Anggota Tambahan PP Muhammadiyah Harus Bertangan Dingin; Kolom oleh Azaki Khoirudin Anggota Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah
PWMU.CO – Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Surakarta telah usai. Meskipun kembali memilih duet Haedar Nashir dan Abdul Mu’ti sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, tetapi tantangan Muhammadiyah tidaklah sama. Karenanya dua tokoh ini harus didukung oleh tim yang segar untuk membawa gerakan Muhammadiyah yang lebih dinamis dan prograsif.
Opini penulis berjudul Muktamar dan Momentum Regenerasi Pimpinan Muhammadiyah yang dimuat PWMU.CO, 23 September 2022 viral hingga 10.4 ribu views. Pesan penting dari tulisan tesebut adalah agar anggota tambahan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dimaksimalkan 6 orang dan dipastikan tokoh muda. Asumsinya, anggota PP Muhammadiyah yang mencalonkan diri dipastikan “terpilih lagi”, kecuali yang sakit. Anggota PP Muhammadiyah didominasi usia 60-an dan 70-an tahun, serta kosongnya usia 40-an.
Dan, benar. Hal itu dibuktikan terpilihnya 13 anggota PP Muhammadiyah periode 2022-2027 hasil Muktamar Surakarta. Hadjriyanto Y. Thohari dan Goodwill Zubir tidak terpilih, karena dinilai sakit. Wajah-wajah lama masih terpilih, yakni Haedar Nashir, Abdul Mu’ti, Anwar Abbas, Busyro Muqoddas, Muhadjir Effendy, Agung Danarto, Syafiq A. Mughni, Dahlan Rais, Dadang Kahmad.
Ada empat wajah baru: Hilman Latief, Syamsul Anwar, Saad Ibrahim, dan Irwan Akib. Dari keempat wajah baru tersebut, Hilman Latief mewakili figur muda usia 40-an. Ada dua figur ulama yang mengisi kekosongan ahli ilmu syariah, yakni Syamsul Anwar dan Saad Ibrahim. Hal ini sebagaimana prediksi penulis dalam artikel Muktamar Ke-48: Muhammadiyah Butuh Figur Ulama yang dimuat di PWMU.CO 21 September 2022 viral hingga 23.5K views.
Jika diulik lebih lanjut, sebenarnya dari 13 elite anggota PP Muhammadiyah banyak yang backgroundkeilmuannya adalah studi Islam. Mereka adalah: Abdul Mu’ti (Pendidikan Islam), Agung Danarto (Ilmu Hadis), Syafiq A. Mugni (Sejarah Peradaban Islam), Dadang Kahmad (Sosiologi Agama), Hilman Latief (Filantropi Islam), dan Anwar Abbas (Ekonomi Islam). Adapun yang memiliki kepakaran ilmu humaniora antara lain Haedar Nashir (Sosiologi), Busyro Muqoddas (Hukum), Muhadjir Effendi (Sosiologi Militer). Hanya seorang yang ahli di bidang Ilmu Eksakta, yaitu Irwan Akib.
Berdasarkan hal tersebut, penulis setuju dengan Ridho Al-Hamdi, bahwa trend anggota 13 PP Muhammadiyah didominasi kalangan akademisi kampus. Hal ini menunjukkan bahwa tokoh-tokoh Muhammadiyah adalah kaum teknokrat. Kaum Muhammadiyah bercirikan berpendidikan dan pendidikannya modern (dan umum). Kalaupun belajar ilmu keislaman, jadinya adalah seorang akademisi bergelar doktor dan profesor, bukan menjadi kiai karismatik.
Karenanya, penulis setuju dengan Hadjriyanto Y. Thohari. Dalam artikelnya, Masa Depan Muhammadiyah: Kepemimpinan Politis, Kharismatis atau Teknokratis? yang dimuat di Matan Edisi 196, November 2022, Muhammadiyah harus dipimpin oleh para pemimpin teknokrat yang agile dan ahli di bidangnya masing-masing.
Hal ini karena perkembangan Muhammadiyah dengan amal usahanya (rumah sakit, sekolah, universitas, lembaga keuangan serta perbankan, dan lain-lainnya) yang semakin spesifik dan unik memerlukan Pimpinan Pusat yang bercorak tenokratis, zaken, dan agile.
Kriteria Anggota Tambahan
Karenanya, 13 anggota PP Muhammadiyah harus memperhatikan empat hal penting dalam penyusunan anggota tambahan yang maksimal 6 orang atau setengah dari jumlah 13 anggota PP Muhammadiyah. Hal itu tertuang dalam Anggaran Rumah Tangga (ART), di mana Pimpinan Pusat Muhammadiyah masih punya hak menambah anggotanya agar nantinya ada keseimbangan.
Pertama, angggota tambahan harus memperhatikan kebutuhan tim kerja PP Muhammadiyah. Maka tambahan jangan sosok yang berlatar belakang ilmu agama, karena sudah ada 8 orang berlatar studi Islam.
Kedua, PP Muhammadiyah perlu menambahkan figur bidang kesehatan yang mampu memanaj aset rumah sakit. Hal ini sangat penting karena kesehatan adalah bidang yang lama digeluti oleh Muhammadiyah, dan saat ini semakin menunjukkan kemajuan.
Ketiga, tambahan adalah sosok manajer, yang menguasai administrasi organisasi serta tekun bekerja di bidang kesekretariatan di jalan sunyi. Keempat, jika memungkinkan PP tambahan adalah saudagar atau pengusaha supaya menambah virus entrepreneuship di dalam persyarikatan.
Berdasarkan hal tersebut, anggota PP Muhammadiyah harus benar-benar atas dasar kebutuhan organisasi. Tujuan menambah adalah untuk melengkapi keahlian yang kurang. Jangan sampai tambahan hanya berdasarkan jumlah suara atau kedekatan personal. Jika diperlukan, karena tidak ada sosok yang dibutuhkan, anggota PP tambahan tidak harus dari 39 suara terbanyak.
Selain PP tambahan, untuk penyegaran dan regenerasi PP Muhammadiyah perlu memperhatikan dalam penyusunan struktur unsur pembantu pimpinan (UPP) yakni majelis dan lembaga. Karena PP Muhammadiyah terpilih didominasi usia 60-an dan 70-an, dalam menyusun UPP, selain memperhatikan keahlian, juga memastikan melibatkan energi baru kader muda usia produktif. Karena di tangan mereka adalah pelaksana kebijakan dan program pimpinan Muhammadiyah.
Singkatnya Muhammadiyah membutuhkan teknokrat-teknokrat yang bertangan dingin, bukan kepemimpinan yang karismatis, dan bukan kepemimpinan retoris yang ahli ceramah saja. Sebagai organisasi kolektif-kolegial, pimpinan Muhammadiyah adalah tim yang saling melengkapi. Dan ini berlaku dari pusat, wilayah, daerah, cabang, dan ranting. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni