamu menjadi saksi atas manusia”. Tugas internal yang harus mereka jalankan diungkapkan dengan wa yakūnar rasūlu ‘alaikum syahīda ) yang berarti “dan Rasulullah Muhammad menjadi saksi atas kamu sekalian”.
Dalam konteks perempuan berkemajuan, dia memiliki pola pikir wasatiyah (moderat), dia berpegang teguh pada kebenaran yang dia yakini, dengan mendasarkan pada keseimbangan antara nilai-nilai agama dan ilmu pengetahuan, bersikap tengahan, tidak cenderung kea rah ekstrim baik ektrim kiri (liberal) maupun ekstrim kanan (konservatif, fondamentalis). Perempuan berkemajuan,mengemban tugas ummatan wasathan yang secara eksternal memberi kesaksian atas umat-umat lain yang mengakui keutamaan mereka dalam menggerakkan masyarakat menuju umat yang tengahan, adil, dan pilihan. Secara internal para perempuan muslimah berkomitmen menunaikan ajaran-ajaran Islam yang membuat mereka bisa menjadi masyarakat pilihan yang diharapkan oleh Nabi. Pelaksanaan ajaran ini merupakan satu keniscayaan dalam pelaksanaan tugas eksternal menjadi saksi sejarah atas masyarakat yang lain (syuhadā’ alannās).
6. Amaliah Salihah
Iman, ilmu dan berfikir tajdid serta memiliki paham wasatiyah merupakan fondasi yang kokoh dalam amaliah seorang perempuan berkemajuan. Amal shaleh merupakan perbuatan yang baik dan membangun, bebas dari unsur keburukan dan kerusakan. Amal salih sebagai perwujudan iman, mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) [Q.S. an-Nahl (16) : 97]; Amal salih sebagai wujud iman dan ilmu, menempatkan seseorang pada kedudukan mulia [Q.S. al-Mujadilah (58) : 11]; dan akan mampu memposisikan diri sebagai makhluk yang sempurna, baik secara pribadi maupun sosial [Q.S. at-Tin (95) : 4], jalan menuju surga [Q.S. an-Nisa124 ; )4( ’], dan terhindar dari kehidupan yang hina dan rendah. [Q.S. At-Tin (95): 4 – 6]. Implementasi amal shaleh dalam diri seseorang, melahirkan keshalehan individu yang akan berbuah kepada keshalehan sosial.
Beramal shaleh secara sungguh-sungguh merupakan ciri khas perempuan berkemajuan yang senantiasa istiqamah dalam jihad. Muhammadiyah memaknai dan mengaktualisasikan jihad sebagai ikhtiar mengerahkan segala kemampuan (badzlul-juhdi) untuk mewujudkan kehidupan seluruh umat manusia yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat. Jihad yang dikembangkan ’Aisyiyah, sebagaimana Muhammdiyah adalah al-jihad lil-muwajjahah dalam arti perjuangan menghadapi sesuatu dalam wujud memberikan jawaban-jawaban alternatif yang terbaik untuk mewujudkan kehidupan yang lebih utama. (Pernyataan Pikiran Muhammadiyah abad ke-2 dalam Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-46, di Yogyakarta, 2005).
Keterlibatan perempuan berkemajuan dalam aktivitas pemberdayaan masyarakat, memajukan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan masyarakat dan mengatasi permasalahan yang dihadapi perempuan dan anak, melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana, melakukan gerakan jihad ekologi dalam rangka mengurangi dampak perubahan iklim adalah bagian dari jihad sebagimana dalam [Q.S. at-Taubah (9) : 41]. Oleh sebab itu, jihad dalam makna yang lebih progresif menjadi bagian dari amal shalih yang dilakukan setiap perempuan berkemajuan. Mencari ilmu, mendidik anak anak, melestarikan lingkungan, bekerja dengan sebaik-baiknya, menjalankan tugas dengan jujur dan semangat dan seterusnya merupakan bagian dari jihad dalam amal shalih. Muslim yang berjihad mendapat berbagai cara dan jalan untuk mewujudkan kebaikan (ihsan) dan mencapai kesuksesan [Q.S. al-Ankabut (29) : 69].
7. Sikap Inklusif
Perempuan Berkemajuan memiliki sikap inklusif yaitu terbuka dengan siapapun dalam relasi sosial yang majemuk. Perbedaan agama, suku, ras, golongan, bangsa, ideologi, organisasi, dan pandangan menjadikan dirinya terbuka dalam bergaul dan bekerjasama, serta tidak membuat dirinya tertutup (ekslusif) atau menutup diri. Inklusif tidak bermakna bersifat permisif atas berbagai persoalan yang melanggar kaidah-kaidah dan nilai-nilai ajaran Islam dan keagamaan yang lainnya. Bahkan, inklusif tidak berarti membiarkan terjadinya kemungkaran sosial di masyarakat. Inklusif itu bermakna terbuka terhadap perubahan, terbuka dalam pergaulan sosial dan terbuka terhadap ilmu pengetahuan namun tetap berpegang teguh pada nilai-nilai dan prinsip esensi yang memanusiakan manusia dan ajaran agama.
Sikap inklusif atau terbuka bagi perempuan berkemajuan termasuk dengan laki-laki serta pihak manapun dalam relasi yang berakhlak mulia, harmonis, dan kebaikan dalam spirit dan hubungan “li taā’rafū” yakni saling mengenal dalam makna yang luas. Radius pergaulan perempuan berkemajuan luas dengan pihak manapun untuk saling mengenal dan menebar kebaikan, sehingga kehidupannya bermakna. Sikap inklusif perempuan berkemajuan secara teologis didasarkan pada Al-Qura’an Surah al-Hujurat (49) : 13. Sikap inklusif perempuan berkemajuan menyebarkan relasi saling bekerja dalam kebaikan dan taqwa serta tidak bekerjasama dalam keburukan dan dosa yang tujuannya membangun kehidupan yang benar, baik, damai, adil, aman, bersatu, bermartabat, dan saling memerlukan satu sama lain. Hal itu didasarkan atas pesan Allah dalam Al-Quran Surah Al-Maidah (5) ayat ke-2 tentang taʻāwanū ʻalal-birri wat-taqwa wa lā taʻāwun‘ ūalal-istmi wal-‘udwān.
D. KOMITMEN PEREMPUAN BERKEMAJUAN
Komitmen perempuan berkemajuan menyatu dalam karakternya yaitu perempuan yang relijius, bermartabat mulia, dan maju kehidupannya berbasis iman dan takwa, taat beribadah, akhlak karimah, berpikir tajdid, bersikap wasatiyah, amaliyah shalehah, dan sikap inklusif. Komitmen utamanya adalah mengembangkan dan mewujudkan kondisi masyarakat dan bangsa menjadi lebih unggul berkemajuan di semua aspek dan ranah kehidupan. Komitmen perempuan berkemajuan tercermin dalam kualitas jiwa, alam pikiran, dan tindakan yang serba utama. Perempuan berkemajuan dalam relasi sosial merupakan entitas individu dan kelompok yang inklusif, yang hidup menyatu, damai, dan bersinergi dengan seluruh insan dari berbagai latar belakang secara adil dan tanpa diskriminasi. Perempuan berkemajuan menampilkan diri sebagai umat terbaik (khaira ummah) untuk membangun kehidupan bersama yang berperadaban utama yang menjadi rahmat bagi alam semesta.
Perempuan berkemajuan dalam konteks keislaman dan kebangsaan teraktualisasi dalam peran perempuan di ranah domestik dan publik secara bermartabat dengan berbasis pada pendidikan, kompetensi, dan keahlian dalam berbagai bidang kehidupan yang prinsipnya menekankan pada kapasitas dan keahlian individu yang terbaik. Komitmen utama perempuan berkemajuan memiliki spirit, orientasi, dan terlibat aktif dalam usaha-usaha memajukan kehidupan diri dan masyarakat di lingkungannya di berbagai aspek menuju kualitas kehidupan yang semakin baik. Berikut beberapa aspek strategis komitmen perempuan berkemajuan dalam memajukan kehidupan bangsa dan mencerahkan semesta.
1. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tulang punggung kemajuan hidup manusia dan bangsa. Dalam perspektif Islam, Allah meninggikan mereka yang beriman dan berilmu sebagai bentuk penghargaan sekaligus menekankan betapa pentingnya ilmu pengetahuan [Q.S. al-Mujadilah (58): 11]. Suatu keniscayaan bagi perempuan untuk memiliki ilmu pengetahuan guna mengelola atau memakmurkan kehidupan di muka bumi dan alam semesta. Lebih-lebih, dengan perkembangan zaman yang beriringan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka komitmen untuk menguasainya merupakan keniscayaan. Bagi perempuan dengan kualitas berkemajuan, penguasaan ilmu pengetahuan mesti melekat dalam komitmen kehidupannya, sehingga keluarga dan masyarakat yang unggul dan utama dapat terwujud.
Ilmu pengetahuan dan teknologi terus bergerak maju seiring perkembangan peradaban manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat harus diikuti pula dengan kepribadian pengguna teknologi dengan sebaik-sebaiknya agar tidak terjebak ke dalam dampak negatif iptek, seperti terjadinya ekploitasi terhadap alam, penyimpangan penggunaan teknologi, sehingga terjadi kerusakan di bumi [QS.ar-Rum (30): 41]. Quran Surat Ali Imran (3):190 menyebutkan rangkaian keberimanan dan kepemilikan pengetahuan sebagai sebuah kesatuan supaya ilmu pengetahuan tidak kehilangan arah dan kendali. Karena itu, di sinilah peran strategis perempuan berkemajuan dalam membentuk peradaban.
Perempuan Berkemajuan berkomitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pelopor untuk membangun peradaban utama. Namun, selama ini masih terdapat pandangan stereotipe dari kultur dan pandangan keagaamaan terhadap perempuan terkait lemahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini berdampak pada kurangnya keterlibatan perempuan dalam khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat berkembang. Akhirnya, kesempatan membangun kualitas diri yang setara, dan memiliki kemandirian yang mumpuni tidak terwujud. Perempuan Berkemajuan meniscayakan mengikuti perkembangan teknologi dan informasi yang relevan dan inovatif. Karena itu Perempuan Berkemajuan niscaya adaptif terhadap penguasaan teknologi informasi, khususnya teknologi digital. Hal ini terkait dengan segala aspek kehidupan yang sudah terkoneksi dengan media digital yang memiliki dampak positif dan negatif.
Menghadapi kehidupan dunia digital yang kompleks tersebut perlu didukung dengan kepribadian perempuan berkemajuan yang bermartabat mulia, mampu berpikir dan mampu melakukan critical thinking dengan baik, memandang masalah secara utuh, serta tidak terbawa arus dalam sikap yang buruk seperti termakan berita hoaks, hate speech atau ujaran kebencian, dan konflik antar sesama yang merugikan kehidupan bersama. Panduannya ialah seperangkat nilai yang telah dipupuskan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam Munas Ke-30 tentang Fikih Informasi yang di dalamnya memuat prinsip-prinsip sebagai berikut, yaitu pemberitaan yang terbuka dan transparan; selektivitas dan kehati-hatian (Al-Ihtiyath); keseimbangan informasi; kebebasan dalam memproduksi, menyampaikan dan mengakses informasi; prinsip rasionalitas dan proporsionalitas. Perempuan di mana pun penting memelopori dan menjadi model bermedia sosial yang dilandasi etika hidup yang utama sehingga kehidupan di era digital membawa kemaslahatan bagi peradaban umat manusia.
2. Pelestarian Lingkungan
Kehidupan perempuan melekat dengan lingkungan hidupnya sebagai bagian dari ekosistem bersama makhluk Tuhan dan alam sekitar. Kehidupan manusia sangat tergantung pada alam. Kebutuhan akan oksigen yang bersih, air sebagai sumber kehidupan, kebutuhan pangan, merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak bisa ditawar. Padahal oksigen, air, pangan, dan lingkungan sangat tergantung pada alam. Dengan bertambahnya jumlah manusia maka terjadi peningkatan kebutuhan baik kebutuhan oksigen, air bersih, pangan, papan, energi terus meningkat. Umat manusia juga memerlukan hidup ramah dan harmoni dengan lingkungan, tersedianya sumberdaya alam yang mencukupi dan tidak dirusak, serta kelestatian lingukungan bagi masa depan kehidupan bersama.
Kondisi lingkungan sedang dalam ancaman yang nyata akibat perubahan iklim global dan eksploitasi sumberdaya alam atas nama pembangunan. Saat ini banyak terjadi polusi udara, luasan hutan yang makin menipis, eksploitasi tambang yang makin meluas, penggunaan energi kotor, polusi air, masalah sampah, pencemaran air laut dan masih banyak dampak lingkungan lainnya yang semua itu berdampak serius pada kehidupan dan masa depan generasi. Perubahan iklim sangat berdampak pada krisis sumber bahan pangan. Meningkatnya suhu dan semakin berkurangnya air menyebabkan kekeringan sehingga berpengaruh terhadap produksi bahan pangan dan berbagai sumber makanan mengalami krisis. Ketika alam tidak bersahabat maka tanaman dan hewan yang menjadi sumber bahan pangan, berpotensi mengalami penurunan produksi sehingga antisipasi terus diupayakan. Kerusakan lingkungan menjadi bencana bagi kemanusiaan telah diisyaratkan dalam Al-Qur’an Surah ar-Rum (30) : 41] yang menggambarkan dampak kerusakan bumi akibat ulah tangan manusia.
Upaya pelestarian lingkungan perlu dilakukan oleh komunitas perempuan berkemajuan. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam tentang menjaga lingkungan hidup. Manusia memiliki potensi yang baik untuk memanfaatkan sumber daya alam secara adil, seimbang, dan bijaksana. Manusia yang bertakwa memiliki potensi kemanusian yang baik, menjadi pribadi muslim yang kaffah dengan seluruh potensinya. Potensi tauhidiyah, ubudiyyah, kekhalifahan, jasadiyah dan aqliyah, akan digunakan dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam menjaga lingkungan. Hal ini karena sejatinya manusia adalah pemakmur bumi [Q.S. Surat Hud (11): 61].
Perempuan dan anak-anak termasuk kelompok rentan atas kerusakan lingkungan karena kehilangan lingkungan yang sehat dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat tantangan kondisi lingkungan di masa yang akan datang, maka berbagai upaya dapat dilakuan oleh Perempuan Berkemajuan, di antaranya membangun kesadaran terhadap pentingnya sikap menjaga lingkungan. Menjaga lingkungan harus menjadi kesadaran bahwa bumi dan lingkungan adalah tanggung jawab manusia. Perempuan berkontribusi dengan menjaga bumi melakukan penghijauan untuk pelestarian lingkungan dan menjaga udara dan suhu bumi menjadi lebih baik. Bersama semua pihak perempuan penting mencegah perubahan iklim yang masif. Selain itu, perempuan berkontribusi untuk mendukung kondisi yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan barang-barang ramah lingkungan dan melakukan advokasi kebijakan yang strategis terkait pelestarian lingkungan.
3. Penguatan Keluarga Sakinah
Institusi keluarga merupakan unit sosial terkecil sebagai basis pembentukan peradaban masyarakat dan bangsa yang berlandaskan nilai-nilai ajaran agama (Q.S. ar-Rum [30]: 21). Bangunan keluarga yang terjalin atas dasar cinta kasih dan ikatan pernikahan yang kokoh (mīṡāqan ghalīẓan) akan berorientasi pada kebahagiaan hidup bersama di dunia dan akhirat [(Q.S. an-Nisa21 :)4( ’]. Nilai-nilai keadilan, kedamaian, kesejahteraan, kemajuan, dan harmoni di dalam sebuah keluarga adalah inti dari Keluarga Sakinah. Pentingnya Keluarga Sakinah semakin dirasakan di tengah dinamika zaman yang sarat tantangan dan masalah. Tak jarang, masih banyak rumah tangga atau keluarga yang tidak harmoni (broken) serta diterpa berbagai masalah.
Keluarga Sakinah dibangun berdasarkan perkawinan yang sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) yang berlandaskan rasa saling menyayangi dan menghargai dengan penuh rasa tanggung jawab dalam menghadirkan suasana kedamaian, ketenteraman, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diridhai Allah. Keluarga Sakinah beridiri tegak di atas beberapa landasan. Keluarga Sakinah dibingkai dengan nilai-nilai dasar yang meliputi kelembutan, kebaikan, kasih sayang, dan nirkekerasan. Implementasinya adalah adanya pencatatan perkawinan, asas monogami, serta suami sebagai penanggung jawab tegaknya keluarga dan istri sebagai pendamping (al-qiwāmah). Dalam konteks bangunan keluarga luas (extended family / alasyirah), relasi atau pergaulan suami istri, orang tua-anak dan anggota keluarga lainnya dibangun secara mu’āsyarah bil-maʻrūf. Artinya, suami-istri harus saling menghormati, menghargai, memuliakan, melengkapi, memotivasi dalam meraih prestasi sebagai wujud mu’āsyarah bil-maʻrūf [(Q.S. an-Nisa’ (4): 19].
Perempuan Berkemajuan bersama suami dan anggota keluarga lainnya dapat melakukan pembinaan dalam beberapa aspek yang penting dilakukan, yakni aspek spiritual, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sosia. Pembinaan aspek spiritual terefleksikan dalam perilaku ibadah dalam hubungannya dengan Allah, dan perilaku muamalah dalam hubungannya dengan sesama manusia dan alam sekitar. Aspek pendidikan, dilakukan dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai fondasi menyiapkan generasi yang berkualitas dan panutan orang-orang yang bertakwa [Q.S. Ali ‘Imran (3): 38 dan Q.S. al-Furqan (25): 74]. Peran pendidikan oleh perempuan dalam keluarga pada hakikatnya merupakan peran kebangsaan dalam menyiapkan generasi berkualitas. Selain itu aspek kesehatan menjadi perhatian penting perempuan dalam pembinaan keluarga sakinah yakni menanamkan nilai-nilai keIslaman yang berkaitan dengan kesehatan secara holistik, mencakup kesehatan fisik, kesehatan psikologi, kesehatan spiritual dan kesehatan sosial.
Aspek ekonomi dalam keluarga menempatkan suami sebagai penanggung jawab tegaknya keluarga jiak ia memiliki kelebihan leadership dan memenuhi nafkah keluarga. Oleh karena itu, suatu keniscayaan, suami bekerja untuk menunaikan fungsi qiwamah. Dalam hal suami tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut, maka fungsi tanggung jawab ekonomi beralih pada isteri. Pihak keluarga suami bertanggung jawab memberikan dukungan nafkah bagi keluarga. Perempuan Berkemajuan memiliki kontribusi penting dalam peningkatan ekonomi keluarga dan aktualisasi potensi diri dalam bidang ekonomi untuk kepentingan keluarga dan masyarakat luas. Dalam situasi suami-isteri bersama-sama mencari nafkah, maka keduanya saling mendukung pengembangan potensi diri serta menunaikan tugas-tugas pendidikan dan tugas-tugas kerumahtanggaan.
Perempuan Berkemajuan dalam aspek sosial memiliki peran penting untuk membentuk sebuah masyarakat dan melahirkan suatu bangsa. Perempuan Berkemajuan memiliki peran strategis dalam mengembangkan rasa dan peran sosial dalam keluarga ataupun masyarakat. Pendidikan aspek sosial dalam keluarga berperan sebagai penuntun yang mampu mempengaruhi dan menggerakkan anggota keluarga dan masyarakat melakukan kebaikan dan keutamaan. Aspek politik perlu ditanamkan dalam ruang keluarga dengan menanamkan nilai-nilai politik yang inklusif, misalnya, menghargai perbedaan pandangan politik antaranggota keluarga. Aspek penegakkan hukum dilakukan melalui penanaman nilai-nilai taat hukum dan anti korupsi. Dengan demikian, perhatian dan peran keluarga Indonesia untuk membangun keadaban politik dan keadaban hukum dapat terwujud.
4. Pemberdayaan Masyarakat
Perempuan berkemajuan berkomitmen untuk terlibat dalam usaha pembangunan dan perdamaian di tingkat lokal, nasional, regional, dan global. Sejak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai komponen dunia berkomitmen melaksanakan pembangunan dari fase ke fase. Pada fase pasca kemerdekaan di era tahun 1945-an negara-negara berkembang dalam proses pembangunan dunia mengalami dinamisasi yang di dalamnya selalu melibatkan perempuan, lebih-lebih dalam dekade terakhir dengan hadirnya MDG’s dan SDG’s. Karenanya komitmen perempuan berkemajuan melekat dengan perkembangan bangsa-bangsa melaksanakan pembangunan yang makin maju, adil, makmur, berkeadaban, dan berkelanjutan disertai paradigma baru “membangun tanpa merusak”.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 menyepakati Millennium Development Goals (MDGs) atau “Tujuan Pembangunan Milenium” sebagai suatu paradigma pembangunan global yang berkomitmen untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Deklarasi 189 negara tersebut merumuskan beberapa tujuan yaitu: (1) Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan, (2) Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua, (3) Mendorong Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan, (4) Menurunkan Angka Kematian Anak, (5) Meningkatkan Kesehatan Ibu, (6) Memerangi HIV/AIDs, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya, (7) Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan (8) Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan.
Pembangunan dan pemberdayaan dalam perspektif Islam merupakan bagian dari ikhtiar mengubah kondisi kehidupan menuju keadaan yang lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan [Q.S. ar-Ra’du (13) : 11]. Bagi perempuan maupun laki-laki bila ingin meraih kehidupan yang baik (hayatan thayyibatan) maka keduanya meniscayakan beramal kebaikan dalam satu kesatuan dengan keberimanan [Q.S. an-Nahl (16) : 97]. Karenanya, perempuan berkemajuan penting mengambil prakarsa dan partisipasi aktif untuk terus terlibat dalam usaha-usaha pembangunan dan pemberdayaan yang meniscayakan perubahan ke arah yang semakin baik dan maju dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pemberdayaan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat yang di dalamnya terdapat usaha untuk pembebasan, pemberdayaan, dan pemajuan perempuan.
Peran pemberdayaan bagi perempuan berkemajuan juga menyangkut aspek pembangunan karakter berbasis spiritualitas dan moralitas akhlak mulia (al-akhlaq al-karimah) atau mentalitas yang utuh sebagai basis penguatan masyarakat sebagai satu kesatuan dengan “capacity building”, karena kekuatan bangsa di antaranya tergantung pada faktor mentalitas. Di antara mentalitas yang penting diberdayakan ialah integritas diri seperti kejujuran, kemandirian, tanggungjawab, kepercayaan diri, menghargai waktu, mengharga karya, etos kerja tinggi, dan sikap sosial yang positif. Bagi perempuan pemberdayaan atau pembangunan kapasitas diri difokuskan pada perempuan yang berada dalam struktur dan lingkungan sosial yang masih rentan agar menjadi perempuan-perempuan yang memiliki mentalitas positif tersebut, selain kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai insan yang dimuliakan dan diberi kedudukan sebagai khalifah di muka bumi sebagaimana kaum laki-laki. Pemberdayaan perempuan merupakan satu kesatuan dengan pembebasan dan pemajuan kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga merupakan komitmen strategis yang saling terkait atau interkoneksi dan berkesenambungan.
5. Filantropi Berkemajuan
Filantropi merupakan tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia serta nilai kemanusiaan, sehingga menyumbangkan waktu, pikiran, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain. Filantropi merupakan gerakan praksis, yakni aksi berbasis refleksi atas dasar cinta kasih dan jiwa kesukarelawanan untuk berbuat kedermawanan terhadap sesama tanpa mengharapkan imbalan. Indonesia termasuk negara yang sangat dermawan. Hal ini ditandai dengan tumbuh suburnya gerakan filantropi. Bahkan, sebuah survei megatakan bahwan Indonesia merupakan negara peringkat pertama sebagai paling dermawan di dunia.
Konsep infak, sedekah, zakat, donasi untuk sesama, tumbuh subur dalam jiwa dan alam pikiran masyarakat Indonesia. Filantropi memiliki dasar keagamaan yang kuat dalam Islam yang mengajarkan pentingnya berbagi kepada sesama, baik itu secara individu maupun pengelolaan oleh institusi berbasis agama, masyarakat maupun negara (kolektif). Filantropi dapat dioptimalkan tidak hanya dalam bentuk karitatif, melainkan juga untuk keadilan sosial (Q.S. an-Nahl [16]: 97). Relasi antara perempuan dan filantropi sejatinya memiliki tanggung jawab yang sama dengan laki-laki. Hal ini dapat dipahami bahwa perintah berzakat, bersedekah ditujukan kepada semua muslim (laki-laki dan perempuan). Mereka juga akan mendapat kebaikan dan ganjaran yang sama dari Allah seperti isyarat dalam Q.S. al-Ahzab (33) ayat 35 yaitu wal-mutashadiqīna wal-mutashaddiqāt ( وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ ) yang artinya “perempuan dan laki-laki yang bersedekah.“
Gerakan filantropi menjadi tulang punggung bagi perwujudan cita-cita Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. ‘Aisyiyah-Muhammadiyah adalah organisasi yang dikelola dari gerakan filantropi keagamaan terbesar di dunia. Berbagai amal usaha ‘Aisyiyah mulai dari Taman Kanak-kanak ‘Aisyiyah Bustanul-Athfal (TK. ABA), rumah bersalin, rumah sakit, sekolah SMP hingga perguruan tinggi, Posbakum, lembaga kesejahteraan sosial untuk anak dan lansia, lahir dari kedermawanan anggota dan simpatisan Muhammadiyah. ‘Aisyiyah-Muhammadiyah sebelumnya mengintegrasikan sistem filantropinya pada organisasi, sejak 2002 Laziz Muhammadiyah menjadi bagian tak terpisahkan dari organisasi ‘Aisyiyah-Muhammadiyah.
‘Aisyiyah, dengan kesadaran kedermawanan sosial yang tinggi terus melakukan transformasi gerakan filantropinya sesuai dengan tantangan ‘Aisyiyah abad kedua. Perubahan iklim, era digital, globalisasi, bencana alam dan sosial, perubahan sosial menjadi tantangan bagi tujuan gerakan filantropi ‘Aisyiyah. Perempuan menjadi kelompok yang terdampak paling besar dalam perubahan iklim yang terjadi, kehidupan di era digital, bencana alam dan sosial, perubahan sosial, tingginya kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta tantangan kekinian lainnya.
Oleh sebab itu, gerakan Filantropi Aisyiyah pada era baru sekarang ini perlu bergerak pada wilayah yang lebih luas dari yang sudah menjadi bidang garapannya seperti menyantuni anak-anak yatim, fakir dan piatu dalam arti yang konvensional. Namun demikian, Aisyiyah dalam gerakan filantropi kekinian juga berusaha untuk menggerakan kedermawanan sosial dalam bidang memberikan perhatian pada mereka yang terpinggirkan secara sosial, seperti mereka yang terjebak dalam pekerjaan buruh migran, pekerja perempuan yang pernah terjerumus dalam perdagangan perempuan sebagai pekerja seks komersial, serta yang ditinggalkan oleh para suami dengan tidak bertanggung jawab, sehingga harus menanggung beban masa depan anak-anaknya. Pemberian beasiswa sebagai gerakan filantropi menjadi suatu gagasan yang perlu mendapatkan perhatian perempuan di masa kini dan mendatang sehingga perempuan semakin berdaya dan setara dihadapan publik.
Jika di runut dalam tradisi agama-agama lain seperti dalam Kristen dan Katolik, filantropi diterjemahkan dengan carity yang bergerak dalam pemberian beasiswa pada para siswa dan mahasiswa dari keluarga kurang mampu secara ekonomi. Bahkan memberikan bantuan dalam hal makanan pokok, sandang dan tempat tinggal. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan gerakan filantropi, perempuan perlu meredefinisi apa yang dinamakan dengan kaum miskin, piatu, yatim dan mustad‘afin dengan apa yang kita kenal dengan sebutan the new mustadafin era digital dan new normal pasca Pandemic Corona 19. Filantropi perempuan berkemajuan memiliki kontribusi yang signifikan baik secara sosial maupun ekonomi, yang menunjukkan peran perempuan sebagai agen perubahan sosial.
6. Aktor Perdamaian
Perdamaian makin penting untuk terus digelorakan di ranah global hingga nasional dan lokal. Segala bentuk perang akan menjadi tragedi kemanusiaan, semestinya di era modern menghormati hak-hak dasar manusia untuk hidup dalam jaminan keamanan dan keselamatan yang tinggi. Dunia modern semestinya memberikan arena paling nyaman dan leluasa untuk setiap anak manusia terjamin keamanannya lahir dan batin, individu dan kolektif, serta segala bentuk keselamatan dirinya. Kenyataannya di dunia perang masih terjadi seperti perang Rusia terhadap Ukraina
pun belum berakhir hingga kini. Pada masa lalu, perdamaian (peace) diposisikan sebagai antitesis dari perang (war). Kini dengan wacana baru, perdamaian bukan hanya lawan dari perang, tetapi menghadapi ketidakdamaian (peacelessness) dalam makna yang lebih luas. Ketidakdamaian ialah kondisi kehidupan masyarakat yang menghalangi proses aktualisasi diri, realisasi diri, dan pembebasan diri insani secara penuh berupa kemiskinan, ketidakadilan sosial, perusakan lingkungan hidup, pemerosotan nilai-nilai kemanusiaan, pelanggaran hak asasi; tindakan kekerasan kultural, struktural, dan teknis; serta tidak berfungsinya lembaga-lembaga sosial politik sebagaimana mestinya.
Aspek lain dari isu perdamaian yang dibahas ialah tentang keamanan manusia (human safety) dan indeks kebahagiaan (happiness index) sebagai bagian penting dari usaha mengarusutamakan perdamaian. Ujian keamanan yang sebenarnya ialah dalam kehidupan orang perorang. Apakah orang mampu menjalani kehidupan tanpa rasa takut dan ancaman konstant terhadap kelangsungan hidup dan kesejahteraannya. Keamanan dalam bentuk pengendalian penyakit, krisis keuangan, buta huruf, dan gangguan yang tak terduga lainnya dalam lingkungan sosial-ekonomi yang mengancam kualitas hidup masyarakat.
Di berbagai negara termasuk di Indonesia juga terjadi konflik antar kelompok masyarakat karena konflik suku, etnis, paham keagamaan, dan perebutan sumberdaya alam serta berbagai konflik lainnya yang sangat memprihatinkan. Konflik di beberapa negara seperti Maroko, Haiti, Sudan, Mesir, Pilipina dan Thailand. Bahkan, di Indonesia konflik sosial terjadi seperti konflik di Ambon, Poso, Aceh dan Nusa Tenggara Barat, tidak sesuai nilai-nilai Pancasila dan keindonesiaan yang multikultur, multietnis, agama, dan antargolongan.
Permasalahan masyarakat, umat dan bangsa yang terkait dengan konflik kekerasan semakin kompleks, meluas, dan sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan keumatan dan kebangsaan kita. Berbagai bentuk kekerasan terjadi baik pada individu, masyarakat, dan negara bangsa bahkan juga global. Kekerasan dalam berbagai bentuk seperti; kekerasan struktural, ekstrimitas, kekerasan atas nama etnis, golongan dan agama, bersikap dan bertindak keras terhadap yang lain, kekerasan terhadap perempuan dan anak, tidak toleran, diskriminasi, konflik, dan lainnya. Penting menjadi catatan bahwa kelompok anak-anak dan perempuan adalah paling rentan terhadap kekerasan. Meluasnya konflik kekerasan dalam kehidupan termasuk dalam kehidupan masyarakat di tingkat basis penting menjadi perhatian dakwah ‘Aisyiyah.
Perdamaian dalam perspektif Islam bersifat substantif sekaligus praksis. Islam hadir sebagai agama yang damai. Kata Islam sendiri dari kata aslama-yuslimu-Islāman, yang berarti tunduk patuh, selamat, sejahtera, atau damai. Islam membawa misi perdamaian. Nabi Muhammad memberikan teladan hidup damai dengan beragam suku, bangsa, dan agama. Perjanjian Hudaibiyah menjadi bukti keteladanan Rasulullah yang cinta damai. Walaupun seakan dirugikan oleh kaum Quraisyy Makkah dengan perjanjian pengembalian Kaum Quraisyy yang menjadi Muslim, namun itulah bukti perwujudan Islam yang damai dan toleran. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Anfal (8):61. Pandangan ‘Aisyiyah dalam hal perdamaian telah diputuskan dalam Tanwir II Tahun 2019 salah satu keputusannya menciptakan budaya damai. Dalam rangka menciptakan budaya damai maka penting bagi komunitas-komunitas agama, organisasi/kelompok keagamaan mengkaji dan mensosialisasikan nilai-nilai perdamaian dan toleransi yang bersumber dari ajaran agama. Dalam konteks ‘Aisyiyah-Muhammadiyah, penting untuk mengkaji nilai-nilai Islam berkemajuan sebagai basis memperjuangkan perdamaian. Islam berkemajuan dengan karakter wasatiyah sangat penting untuk dipromosikan secara luas sehingga menjadi pijakan pikiran, bertindak dan menebar amal perdamaian.
Kehadiran Perempuan Berkemajuan menjadi aktor dan agensi perdamaian merupakan fakta sosial yang tidak dapat dinafikkan. Sekalipun, pada kesempatan lainnya terdapat pula beberapa perempuan terlibat menjadi aktor dan agensi dalam kekerasan yang sifatnya parokial atas nama agama dan kelompok kepentingan tertentu. Oleh sebab itu, perlu adanya pemahaman yang merata di masyarakat bahwa perempuan sebenarnya merupakan aktor dan agensi perdamaian yang sangat efektif bukan sebagai agensi kekerasan yang bersifat gigantik. Peran perempuan dalam perdamaian sebetulnya dapat dihadirkan bukan hanya dalam kondisi perang atau konflik terjadi. Bahwa, perempuan dapat menjadi negosiator, mediator dan pemberi pesan perdamaian melalui keluarga dan masyarakat. Perempuan juga penting melakukan pencegahan terjadinya konflik kekerasan melalui pendidikan, penyuluhan, dan kampanye perdamaian di media sosial.
Jihad media sosial untu Perempuan Berkemajuan sebagai agen (perdamaian dunia) perlu dilakukan dengan mengunggah pesan-pesan damai melalui media sosial, pesan yang damai yang mudah, ringkas, singkat padat, berisi dan penting sehingga mudah dipahami dan diminati oleh dunia anaka-anak milenial generasi Z. Pesan damai melalui media sosial perlu mendapatkan perhatian sebab penyebaran pesan-pesan destruktif dan dicontoh banyak juga melalui media sosial yang sekarang ini sangat marak menjadi kiblat baru. Peran Perempuan Berkemajuan dalam perspektif human safety merupakan peran perempuan dalam menjaga kerusakan lingkungan, menjaga kesehatan, menjaga keseimbangan ekonomi, keteraturan budaya masyarakat, ketaatan hukum, keberlangsungan pendidikan generasi masyarakat dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam akses teknologi menjadi hal yang sangat penting diperhatikan.
7. Partisipasi Publik
Partisipasi publik perempuan dapat dikategorikan dalam dua hal yang paling utama. Yakni, individual dan organisasional. Pertama, Peran individual, merupakan peran perempuan berkemajuan dalam memajukan diri sendiri di ruang public politik. Dia dapat maju dipentas politik dari hal yang paling sederhana tingkat desa sebagai ketua rukun tetangga (RT) hingga menjadi kepala desa. Hal ini dapat dilakukan dengan hadirnya pribadi-pribadi yang kompeten. Sebagai individual perempuan harus didorong untuk aktiv menjadi pemimpin dalam keluarga sebagai partner para suami atau single parent. Perempuan berkemajuan memiliki peran strategis mendidik generasi masa depan yang tangguh, jika perempuan memiliki kemampuan kepemimpinan secara individual.
Secara individual, dalam sistem politik apapun, bila seorang perempuan tidak mempunyai kelebihan apapun, baik secara keilmuan, keterampilan, perilaku, leadership dan moral (akhlak), maka perempuan tersebut tidak akan mempunyai posisi lebih tinggi dari kaum laki-laki. Namun sebaliknya dalam sistem apapun, bila perempuan memiliki kelebihan dan kebolehan, pastilah cepat atau lambat, akan mempunyai peran dalam masyarakat, bahkan bisa lebih tinggi dari kaum laki-laki yang memiliki kualifikasi yang lebih rendah dari perempuan. Masalahnya, jika dalam masyarakat yang diskriminatif, baik secara gender, ras, suku, keagamaan, keturunan dan lain sebagainya, maka dengan sendirinya, siapapun akan tidak berdaya, termasuk kaum perempuan. Dalam masyarakat yang demokratis, perempuan yang memiliki skill dan kelebihan, pasti dia akan mendapat tempat, untuk berbagai peran kebangsaan dan bersama-sama laki-laki memajukan dan mengangkat harkat dan martabat bangsa.
Dengan demikian, memberdayakan dan memberi kesempatan kepada kaum perempuan, merupakan kewajiban moral, bagi semua pihak. Jika tidak demikian, maka masyarakat akan tak berdaya menghadapi tugas-tugas kebangsaan dan kemasyarakatan, karena laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah Allah di muka bumi [Q.S. al-An’am (6) : 165, Q.S. at-Taubah (9) : 71].
Kedua, peran sistemik-organisasional, merupakan peran yang bersifat sistematik dan sistemik sehingga tidak dapat dilakukan jika hanya berjalan sendiri-sendiri atau tidak melibatkan banyak pihak yang terkait. Oleh sebab itu, peran-peran organisasional sangat penting dalam mempromosikan perempuan terkait peran publik di lembaga kenegararaan, pemerintahaan, dan politik.
Kenyataan sering menunjukkan perempuan kalah bersaing dalam persaingan politik, disebabkan kemandirian ekonomi perempuan kalah dengan laki-laki. Pembiayaan politik yang sangat besar seringkali tidak sanggup dibayarkan oleh perempuan, sehingga menjadikan perempuan kalah dengan laki-laki yang secara ekonomi lebih mandiri. Tentu terdapat perempuan yang mampu mengalahkan pertarungan politik dengan laki-laki karena memang memiliki kemandirian ekonomi yang setara dengan laki-laki. Demikian pula pihak keluarga mendukung perempuan untuk terjun dalam dunia politik praktis. Namun jika perempuan secara individual tidak mandiri, dan keluarga tidak mendukung maka perempuan sudah dapat dipastikan kalah bertarun dengan laki-laki.
Peran perempuan berkemajuan dalam kehidupan politik sesuai koridor yang dibuka oleh proses demokrssi penting didorong dan dibuka aksesnya semakin terbuka dengan orientasi perubahan dari aspek prosedural dan kuantitas ke proses yang lebih substantif dan kualitas sehingga terjadi akselerasi yang dinamis dan memberi arti yang lebih baik bagi peran politik perempuan Indonesia. Perempuan dalam politik penting menjadi aktor yang proaktif dan berkarakter mulia bersama komponen elite lainnya dalam membangun kehidupan politik Indonesia yang semakin adil, maju, bersatu, bermartabat, dan bermakna dalam mewujudkan cita-cita nasional. Selain itu perempuan berkemajuan semakin berperan dalam mencegah dan memecahkan politik Indonesia dari korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kekerasan, ketidakadilan, dan kebijakan-kebijakan publik yang merugikan kepentingan bangsa dan negara. Politik perempuan berkemajuan adalah politik nilai yang bermakna dan bermartabat untuk terwujudnya Indonesia yang benar-benar merdeka, bersatu, berdaulat, maju, adil, makmur, dan berperadaban utama.
8. Kemandirian Ekonomi
Dampak pandemi Covid-19 dan perubahan iklim telah menyebabkan berbagai perubahan di bidang kesehatan, sosial, pendidikan, budaya maupun ekonomi. Situasi dan kondisi ekonomi menjadi perhatian yang serius bagi warga bangsa. Secara keseluruhan kemandirian ekonomi Indonesia masih belum maksimal sehingga masih terjadi ketimpangan yang sangat tinggi antara yang miskin dan kaya.
Kesenjangan penghargaan ekonomi laki-laki dan perempuan dapat dilihat dari ketimpangan gender, misalnya soal upah kerja, kesempatan untuk meningkatkan karir, dan sebagainya. Sementara, dalam situasi di mana keluarga mengalami kesulitan karena krisis ekonomi dan bencana, perempuan menjadi penyelamat ekonomi keluarga melalui berbagai usaha yang sesuai dengan kemampuannya.
Pemerintah memiliki tanggungjawab untuk memperkuat kebijakan yang sensitif gender dalam mewujudkan kemandirian ekonomi perempuan melalui berbagai kebijakan. Berbagai upaya perlu disusun untuk mendorong penciptaan lapangan kerja, mempermudah pembukaan usaha-usaha baru, meningkatkan investasi, serta mengatasi berbagai masalah tumpang tindih regulasi yang mengakibatkan ketidakpastian hukum sehingga berdampak pada kesenjangan ekonomi.
Karena ketimpangan tersebut, maka Perempuan Berkemajuan penting meningkatkan kompetensi dan mengambil berbagai peran untuk meningkatkan kemandirian ekonomi. Berdasarkan Surat An-Nisa (4) :32. Perempuan yang mandiri secara ekonomi akan berdaya dalam menopang ekonomi keluarga, masyarakat bahkan negara. Oleh sebab itu, ekonomi perempuan harus mendapatkan perhatian sehingga perempuan berkemajuan menjadi sosok manusia yang mandiri secara ekonomi sehingga kehidupannya akan memberikan manfaat untuk kepentingan masyarakat dan bangsa.
Agenda membangun kemandirian ekonmi perempuan berkemajuan antara lain mendorong kapasitas, akses, dan partisipasi perempuan sebagai pelaku ekonomi kecil, mikro, dan menengah menuju peningkatan kepada peran ekonomi yang lebih tinggi. Selain itu menumbuhkembangkan kewirausahaan perempuan di berbagai lingkungan dan lapisan sosial sehingga terjadi pemerataan dan perluasan perempuan sebagai aktor dunia ussha.
9. Peran Kebangsaan
Bangsa Indonesia merupakan negara yang besar dan majemuk. Bangsa yang majemuk ini disatukan oleh Pancasila dalam sebuah negara yang disebut negara kesatuan rupblik Indonesia. Sebagai bangsa yang besar kita perlu menjaga keutuhan dan memajukan bangsa. Muhammadiyah telah meletakkan negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah, yang berarti negara kesepakatan dan persaksian. Negara Pancasila merupakan konsensus nasional dan tempat pembuktian atau kesaksian, untuk menjadi negeri yang aman dan damai, menuju kehidupan yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat dalam naungan ridha Allah SWT.
Peran perempuan berkemajuan dalam kehidupan kebangsaan khususnya terkait konteks keutuhan dan kemajemukan ialah mendorong perempuan sebagai aktor pemersatu bangsa. Spirit Bhinneka Tunggal Ika mesti dilakukan secara seimbang dan terintegrasi antara menggelorakan kebinekaan dan kesatuan di tengah keragaman agar tidak terjadi ketimpangan semata-mata merayakan kemajemukan tetapi mengabaikan persatuan dan kesatuan bangsa. Perempuan sebagai individu maupun kolektif penting memainkan peran proaktif dalam mengembangkan dialog, simergi, dan kerjasama antarkomponen bangsa menuju Persatuan Indonesia sekaligus mencegah dan mencari solusi atas berbagai konflik di tubuh bangsa.
Peran kebangsaan dilakukan seluruh warga bangsa dimaksudkan dalam kaitannya menjaga kebangsaan dan keindonesiaan dari rongrongan atau ancaman internasional maupun nasional yang semakin massif. Perempuan berkemajuan harus memiliki kepekaan dan perhatian yang tinggi atas terjadinya konflik sosial yang kerap mengarah pada adanya perpecahan antar anak bangsa. Selain itu, peran kebangsaan perempuan berkemajuan memiliki misi mulia memajukan Indonesia menjadi bangsa yang memiliki daya tawar dan harkat yang tinggi dihadapan bangsa-bangsa lain. Perempuan berkemajuan perlu memajukan literasi anak-anak bangsa akan kecintaannya pada bangsanya sendiri sehingga menjadi generasi yang memiliki jiwa nasionalisme.
Perempuan Berkemajuan memiliki kesadaran dan wawasan atas kesamaan martabat, hak, dan kewajiban dalam kehidupan bersama, terpanggil untuk terus terlibat dalam memajukan kehidupan masyarakat dan bangsa tanpa hambatan dan diskriminasi. Peran kebangsaan dalam berbagai aktivitas di ruang publik dan berkhidmat memajukan bangsa merupakan komitmen yang melekat dengan Perempuan Berkemajuan. Peran dalam aktivitas menggerakkan pendidikan, sosial, ekonomi, politik, kepemimpinan, dan sosial budaya terus dilakukan sehingga kiprah perempuan di ruang kebangsaan semakin intensif dan meluas secara signifikan.
Perempuan berkemajuan niscaya memainkan peran pendidikan politik kebangsaan khususnya bagi generasi muda dan milenial lintas kelompok agar memiliki nasionalisme yang tinggi, paham tentang masalah dan isu-isu kebangsaan, memupuk kebersamaan, serta memelihara dan mewujudkan visi dan cita-cita nasional yang menyambung matarantai para pejuang dan pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10. Kemanusiaan Universal
Perempuan merupakan bagian dari warga dunia dalam relasi antar manusia yang setara, adil, dan berkeadaban. Karenanya perempuan dan gerakan-gerakan perempuan dari berbagai latarbelakang penting berkomitmen mengambil peran dalam usaha-usaha penguatan nilai-nilai dan praksis kemanusiaan universal. Berpartisipasi aktif dalam melaksanakan program perdamaian, penanggulangan pengungsi, pendampingan korban perang dan kekerasan, advokasi lingkungan, penanggulangan pandemi dan endemi, penanggulangan bencana dan kelaparan, serta berbagai aktivitas kemanusiaan di tingkat global lainnya.
Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua tentang “Pandangan Keagamaan” (Islam Berkemajuan) ditegaskan bahwa “Islam yang berkemajuan menyemaikan benih-benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia. Islam yang menjunjungtinggi kemuliaan manusia baik laki-laki maupun perempuan tanpa diskriminasi. Islam yang menggelorakan misi antiperang, antiterorisme, antikekerasan, antipenindasan, antiketerbelakangan, dan anti terhadap segala bentuk pengrusakan di muka bumi seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan kemanusiaan, eksploitasi alam, serta berbagai kemungkaran yang menghancurkan kehidupan.
Perempuan berkemajuan dalam perspektif Islam didorong untuk menjalankan peran keagamaan yang menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan semesta yang rahmatan lil-‘alamin. Perwujudan rahmatan lil alamin perlu menjadi kesadaran seluruh umat Islam, termasuk kaum perempuannya. Segala tindakan umat Islam dimanapun berada, baik sebagai individu, anggota masyarakat, warga bangsa harus menuju pada kebermaknaan hadirnya Islam sebagai rahmatan lil alamin. Kesadaran ini menjadi kunci bahwa Islam tidak hanya soal kepercayaan tetapi juga praktik bagaimana umat Islam mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.
