Pendarahan di Otak Membuat Ingatanku Hilang tulisan Humaiyah, kontributor Tanggul Jember, menceritakan pengalamannya ini ketika sakit.
PWMU.CO– Tahun 2022 menjadi tahun ujian bagiku. Awalnya aku dideteksi menderita miom di kandungan. Itu pemeriksaan tiga tahun yang lalu. Karena takut operasi, aku memilih pengobatan alternatif.
Karena Covid 19, pengobatan alternatif terhenti. Puncaknya pada Agustus 2022, aku mengalami pendarahan hebat hingga HB 2,8. Setelah mendapat transfusi sebanyak 7 kantong, HBku normal. Tapi itu tak berlangsung lama.
Dua pekan sesudahnya HB kembali drop hingga 6,8. Akupun kembali dilarikan ke Rumah Sakit dr Soebandi Jember. Opname lagi 15-19 Agustus 2022.
Setelah HB normal kembali aku menjalani operasi angkat kandungan seperti yang direncanakan yaitu pada 23 Agustus 2022. Alhamdulillah, operasi berjalan lancar. Aku pun pulang dari rumah sakit dengan perasaan senang. Aku membayangkan tak ada lagi kesulitan ketika datang bulan.
Perasaan senang tak berlangsung lama. Tujuh hari setelah operasi, aku merasakan sakit kepala yang luar biasa. Aku kembali dilarikan ke Rumah Sakit dr Subandi. Aku didiagnosis mengalami pendarahan di otak. Setelah pemeriksaan lengkap aku kembali menjalani operasi pecah pembuluh darah di otak.
Menurut penuturan keluarga, dua hari aku tak sadarkan diri. Tak sedikit doa yang mengalir. Dari suami, anak-anak, teman, ibu-ibu Aisyiyah. Juga santri Pondok Tafidh Bambu Kuning atau MBS Tanggul membacakan doa dan mengaji setiap malam selama aku koma untuk kesembuhanku.
Begitu siuman, aku merasa blank. Aku tak mengenal orang-orang di sekitarku. Berjalan sempoyongan tak mengenal arah. Kakiku berjalan lurus tapi otakku memerintahkan untuk belok. Tak ayal aku berjalan sering nabrak benda di depanku.
Aku tak bisa membaca, menulis, dan mengaji. Aku juga tak mengenali benda-benda di sekitarku. Andai otak seperti ruangan, aku adalah ruangan kosong. Sebagaimana Adam pertama kali diciptakan. Dikenalkan nama benda-benda. Lambat laun berproses mengenali dan menyebut semua benda.
Aku mencoba tegar menerima apa yang menimpaku. Ini bentuk ujian dari Allah. Namun ada kalanya ketegaran itu runtuh. Bagaimana jika aku tak kembali seperti yang dulu.
Kala keyakinan itu runtuh di titik nadir, Allah kembali ingatkan dengan ayat la yukallifulllahu nafsan illa wus’aha. Allah tak menguji seseorang kecuali sesuai kemampuanNya. Aku diuji berat karena Allah menganggapku kuat.
Aku kembali menjalani hari-hariku dengan mempelajari yang terlepas dari ingatanku. Belajar menulis, membaca, mengaji, berhitung, meletakkan benda tanpa terjatuh, mengoperasikan HP, dan yang lainnya. Terkadang berdiri di depan cermin seolah-olah berbicara di hadapan khalayak ramai seperti yang kulakukan saat mengisi kajian. Kalau sudah begini aku senyum-senyum sendiri.
Ah.. betapa lemahnya manusia. Diberi otak error sedikit sudah tak berdaya.
Editor Sugeng Purwanto