Tiga Kriteria Pemimpin Muhammadiyah Jatim oleh Tobroni, Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang, penulis buku The Spiritual Leadership.
PWMU.CO– Muhammadiyah Jawa Timur punya hajat besar Musyawarah Wilayah (Musywil) ke-16 di Ponorogo, Sabtu-Ahad (24-25/12/2022). Musyawarah ini diikuti oleh 1.147 anggota Musywil utusan PWM, PDM, PCM, dan Ortom.
Di antara agenda-agenda muktamar, masalah kepemimpinan Muhammadiyah periode 2022-2027 menjadi bahasan paling menarik dan menyedot perhatian dari internal Muhammadiyah maupun eksternal.
Hal ini wajar karena kebijakan organisasi sangat dipengaruhi oleh siapa yang menjadi pimpinannya. Terlebih di tahun politik menjelang 2024. Ada desakan dari dalam agar Muhammadiyah lebih berperan dalam dinamika politik.
Masalahnya mau dibawa ke mana Muhammadiyah di tahun politik ini? Tarikan agar Muhammadiyah lebih berpolitik selalu ada. Kecenderungannya semakin kuat pada Musywil ini. Bisa dibaca dari usulan darah segar dalam kepemimpinan Muhammadiyah 2022-2027 agar Muhammadiyah lebih responsif dan berdaya menanggapi dinamika kehidupan bangsa.
Walaupun Muhammadiyah memiliki potensi kekuatan politik yang sangat besar, namun Muhammadiyah bukanlah partai politik. Melainkan organisasi dakwah amar makruf nahi munkar yang terorganisasi secara modern dan berwatak tajdid (pembaharuan).
Karena itulah sejak Masyumi bubar atas desakan Soekarno tahun 1960, Muhammadiyah memilih istiqamah sebagai ormas keagamaan yang mengurus dakwah dengan mengembangkan amal usaha yang relevan.
Tradisi Pemimpin
Tradisi Muhammadiyah, pucuk pemimpin harus bisa menempatkan diri sebagai ulama, cendekiawan, budayawan. dan guru bangsa. Sebagai ulama adalah pewaris risalah Nabi yang menjadi rujukan, tempat bertanya, penjaga moral, dan spiritualitas serta juru damai bagi umat dan bangsanya.
Sebagai cendekiawan (ulul albab) harus berpikir jernih, berdzikir dalam segala situasi. Bersikap kritis dan menjalanlan aksi filantropis.
Sebagai budayawan dan guru bangsa, pemimpin ormas keagamaan seharusnya mampu menjadi sang pencerah bagi kehidupan umat dan bangsa, menjadi sumber inspirasi dan motivasi menuju kepada yang lebih baik, menjadi penjernih yang keruh dan pengurai dari keruwetan.
Gaya kepemimpinan ormas keagamaan sangat berbeda dengan gaya kepemimpinan partai politik, birokrasi pemerintahan, dan lembaga formal lainnya. Memimpin ormas keagamaan diperlukan jiwa keulamaan, jiwa keumatan, pelayan umat, penyambung lidah umat, rela berkorban, memiliki kekayaan ruhani, mental berlimpah. Terpenting adalah keteladanan.
Sifat-sifat tersebut menjadikan pemimpin ormas keagamaan memiliki karisma. Kekuatan yang dianggap luar biasa sehingga melahirkan kekaguman, penghormatan, pengharapan, ketergantungan dan ketaatan bagi pengikutnya.
Tiga Kriteria
Untuk itu diperlukan sosok Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur yang memiliki tiga kriteria: ikhlas, cerdas dan trengginas.
Ada tujuh kriteria pemimpin ikhlas (sincere leader) dalam memimpin Muhammadiyah. Pertama, tidak memiliki ambisi politik pribadi maupun kelompok yang menggebu-gebu.
Kedua, tidak menjadikan Muhammadiyah sebagai kendaraan politik. Ketiga, tidak menerapkan pola kepemimpinan transaksional dengan menjadikan Muhammadiyah sebagai media transaksi.
Keempat, berjuang tanpa mengenal lelah termasuk di masa-masa sulit untuk selalu berdakwah. Kelima, tidak berambisi menumpuk kekayaan dan sebaliknya mengembangkan pola hidup sederhana.
Keenam, tidak mendirikan partai politik baik langsung maupun tidak langsung sebelum menjabat, ketika menjabat dan setelah menjabat.
Ketujuh, ketika mendirikan amal usaha tidak menjadi milik pribadi melainkan diatasnamakan Muhammadiyah.
Kriteria kedua pemimpin cerdas (smart leader). Ada 5 kriteria kecerdasan dalam memimpin Muhammadiyah: pertama, pemimpin yang tercerahkan memiliki kapasitas dan kapabilitas intelektual yang tinggi (ulul albab) yang biasanya juga disertai dengan capaian pendidikan tertinggi.
Kedua, cerdas membaca situasi dan membuat keputusan yang cepat, tepat dan strategis. Ketiga, pemimpin cerdas dapat bertindak sebagai manajer yang efektif dalam melakukan penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian dan peningkatan (PPEPP).
Keempat, memiliki ilmu pengetahuan dan pengalaman terbaik. Kelima, selalu solutif terhadap persoalan organisasi. Keenam, mampu menjadikan perkara yang berat jadi terasa ringan, mampu mengurai yang ruwet, menjernihkan yang keruh, dan menjadikan perkara yang sulit terasa mudah.
Kriteria ketiga, pemimpin yang trengginas (agile leader). Ada 5 ciri. Pertama, cepat, tangkas, lincah, gesit, cekatan dan tanggap terhadap permasalahan, peluang dan tantangan umat.
Kedua, membawa organisasi dan kinerja organisasi kepada kemajuan dan kesuksesan. Ketiga, mampu membaca peluang dan dengan respon yang cepat namun penuh perhitungan.
Keempat, mampu menjadikan organisasi dan orang-orang yang dipimpin untuk berprestasi, optimisme dan berwibawa. Kelima, mampu mengubah kultur organisasi lebih efektif dan produktif.
Semoga Musywil ke 16 di Ponorogo menjadi permusyawaratan terbaik sehingga 13 pimpinan yang dipilih memenuhi kriteria di atas. Membawa kemajuan dakwah Islam.
Editor Sugeng Purwanto