Muhammadiyah dan ’Aisyiyah sebagai gerakan Islam hadir mengusung kemanusiaan universal. Teologi Al-Maun yang diajarkan Kyai Dahlan dalam memberantas kemiskinan, kebodohan, dan kejumudan menjadi doktrin bahwa ajaran Islam tidak hanya teks yang dihafalkan tetapi Islam yang dipahami dan dipraktekkan. Pengentasan kemiskinan, kebodohan, kesehatan yang minim, kejumudan dilakukan kepada semua orang tanpa terbatasi oleh sekat agama, suku bangsa, bahasa, serta warna kulit. Gerakan ‘Asiyiyah dalam bidang pendidikan, kesehatan, bantuan kemanusian, perlindungan perempuan dan anak, kepedulian kepada kelompok marginal adalah perwujudan kesetaraan gender, berpihak kepada kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, anak, lansia, serta perwujudan inklusi sosial.
Perspektif kemanusiaan universal bukan saja berdasarkan pada kitab suci al-quran dan hadits. Namun juga berdasarkan pada tradisi agama-agama non Islam yang memiliki misi kemanusiaan, cinta kasih, penyayang dan perdamaian dunia. Selain dari perspektif Islam dan agama-agama, kemanusiaan universal juga berdasarkan pada perspektif tentang keamanan manusia (human safety) sebagai perspektif baru. Dengan demikian, kemanusiaan universal harus menjadi perspektif bahwa agama kita merupakan agama yang menjunjung cinta kasih, serta agama keadilan untuk semua umat manusia tanpa terkecuali. Perspektif Islam sebagai agama cinta dan penuh kasih sayang harus termaktub dalam setiap langkah warga Indonesia. Inilah sebetulnya praktek dari Islam rahmatan lil alamin.
E. PENUTUP
Risalah Perempuan Berkemajuan merupakan dokumen pemikiran hasil Muktamar ke-48 ‘Aisyiyah di Surakarta 18-20 November 2022 tentang karakter, kualitas, dan peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan berwawasan Islam berkemajuan yang menjadi pandangan keagamaan dalam Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Risalah Perempuan Berkemajuan dimaksudkan sebagai rujukan yang memuat pandangan Islam berkemajuan yang bercorak faham wasatiyah tentang perempuan dalam gagasan, alam pikiran, dan orientasi aksi gerakan di tengah-tengah berbagai faham dan praksis Islam dan gerakan lainnya untuk penguatan posisi dan peran perempuan dalam kehidupan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal dalam mewujudkan peradaban utama.
Risalah Perempuan Berkemajuan mengandung nilai-nilai dasar Islam tentang perempuan berkemajuan yang terdiri dari nilai tauhid, al-‘adl (keadilan), dan mashlahah dan rahmah yang mengisyaratkan adanya kemuliaan perempuan yang memiliki fitrah reproduksi sebagai pasangan (zawaj) laki-laki dan potensi kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan perempuan, pengembangan potensi perempuan, dan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan, diskriminasi, dan marjinalisasi; sekaligus peran peofetik dalam kehidupan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan semesta. Risalah Perempuan Berkemajuan selain memiliki dasar nilai pada ajaran Islam juga berkorelasi dengan historisitas perempuan berkemajuan pada masa Rasul sebagai kongkritisasi nilai-nilai dasar dan normatifitas Islam tentang perempuan berkemajuan. Secara historis, para perempuan pilihan Allah dalam Al-Qur’an, ummul mukminin, putri-putri Rasul, dan sahabat perempuan mendapatkan akses luas untuk melakukan peran-peran mulai dalam keluarga, pengembangan potensi dalam meraih prestasi, dan peran kemanusiaan semesta. Historisitas perempuan pada masa Rasul dikembangkan para perempuan muslim di masa-masa sahabat, klasik, dan modern yang melahirkan pandangan, karakter, dan komitmen yang maju dalam berbagai aspek dan peran kehidupan perempuan tanpa diskriminasi, ketidakadilan, dan berbagai hambatan individual, komunal, dan struktural.
Risalah Perempuan Berkemajuan mengembangkan karakter perempuan yang memiliki alam pikiran dan kondisi kehidupan yang maju dalam segala aspek tanpa mengalami hambatan dan diskriminasi baik secara struktural maupun kultural. Perempuan berkemajuan memiliki derajat dan perlakuan yang sama mulia dengan laki-laki tanpa diskriminasi yang ukurannya terletak pada ketakwaan, iman, dan amal shaleh dengan menjalankan fungsi ibadah dan kekhalifahan. Perempuan berkemajuan mencerminkan kepribadian muslimah dengan nilai-nilai akhlak yang utama sejalan dengan misi risalah Nabi Muhammad saw untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (akhlak karimah). Perempuan berkemajuan menjalin harmonisasi relasional antara laki-laki dan perempuan yang bersumbu pada “hablumminallah” (hubungan vertikal dengan Allah) dan “hablumminannas” (hubungan horizontal dengan sesama manusia dan lingkungan) sehingga tercipta tatanan kehidupan yang baik, adil, dan maju yang tidak menimnulkan kesenjangan, konflik, diskriminasi, kekerasan, dan kerusakan di muka bumi. Perempuan Berkemajuan mengembangkan karakter kehidupan perempuan yang memiliki kualitas pembeda selain dalam perannya yang dinamis dan bermartabat mulia dalam kehidupan domestik dan publik juga ditunjukkan dengan kualitas iman dan takwa, taat beribadah, akhlak karimah, berpikir tajdid, bersikap wasatiyah, amaliyah shalehah, dan sikap inklusif.
Risalah Perempuan Berkemajuan memiliki komitmen untuk mengembangkan dan mewujudkan kehidupan bersama yang terbaik (khaira ummah) yang tercermin dalam kualitas jiwa, alam pikiran, dan tindakan perempuan menuju terwujudnya peradaban utama yang menebar rahmat bagi alam semesta. Perempuan berkemajuan teraktualisasi dalam peran perempuan dengan berbasis pada karakter, pendidikan, kompetensi, dan keahlian dalam berbagai bidang kehidupan. Prinsipnya menekankan pada kapasitas dan keahlian individu. Perempuan berkemajuan memiliki spirit, orientasi, dan terlibat aktif menguatkan perannya dalam berbagai aspek kehidupan yang memajukan bangsa dan mencerahkan semesta.
Gerakan perempuan berkemajuan di Indonesia memiliki hubungan dan relevansi dengan kehadiran ‘Aisyiyah sebagai model atau eksemplar yang selama lebih satu abad telah berhasil mengangkat martabat perempuan Indonesia untuk hidup setara dan bermartabat sama dengan laki-laki dalam membangun kehidupan yang terbaik atau utama. Aisyiyah dengan misi dakwah dan tajdid telah berhasil mengembangkan ekosistem perempuan berkemajuan yang gerakannya diwujudkan dalam berbagai amal usaha dan praksis yang berwawasan Islam berkemajuan menuju terwujudnya kehidupan bersama yang berkualitas unggul dan berperadaban utama dalam kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta yang rahmatan lil-‘alamin.