Abu Bakar, Tegas dalam Kelembutan. Mulai Jumat ini, PWMU.CO menurunkan tulisan tentang Khulafaur Rasyidun oleh Nur Cholis Huda, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim. Dimulai dari Abu Bakar dan berakhir pada Ali bin Abu Thalib. Dimuat tiap Jumat. Redaksi.
PWMU.CO – Rasulullah sakit. Orang-orang sudah berkumpul di masjid untuk melakaukan shalat. Maka Rasulullah bersabda: “Suruhlah Abu Bakar agar memimpin orang-orang untuk shalat.”
Aisyah menjawab: “Ayahanda Abu Bakar seorang yang berhati rapuh. Jika dia menggantikan baginda, maka dia akan sering menangis. Lebih baik Umar saja yang menjadi imam shalat.”
Mendengar perintahnya dibantah, Rasulullah mengulangi lagi: “Suruhlah Abu Bakar untuk menjadi imam shalat”. Maka Abu Bakar menjadi imam shalat. Bukan Umar. Banyak yang berpendapat ini adalah isyarat Abu Bakar yang diharapkan menjadi pengganti memimpin umat setelah Rasululllah tiada.
Abu Bakar dianggap berhati rapuh oleh Aisyah karena Abu Bakar sering menangis kalau membaca al-Quran. Ini pandangan subjektif Aisyah. Benarkah orang yang gampang menangis ketika membaca al-Quran tanda mental rapuh? Bisa jadi itu pertanda dia menghayati betul tentang makna ayat suci yang sedang dibacanya.
Abu Bakar Lebih Tegas
Orang menganggap Umar bin Khattab lebih tegas daripada Abu Bakar. Namun dalam kenyataan justru terjadi sebaliknya. Abu Bakar sering lebih tegas daripada Umar. Bukan hanya lebih tegas tetapi punya pandangan jauh ke depan.
Ketegasan itu memang sering diuji ketika seseorang menghadapi masalah atau persoalan yang tidak mudah dipecahkan. Seseorang yang punya jiwa pemimpin sering muncul ketegasannya untuk mengatasi masalah. Orang yang tidak punya jiwa pemimpin sering ragu, tidak tegas atau tidak berani mengambil keputusan jika muncul masalah.
Setelah Rasulullah wafat, beberapa kabilah enggan membayar zakat. Abu Bakar memberi peringatan agar mereka patuh. Jika terus membangkang tidak membayar zakat maka Abu Bakar akan memerangi mereka. Umar tidak setuju dengan rencana Abu Bakar memerangi mereka. Menurut Umar mereka adalah saudara kita, mereka telah bersyahadat. Tidak boleh memerangi orang yang sudah bersyahadat. Namu Abu Bakar punya pandangan lain.
Ini bukan soal kepatuhan dalam menjalanakan rukun Islam. Abu Bakar tidak menindak orang yang tidak melakukan shalat. Itu urusan dia dengan Allah. Tetapi membangkang tidak membayar zakat adalah bibit awal menghancurkan Islam. Membangkang membayar zakat adalah awal dari pemberontakan kepada khalifah. Pembangkangan terhadap pemerintah yang sah.
Suatu saat bila dibiarkan akan berkembang membesar. Prediksi Abu Bakar ini akhirnya menjadi kenyataan. Setelah tidak membayar zakat, maka dari mereka mucul beberapa orang yang mengaku menjadi nabi. Termasuk nabi perempuan. Umar yang semula kurang setuju dengan sikap Abu Bakar akhirnya menyetujui sikap tegas Abu Bakar. Para nabi baru itu behasil ditumpas..
Perbedaan Abu Bakar dan Umar muncul lagi ketika pengiriman pasukan ke Syria dan menetapkan Usamah bin Zaid menjadi panglima perang. Rasulullah pernah mengangkat Usamah menjadi panglima perang ke Syria. Usia Usamah masih sangat muda, sekitar 18 tahun. Saat itu banyak yang heran mengapa Rasulullah memilih anak ingusan menjadi panglima perang? Bukankah masih banyak yang senior dan berpengalaman? Seperti Khalid binWalid atau Ali bin Abu Thalib dan lainnya? Namun akhirnya mereka setuju setelah Rasulullah tetap memilih Usamah. Namun pasukan itu baru berangkat sekitar tiga mil di luar kota Madinah, tiba-tiba Rasulullah sakit. Mengetahui hal itu mereka kembali ke Madinah. Dan akhirnya Rasulullah wafat.
Umar kadang berbeda pendapat dengan Abu Bakar. Tetapi Umar adalah orang paling setia kepada Abu Bakar. Apa yang sudah diputuskan Abu Bakar maka Umar akan mendukung sepenuh hati meskipun pada awalnya berbeda pendapat.
Setelah Abu Bakar menjadi khalifah, dia melanjutkan program Rasulullah yang tertunda itu. Umar tidak setuju pengiriman pasukan ke Syria. Keamanan Madinah harus diutamakan. Bagaimana jika tiba-tiba para pembelot itu menyerang Madinah sedang pasukan kosong karena pergi ke Syriah? Mereka, para pembelot itu, sudah menyusun pasukan sebagai pertahanan diri. Kalau sudah kuat mungkin mereka akan menyerbu Madinah. Pertimbangan yang logis. Namun Abu Bakar menjawab dengan pertimbangan iman. Apa yang dulu ditetapkan oleh Rasulullah harus terus dilanjutkan.
Maka pengiriman pasukan ke Syria harus dilanjutkan. Lalu Abu Bakar memilih Usamah bin Zaid, anak remaja itu menjadi panglima. Banyak yang tidak setuju. Abu Bakar berkata, ini adalah pilihan Rasulullah. Bagaimana kalian ini, ketika Rasulullah masih hidup kalian sudah setuju. Kini kalian menolak. Aku tak mau apa yang sudah ditetapkan Rasulullah lalu kita ubah. Umar penentang keras. Mengetahui sikap Umar paling keras Abu Bakar melompat dari tempatnya. Lalu memegang jenggot Umar. Dia berkata: “Celaka engkau wahai anak Khattab. Mengapa kamu meminta saya memecatnya padahal Rasulullah telah mengangkatnya?” Para sahabat menyatakan belum pernah melihat Abu Bakar marah seperti itu.
Kemudian Umar bersama Abu Bakar mendatangi Usamah. Ketika itu Usamah berada di atas kuda. Melihat khalifah Abu Bakar datang, Usamah segara melompat turun. Dia minta Abu Bakar naik kudanya dan dia yang menuntun.Tapi Abu Bakar menolak. “Naiklah, kamu adalah panglima kami. Biarkan telapak kakiku merasakan debu menuju sabilillah,” kata Abu Bakar dengan lembut. Lalu dia minta Usamah mengizinkan Umar tidak ikut berperang karena sangat dibutuhkan mendampingi dia di Madinah. Mereka lalu menuju kemah para pasukan yang sudah siap berangkat. Pasukan yang dipimpin Usamah akhirnya mencapai kemenangan dengan korban minimal.
Umar kadang berbeda pendapat dengan Abu Bakar. Tetapi Umar adalah orang paling setia kepada Abu Bakar. Apa yang sudah diputuskan Abu Bakar maka Umar akan mendukung sepenuh hati meskipun pada awalnya berbeda pendapat. Ada kesan Umar mengakui senioritas Abu Bakar. Juga ketulusannya.
Menyelesaikan Persoalan
Abu Bakar adalah orang yang harus banyak menyelesaikan masalah. Ketika Rasulullah wafat timbul kepanikan para sahabat. Benarkah Rasulullah telah wafat? Abu Bakar saat itu belum datang. Masih di rumah. Para wanita, termasuk para istri Rasulullah menangis atas kematian beliau. Juga para sahabat matanya basah oleh air mata. Namun Umar berteriak lantang, “Rasulullah tidak wafat. Beliau hanya pingsan karena suhu panas badan terlalu tinggi. Sebentar lagi akan sadar kembali.”
Orang-orang senang mendengar ucapan Umar itu. Memang demikianlah yang diharapkan masyarakat. Rasulullah tidak wafat. Umar dengan lantang mengatakan bahwa yang mengatakan Rasulullah wafat adalah orang-orang munafik. Umar mengancam bahwa mereka akan berhadapan dengan Umar. Para sahabat senang Rasulullah hanya pingsan. Namun hati mereka sebenarnya masih bimbang, apakah benar Rasulullah belum wafat?
Sikap Umar tidak percaya bahwa Rasulullah wafat adalah didorong rasa cinta yang amat dalam kepada Rasulullah. Begitu besar cintanya kepada beliau sampai logikanya tidak jalan sama sekali. Abu Bakar datang membawa suasana normal dan logis. Lagi-lagi Umar mengakui keunggulan Abu Bakar.
Abu Bakar datang. Seperti biasanya, dia melangkah dengan tenang. Langsung menuju kamar Aisyah, putrinya, tempat Rasulullah berada. Dia lalu menyingkap kain kafan di bagian kepala. Lalu mencium wajah Rasulullah. Setelah pasti bahwa Rasulullah wafat, maka dengan tenang dia menuju ke masjid, tempat masyarakat bekumpul. Dia mengumumkan bahwa Rasulullah benar telah wafat. Kemuadian Abu Bakar membaca ayat 144 Surat Ali Imran:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul. Telah berlalu sebelum Muhammad beberapa orang rasul. Apakah jika Muhammad wafat atau terbunuh kamu berbalik ke belakang (murtad). Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka dia tidak dapat mendatangkan mudlarat kepada Allah sedikitpun. Dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
Mendengar ayat yang dibaca Abu Bakar, Umar berdiri dengan kaki goyah. Tubuhnya lunglai. Dia menyadari kesalahannya. Ayat itu seperti tidak pernah dia baca. Karena itu dia tidak percaya Rasulullah mati. Bahkan memberi ancaman bagi yang menyatakan beliau wafat. Setelah Abu Bakar membaca ayat itu dia seakan baru sadar bahwa Rasulullah itu manusia biasa. Pada akhirnya bisa wafat juga. Sikap Umar tidak percaya bahwa Rasulullah wafat adalah didorong rasa cinta yang amat dalam kepada Rasulullah. Begitu besar cintanya kepada beliau sampai logikanya tidak jalan sama sekali. Abu Bakar datang membawa suasana normal dan logis. Lagi-lagi Umar mengakui keunggulan Abu Bakar.
