Jangan Risaukan Hak Kita di Dunia; Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits sebagai berikut:
عَنْ أبى هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لَتُؤَدُّنَّ الحُقُوقَ إلى أهْلِها يَومَ القِيامَةِ، حتَّى يُقادَ لِلشّاةِ الجَلْحاءِ، مِنَ الشَّاةِ القَرْناءِ .رَوَاهُ مسلم
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ, “Semua hak itu pasti akan dipenuhi pada Hari Kiamat kelak, hingga kambing bertanduk pun akan dituntut untuk dibalas oleh kambing yang tidak bertanduk.” (HR Muslim)
Setiap manusia dalam kehidupannya di dunia ini memiliki dua sisi yang saling terkait, yaitu hak dan kewajiban. Hak merupakan sesuatu yang mestinya ia dapatkan atau ia peroleh atau ia diperlakukan. Sedangkan kewajibanadalah sesuai tanggung jawab yang diamanahkan untuk ia tunaikan, dengan ketentuan yang telah ditentukan.
Kewajiban sudah seharusnya ditunaikan dengan baik, barulah ia semestinya mendapatkan hak sesuai kewajiban yang telah ditunaikan itu. Dalam hal ini seseorang yang telah terikat kesepakatan atau perjanjian atau kontrak maka masing-masing telah mengikatkan diri dengan apa yang telah menjadi komitmennya itu.
Perikatan hak dan kewajiban ini sebenarnya secara otomatis ada pada setiap manusia, hanya saja kurang disadarinya dikarenakan silaunya terhadap dunia ini. Setiap manusia yang telah terlahir di dunia ini dipundaknya otomatis ada kewajiban dan hak.
Hak Asasi Manusia
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Allah telah memberikan hak-hak asasi bagi manusia, maka sudah seharusnya setiap manusia melaksanakan kewajiban yang itu berarti menjadi hak Allah dari manusia.
Bahkan semua manusia dihidupkan di dunia ini oleh Allah tanpa modal sedikit pun. Semua yang ada padanya adalah berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka tidak sepantasnya manusia menghaki dirinya itu, yang sesungguhnya ia sendiri pun tidak kuasa sepenuhnya akan dirinya. Kalau ditelisik lebih dalam, apa yang tidak diberikan oleh Allah kepada manusia, semua yang menjadi kebutuhannya telah disediakan sedemikian rupa.
Allah Maha Pemberi Anugerah. Ada dua dalam hal ini yaitu diberikan anugerah lebih atau pas-pasan. Keduanya merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Anugerah lebih menjadi ujian yang berat karena jangan sampai menjadikan diri lupa akan asal-muasal anugerah tersebut. Sehingga tidak ada anugerah yang kekurangan bagi seorang hamba, yang ada hanya lebih atau pas. Kalau ada merasa kurang itu hanya persepsi yang salah dari seorang hamba.
Lupa diri menyebabkan seseorang mudah meremehkan orang lain, memandang orang lain dari sudut pandang kualitas duniawinya. Jika anugerahnya lebih rendah bahkan jauh darinya maka tidak dianggap bahkan tidak diperhitungkan, akan tetapi jika anugerahnya banyak maka ia akan dihargai, dihormati dan diperlakukan secara mulia. Sehingga ia memperlakukan manusia sesuai dengan tingkat kualitas anugerahnya dengan pandangan subjektif yang sempit.
Semua manusia hakikatnya adalah mulia dan harus diperlakukan sama dan tidak boleh diperlakukan berbeda.Tidak ada yang lebih antara satu dengan lainnya, walaupun dari sisi keduniawiaan ia seolah sebagai orang yang lebih sukses. Karena hakikat semuanya adalah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah juga sempat “diingatkan” atau “ditegur” oleh Allah terhadap perilaku yang memandang orang lain dengan cara yang berbeda ini.
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ أَن جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. (Abasa: 1-2)
أَمَّا مَنِ ٱسۡتَغۡنَىٰ فَأَنتَ لَهُۥ تَصَدَّىٰ
Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. (Abasa: 5-6)
Begitulah jika seorang hamba yang tidak paham terhadap akidah Islam secara benar, seringkali perilakunya menyimpang dari ketentuan Allah Sang Maha Pimilik Kehidupan ini, dan hal itu tanpa ia sadari. Bahkan ia merasa sikap dan sifatnya selama ini adalah baik dan benar, tidak melanggar sedikit pun dengan ketentuan dan hukum Allah dan Rasul-Nya.
Maka memahami akidah dengan benar merupakan sesuatu yang urgent bagi umat ini, lebih-lebih kepada pemimpin umat agar tidak terjebak merasa hebat dan senantiasa meminta dilayani oleh umat, merasa harus dimuliakan, dihargai, dihormati dan seterusnya, dan sebaliknya akan tersinggung jika tidak diperlakukan sebagaimana yang ia harapkan.
Memahami akidah secara benar akan menjadikan setiap manusia dapat memandang kebenaran yang hakiki dalam kehidupan ini. Akidah inilah sumber etika atau akhlak yang terpenting di dalamnya adalah akan memahami hak dan kewajiban masing-masing sebagai bagian dari makhluk Allah ini.
Jangan Risaukan Hak
Allah turunkan syariat ini dalam rangka menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap hamba. Itulah sebabnya tiada konsep keadilan kecuali semua itu ada pada syariat Allah. Seberapa kuat dan hebat pun manusia berusaha mengerahkan kemampuannya, bahkan sekalipun mereka bersekutu, bersatu untuk membuat konsepsi yang bernilai keadilan tidak akan berhasil, karena kemampuan mereka terbatas dan cenderung memandang segala sesuatu dengan kacamata subjektivitas pribadi yang tinggi.
Allah dalam hadits di atas menjamin akan tersampaikan hak-hak setiap hamba pada Hari Kiamat, karena sebagian besar hak-hak itu tidak tersampaikan secara baik sewaktu di dunia. Allah Maha Adil, keadilan Allah akan ditegakkan di Hari Kiamat, sehingga tidak ada seorang pun yang tidak akan mendapatkan keadilan.
Maka janganlah seorang hamba risau jika hak-haknya belum terpenuhi sewaktu di dunia, karena itu bisa jadi tabungan kebaikan dirinya di akhirat kelak. Di akhirat kelak akan banyak orang-orang yang terkejut-kejut, baik secara positif maupun negatif.
Terkejut secara positif adalah ia akan mendapatkan pahala yang besar sekali tanpa ia sadari, hal itu karena sewaktu di dunia ia berbuat kebaikan yang bernilai pahala jariah kebaikan. Sedangkan mereka yang terkejut secara negatif ialah karena ia sewaktu di dunia seolah menjadi orang baik tetapi ternyata banyak di antara orang lain yang mendapatkan perlakuan yang tidak adil darinya, maka dosa-dosanya semakin menumpuk tanpa ia sadarinya.
Maka berhati-hatilah dalam hidup ini, karena semua yang kita lakukan pasti akan berdampak di akhirat kelak. Pada waktu itu tidak ada lagi hubungan antara guru dan murid, kyai dan santri, bos dan bawahan, direktur dan karyawan dan seterusnya, semua akan di sidang dengan timbangan syariat Allah yang berintikan nilai keadilan bagi semuanya tanpa kecuali. Wallahu a’lam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Jangan Risaukan Hak Kita di Dunia; adalah versi online Buletin Jumat Hanif Edisi 6 Tahun XXVII, 30 Desember 2022