Risalah Islam Berkemajuan Menyangkut Persoalan Irfani. Liputan Kontributor PWMU.CO Faiz Rizal Izuddin
PWMU.CO – Risalah Islam Berkemajuan berbeda dengan Risalah Hati Dewa 19. Karena Risalah Hati berkaitan dengan patah hati, sedangkan Risalah Islam Berkemajuan menyangkut persoalan irfani atau hati.
Hal tersebut disampaikan dengan sedikit bercanda oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Abdul Mu’ti MEd dalam Pengajian Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK), yang digelar sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Mengangkat tema Risalah Islam Berkemajuan acara ini bertempat di Masjid Sudalmiyah Rais UMS, Jumat, (30/12/2022).
Dalam kegiatan yang dimoderatori Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Dr Syamsul Hidayat M Ag ini, Abdul Mu’ti menjelaskan, di dalam dokumen resmi Muhammadiyah, kata berkemajuan dan mencerahkan sejak awal menjadi istilah bagian dari sejak awal berdirinya organisasi.
“Tetapi istilah itu, diperkuat lagi ketika perhelatan Muktamar di Jogja tahun 2010. Saat itu, Muhammadiyah menegaskan pernyataan pikiran abad kedua penjelasan Islam berkemajuan dihidupkan kembali,” kata Abdul Mu’ti.
Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menyampaikan, momentum saat itu menjadi menarik. Karena pada waktu itu juga dikenalkan Islam nusantara. Sehingga pada tahun itu, di kalangan masyarakat ada dua karakteristik Islam. Antara Islam berkemajuan dan Islam nusantara.
“Tetapi ada organisasi masyakarat yang tidak ingin melihat kedua ormas besar terkotak. Maka membuat istilah yaitu, Islam nusantara yang berkemajuan atau sebaliknya, Islam berkemajuan di nusantara,” tuturnya.
Muhammadiyah Tampilkan sebagai Dinul Hadharah
Menurut Abdul Mu’ti, terlepas apapun istilah itu, Muhammadiyah berupaya menampilkan dinul hadharah. Menghadirkan Islam sebagai agama peradaban dan rahmatan lil alamin.
“Sejak awal berdiri, Muhammadiyah menegaskan jati dirinya sebagai gerakan Islam. Gerakan Islam memiliki pengertian yang saling berkaitan,” ucapnya.
Pertama, Muhammadiyah didirikan dalam pengembangan dan pelaksanaan senantiasa berdasarkan agama Islam. Kedua, Muhammadiyah disebut dengan gerakan Islami. Ketiga, menegakkan dan menjunjung tinggi perintah agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.
Abdul Mu’ti menambahkan, Muhammadiyah memiliki manhaj yang sudah pasti berbeda dengan manhaj lainya. Dan itu merupakan kehendak Allah. Andai saja Allah menghendaki, pasti akan dijadikan satu saja.
“Mengapa Allah tidak menjadikan umat ini tunggal, tetapi pluralistik?” tanyanya retoris.
Menurutnya, karena Allah berkehendak untuk menguji atas apa yang diberikan oleh Allah kepada hambanya. Umat Islam semuanya diberikan tuntunan berupa Al-Quran dan sunah. Tetapi bagaimana keduanya dipahami. Itulah ciri gerakan Muhammadiyah, tidak bermazhab tapi bermanhaj.
“Di tengah pluralitas kemajukan apa yang harus dilakukan? Al-Quran memberikan tuntunan yaitu, fastabiqul khoirot. Maka dari itu dalam perbedaan, kita didorong untuk menjadi umat yang maju dan unggul,” pungkasnya. (*)
Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni