Hiruk Pikuk di Negeri Ini oleh Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS dan pendiri Rosyid College of Arts
PWMU.CO– Hiruk pikuk belakangan ini terjadi. Pencapresan Anies Baswedan oleh Nasdem, penundaan deklarasi bersama PKS, dan Demokrat, disusul keributan soal perpanjangan jabatan Presiden Jokowi, lalu perhelatan pernikahan Kaesang dengan menteri kabinet sebagai wedding organizer-nya, kemudian dugaan maladministrasi KPU dalam verifikasi parpol peserta Pemilu 2024.
Kini apa yang tersisa dari polity as public goods bagi Republik ini? Sekarang para elite Parpol dengan mudah bermain-main dengan konstitusi. Sementara angka stunting meningkat, ketimpangan spasial konsisten, kepolisian dirundung berbagai skandal tanpa penyelesaian yang jelas, dan pembunuhan warga sipil dan tentara oleh OPM kembali marak di Papua.
Sesungguhnya setelah penggantian UUD 45 dengan UUD2002, deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang makin menjauh dari amanat para pendiri bangsa sudah makin jelas bagi mereka yang jeli, peka dan terlatih.
Jika UUD 45 adalah pernyataan kehendak bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, maka kehendak itu kini makin surut karena dikalahkan oleh perang asimetris yang dilancarkan oleh kekuatan asing nekolimik yang bersekongkol dengan para kaki tangan domestiknya.
Syarat budaya bagi bangsa yang merdeka itu tidak pernah berhasil wujud menjadi kenyataan. Slogan Merdeka Belajar Kampus Merdeka setelah 77 tahun proklamasi merupakan bukti mutakhir bahwa sesungguhnya bangsa ini baru sadar untuk belajar merdeka sekarang.
Tiga Medan Pertempuran
Perang asimetris itu dilakukan melalui tiga medan pertempuran. Medan pertempuran pertama terjadi di sektor keuangan segera setelah proklamasi melalui utang ribawi yang disodorkan IMF.
Medan tempur kedua terjadi sejak Orde Baru melalui penarikan besar-besaran warga muda ke dalam sistem persekolahan massal paksa untuk menyiapkan tenaga kerja murah demi kepentingan investor asing.
Battle front ketiga terjadi sejak Reformasi melalui penggusuran MPR sebagai lembaga tertinggi negara musyawarah oleh partai politik melalui Pemilu langsung one-man one-vote dalam rekrutmen eksekutif. Dengan parpol memonopoli politik secara radikal, aristektur legal politik dirancang untuk mengonsentrasikan kekuasan ke segelintir elite parpol. Sementara Pemilunya makin kompleks, dan makin mahal yang hanya diselenggarakan dan bisa diikuti oleh para bandit, bandar dan badut politik.
Perlu diingat bahwa Pemilu yang jujur dan adil hanya mungkin dilaksanakan oleh bangsa yang merdeka. Bukan bangsa yang bermental jongos yang mudah diintimidasi oleh politik uang, BLT, dan bagi-bagi sembako menjelang Pemilu dan hidup dari utang.
Bangsa yang merdeka itu adalah hasil kerja pendidikan politik. Namun segera kita catat bahwa partai politik tidak pernah melakukan pendidikan politik. Bahkan partai politik hanya bisa hidup dari political illiteracy dan penjongosan politik konstituen mereka.
Kedaulatan Hilang
Berbicara politik di sekolah, kampus, tempat ibadah, dan di hampir semua tempat lainnya dianggap tidak santun, kotor, dan menjijikkan. Agama dan banyak hal lain yang penting dalam kehidupan harus harus dipisahkan dari politik. Bahkan ormas besar merasa risih, gamang dan takut berbicara politik. Takut dituduh politik identitas.
PAN yang semula diharapkan menjadi sayap politik Muhammadiyah kini tidak jelas afiliasinya. Kini dengan KUHP yang baru, pandangan kritis masyarakat bisa mudah dikriminalisasikan. Seperti raja, the government can do no wrong.
Prinsip musyawarah oleh hikmah kebijaksanaan melalui MPR telah digusur oleh sistem demokrasi liberal ala Barat telah membuat Republik ini kehilangan akal sehat dan kemampuannya untuk beradaptasi secara cepat dan tangkas. Sehingga hiruk pikuk negeri ini menjerumuskan bangsa ini ke tepi jurang failed state.
Bahkan di AS negeri eksportirnya sendiri, demokrasi itu sedang sekarat oleh Trumpism. Demokrasi ala Uni Eropa justru menjerumuskan kawasan itu untuk berkonflik dengan tetangga dekatnya sendiri, yaitu Rusia.
Bahkan setelah tembok Berlin runtuh, pembesaran dan perluasan NATO memberi indikasi jelas bahwa Barat bersikeras mempertahankan dominasi eksploitatifnya atas bangsa lain yang berbeda sikap dan pandangan hidupnya.
Utang ribawi, monopoli persekolahan, dan pemberhalaan demokrasi Barat are designed to fail negara dan bangsa manapun di planet ini.
Untuk menghentikan hiruk pikuk negeri ini kita perlu segera membebaskan kehidupan dari utang ribawi, merekonstruksi Sisdiknas sebagai platform untuk belajar merdeka, dan mengembalikan politik negara musyawarah dari monopoli partai-partai politik.
Gunung Anyar, Surabaya, 15 Desember 2022
Editor Sugeng Purwanto