Langkah Tegas Asiyiyah Larang Rangkap Jabatan, Ini Rinciannya; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah. Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Ketua Panitia Pemilihan Anggota Pimpinan Daerah Aisyiyah Kabupaten Gresik periode 2022-2027 Nur Hidayati SH MPd mengungkap latar belakang adanya syarat calon Anggota PDA Kabupaten Gresik bersedia tidak merangkap jabatan.
Syarat ini sebagaimana tertera dalam tata tertib pemilihan calon anggota PDA di Musyda ke-11 Aisyiyah Kabupaten Gresik. Tepatnya di pasal 3 poin ke-8 berbunyi.
“Bersedia tidak merangkap jabatan sebagai pimpinan harian atau pimpinan amal usaha, baik dalam jalur vertikal maupun horizontal, kecuali dalam kondisi tertentu dan harus mendapatkan izin dari Pimpinan Pusat Aisyiyah (poin A),” ujarnya.
“Pimpinan partai politik, fungsional partai politik, pimpinan organisasi sayap partai politik, dan anggota legislatif unsur partai politik dan diperbolehkan dari unsur DPD (poin B). Serta pimpinan organisasi massa lain yang amal usahanya sama dengan Aisyiyah (poin C).”
Nur Hidayati menyampaikannya pada Rapat Koordinasi dan Konsolidasi bersama Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) se-Kabupaten Gresik di lantai 3 Gedung Dakwah Muhammadiyah (GDM), Ahad (1/1/2023) siang. Sebelumnya dia menjelaskan maksud poin di atas.
“Jika dipilih menjadi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak masalah, apalagi kalau mewakili Muhammadiyah,” ujarnya menerangkan poin B.
Adapun kepada ibu-ibu Aisyiyah yang sekarang aktif menjadi pengurus di partai politik, dia menegaskan, harus melepas salah satu jabatannya kalau hendak mencalonkan jadi PDA. Kemudian kalau di antara mereka menemui rekannya dalam kondisi demikian, lanjutnya, maka perlu diajak mempertimbangkan.
“Dipanggil, ditanya pilih mana, lanjut di parpol atau di PDA?” Contohnya. Begitupula jika saat ini sedang menjabat kepala sekolah atau kepala klinik, lanjutnya, maka tidak bisa masuk anggota PDA yang disahkan Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur. Di mana secara struktural ada 15 orang, 9 di antaranya pengurus harian dan sisanya ketua majelis.
Kemudian Nur Hidayati mencontohkan poin C. “Aktif di Aisyiyah dan organisasi lain yang sama-sama punya amal usaha TK. Jika diusulkan, maka harus diminta untuk melepaskan salah satunya. Nanti ada surat pernyataannya,” terang dia.
Menurutnya, peserta rapat perlu tahu filosofi mengapa Pimpinan Pusat, Wilayah, dan Daerah Aisyiyah menetapkan demikian. “Karena kita tidak boleh menduakan organisasi dan dikhawatirkan ada niat lain,” terangnya.
Misal, calon X seorang pimpinan TK. Kalau dia terpilih di Aisyiyah, apalagi sebagai Ketua Majelis Dikdasmen, pasti mencari celah bagaimana bisa membawa sekolahnya melalui Aisyiyah.
“Siapa pun tidak ragu, bahwa Aisyiyah itu TK-nya tertua dan terbanyak di Indonesia. Kalau kita berhubungan dengan pihak luar Aisyiyah, tidak akan diragukan Aisyiyah punya potensi terbaik dalam bidang TK. Jadi yang menyusup, ikut mendompleng, pasti akan mendapat keuntungan,” terangnya.
Karena itulah, sejak awal, PP Aisyiyah sudah mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dengan memberi syarat tersebut. Hal ini dia ketahui dari kunjungannya ke PP Aisyiyah bersama almarhumah Uswatun Hasanah. “Untuk menjaga PDA, dulu sampai datang ke PP Aisyiyah untuk menanyakan masalah ini,” ungkapnya.
“Waktu itu tegas, yang ada indikasi aktif di partai dipanggil dan diminta membuat surat pernyataan. Yang terangkat di ormas lain kemudian memiliki amal usaha sama dengan Aisyiyah juga diminta membuat surat pernyataan. Saya saksinya karena saya ikut waktu itu,” imbuhnya. (*)