PWMU.CO– Din Syamsuddin mengatakan, wasatiyat Islam atau Jalan Tengah Islam adalah solusi terhadap kerusakan peradaban manusia dewasa ini.
Pernyataan Prof Din Syamsuddin, Ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations/CDCC) disampaikan pada International Symposium yang diadakan oleh Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan, di Yogyakarta, Sabtu (3/12/2022).
Din Syamsuddin tampil sebagai pembicara utama bersama Prof Zaid Ahmad dari Universiti Putra Malaysia, Prof Parjiman dari Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan Dr Habib Chirzin, Chairman of International Institute of Islamic Thought (IIIT) Indonesia.
Simposium dihadiri 400-an peserta civitas akademika Universitas Ahmad Dahlan.
Menurut Din, kerusakan peradaban, baik pada tingkat global maupun nasional banyak negara merupakan fakta yang sangat memprihatinkan.
”Dunia menghadapi krisis multi-dimensional, berupa krisis pangan, energi, lingkungan hidup, serta berbagai bentuk ketidakadilan, tindak kekerasan, dan sikap fobia antar kelompok,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2010 ini.
Pasca Covid-19, sambung dia, belum terwujud kondisi new normal (normal baru), karena umat manusia masih menghadapi momok berupa climate change and global warming (perubahan iklim dan pemanasan global) yang mengerikan. Belum lagi resesi ekonomi global yang berdampak sistemik pada bidang-bidang kehidupan lain.
Itu semua, menurut guru besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta ini, disebabkan karena Sistem Dunia (World System) berwatak sekuler-liberal, yang sejatinya menampilkan bentuk ekstremitas.
Label ekstremisme, kata dia, sering hanya dikaitkan dengan agama dan dilekatkan pada kelompok agama terutama Islam, padahal ideologi dunia dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya berwatak ekstrem yang akhirnya menciptakan kerusakan akut.
”Untuk itu wasatiyat Islam atau Jalan Tengah Islam dapat menjadi solusi. Sistem Dunia dan bentuk-bentuk derivatifnya dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya harus ditarik ke titik tengah,” kata Din Syamsuddin yang menjadi Chairman of Global Fulcrum of Wasatiyat Islam (Poros Dunia Wasatiyat Islam) yang baru diluncurkan pada 18 November 2022 lalu.
Namun, menurut Din Syamsuddin, Jalan Tengah ini bukan jalan moderasi yang mengandung konotasi kompromistik dan rekonsiliasistik. Dalam hal ini berlaku pola hubungan antara pihak superior dan pihak inferior.
Dia menjelaskan, dalam wawasan wasatiyat Islam ada dimensi toleransi (tasamuh), keseimbangan (tawazun), dan konsultasi (syura), tapi ada juga dimensi keadilan (i’tidal).
”Sering penekanan pada moderasi mengabaikan prinsip keadilan. Wawasan wasatiyat Islam lebih dari sekadar moderasi, bahkan mencerminkan keseimbangan menyeluruh,” tandasnya.
Menurutnya, Global Fulcrum of Wasatiyat Islam segera aktif mengarusutamakan wawasan tersebut untuk dunia, khususnya umat Islam sedunia.
Editor Sugeng Purwanto