Pidato yang Inspiratif
Beberapa saat setelah Rasulullah wafat, sebagian besar golongan Anshar berkumpul di Saqifah (balai pertemuan) Bani Saidah. Mereka akan mengangkat Saad bin Ubadah dan membaiat sebagai khalifah. Abu Bakar mengatahui hal ini lalu pergi ke balai pertemuan itu besama Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah.
Tujuan Abu Bakar pertama untuk membendung fitnah. Kedua untuk mengendalikan fanatik kesukuan. Jangan terjadi satu kelompok berteriak: “Hai mana golonga Anshar?” Dan yang lain meneriakkan: “Hai mana golongan Muhajirin?” Itu hal yang sangat membahayakan. Fanatik kesukuan harus dikikis dan umat Islam bisa melangkah dengan tenang untuk menentukan pilihan khalifah yang kini kosong. Kondisi kosong ini membahayakan. Itulah tujuan utama kehadiran Abu Bakar.
Di tengah suasana mulai memanas, Abu Bakar menghadapi dengan penuh ketenangan. Alasan kelompok Anshar merasa barhak menjadi khalifah ialah karena berkat kelompok Anshar maka Islam mencapai kejayaan di Madinah. Nabi juga membangun kejayaan dimulai dari Madinah. Kelompok Anshar juga sebagai penolong dari saudaranya Muhajirin ketika mereka hijrah ke Madinah.
“Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun bila aku tidak mematuhi Allah dan Rasul-Nya, maka kamu tidak perlu mematuhiku. Berdiriah untuk shalat, semoga rahmat Allah meliputi kalian semua.”
Abu Bakar
Umar akan angkat bicara. Tetapi Abu Bakar memberi isyarat agar dia yang lebih dulu berbicara. “Semua kelebihan sahabat Anshar yang tuan-tuan sebutkan adalah kenyataan dan tuan-tuan memang memiliki kemuliaan itu,” kata Abu Bakar.
Kemudian dia menguraikan kelebihan kelompok Muhajirin. Hijrah adalah peristiwa luar biasa. Hijrah merupakan puncak babak kesulitan karena tekanan dari Qurasy yang luar biasa. Abu Bakar lalu membaca ayat 100 Surat at-Taubah:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik…..”
Dengan ayat ini maka kaum Muhajirin lebih diutamakan menjadi khalifah, penerus Rasulullah. Ada alasan lain yaitu sabda Nabi bahwa beliau tidak akan memberikan jabatan kepada orang yang berambisi. Menurut Abu Bakar kelompok Anshar sangat berambisi menjadi khalifah. Maka kurang tepat jabatan itu diberikan kepada orang yang berambisi.
Abu Bakar lalu mendekati Umar dan Abu Ubaidah dan berdiri di antara keduanya. Kemudian mengacungkan kedua tangan mereka. “Saya mengusulkan pilih salah satu di antara kedua orang ini: Umar atau Abu Ubadah!” kata Abu Bakar.
Dalam buku Khulafaur Rasyidun tulisan Khalid Muhamamd Khalid diceritakan, tangan Umar gemetar bagaikan dijatuhi bara panas. Sementara Abu Ubaidah memejamkan matanya yang basah dengan air mata. Umar lalu berkata: “Demi Allah sekiranya saya diajukan lalu ditebas pundak saya tanpa dosa itu lebih saya sukai daripada memimpin satu umat yang di dalamnya ada Abu Bakar.”
Belum lagi Umar menyelesaikan kata-katanya dia segera merentangkan tangannya melakukan baiat kepada Abu Bakar. Kemudian orang-orang Anshar ikut bedesakan maju ke depan untuk melakukan baiat pula kepada Abu Bakar. Seolah mereka mendengar suara dari langit. Kaum Muslimin tidak lagi dilanda perpecahan dari dalam. Tetap utuh dan kompak. Abu Bakar dibaiat dan resmi menajdi khalifah.
Kemudian Abu Bakar menyampaikan pidato singkat yang pertama setelah menjadi khalifah. Pidato yang sangat inspiratif.
“Wahai manusia, aku telah diangkat untuk mengurusi urusanmu. Padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantaramu. Maka jika aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah dan ikutilah aku. Tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah aku.
Orang yang kalian anggap kuat, aku pandang lemah di sisiku sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kalian lihat lemah, aku pandang kuat di sisiku sampai aku dapat mengembalikan haknya.
Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun bila aku tidak mematuhi Allah dan Rasul-Nya, maka kamu tidak perlu mematuhiku. Berdiriah untuk shalat, semoga rahmat Allah meliputi kalian semua.”
Pidato Abu Bakar itu sekarang sering dikutip banyak orang yang baru saja menerima amanah atau jabatan. Pidato singkat yang inspiratif. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni